TamiangNews.com, BANDA ACEH -- Terkait dugaan adanya surat keterangan kelulusan palsu yang digunakan salah satu kandidat dalam Pilbup Nagan Raya yaitu Chalidin yg berpasangan dengan Jamin Idham. Peneliti Jaringan Survei Inisiatif, Aryos Nivada melalui siaran press yang di terima oleh TamiangNews.com Sabtu (18/03) menilai secara prosedur, pencalonan tersebut sah secara hukum.
Menurut penulis buku Rekam Jejak Pemilu 2014 ini, mencermati beberapa hal dari kasus klaim sepihak kubu Teuku Raja Keumangan kandidat di Pilbup Nagaran Rata. Pertama yang harus dipahami, bahwa ijazah yang diduga palsu tersebut adalah surat keterangan yang menjelaskan bahwa Chalidin pernah bersekolah di SMPN 4 Seunagan tidak termasuk kedalam syarat pencalonan. Sebab sama sekali tidak digunakan oleh KIP Nagan Raya sebagai syarat pencalonan sebab syarat minimal pencalonan adalah SMA atau sederajat.
Menurutnya, sebagaimana Ketentuan dalam Pasal 67 ayat (2) huruf b UU Nomor 11 Tahun 2006 (UUPA) jo. Pasal 7 Huruf c UU Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) jo. Pasal 24 huruf f Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pilkada Aceh disebutkan bahwa : “ Pasangan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota harus memenuhi persyaratan pendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau yang sederajat”.
Dirinya menegaskan, artinya berdasarkan rumusan peraturan perundang-undangan tersebut, yang menjadi syarat pencalonan adalah pendidikan minimal SMA, bukan SMP. Jadi yang harus diperiksa keabsahan dan otentitasnya justru adalah ijazah SMA atau ijazah terakhirnya. UU tidak memerintahkan penyelenggara untuk mengotensifikasi keabsahan pendidikan dari tingkat paling bawah mulai Paud, TK , SD dan SMP, tapi cukup SMA saja. Jadi wajar kiranya penyelenggara tidak menggunakan syarat tersebut.
"Terlebih apabila memang Chalidin memang tidak memenuhi syarat. Tidak mungkin penyelenggara meloloskan pasangan ini tanpa melakukan verifikasi bukti dan keabsahannya dokumen administratif dan tidak mungkin juga Panwaslih Nagan raya diam saja andaipun ada sebelumya laporan terkait surat tersebut. Masyarakat tidak mungkin tidak mengetahui sebab Semua dokumen pasangan calon dapat diakses oleh publik secara transparan di portal KPU", paparnya.
Menurut Aryos, point kedua yaitu, surat keterangan ijazah SMP yang diduga palsu tersebut sama sekali tidak masuk objek sengketa administratif karena tidak termasuk syarat pencalonan. Selain itu surat keterangan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai surat palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yaitu dapat menimbulkan suatu hak atau diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal, serta jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Masih menurut Aryos andai pun surat itu tidak benar maka selama tidak memenuhi unsur unsur Pasal 263 KUHP siapaun membuat surat keterangan tersebut tidak dapat dikenakan pidana.
Mengakhirnya Aryos mengatakan nuansa politis sangat kental terhadap terhadap kasus yang dibawa oleh kandidat T. Raja Keumangan kepada MK ini. Sikap mempermasalahkan surat keterangan SMP yg tidak ada kaitannya dengan pencalonan tersebut merupakan bagian dari tidak menerima proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Nagan Raya yang sudah berjalan secara demokratis.
Dapat disimpulkan publik menilai Kasus keterangan ijazah palsu tersebut bernuansa politis untuk menganulir kemenangan Jadin yang telah diperoleh secara demokratis. Jangan sampai penyelenggara terkesan dipublik telah diintervensi untuk kepentingan politik, karena akan berhadapan pada hukum dan DKPP. [] M. Hendra Vramenia (TN-W004)
Menurut penulis buku Rekam Jejak Pemilu 2014 ini, mencermati beberapa hal dari kasus klaim sepihak kubu Teuku Raja Keumangan kandidat di Pilbup Nagaran Rata. Pertama yang harus dipahami, bahwa ijazah yang diduga palsu tersebut adalah surat keterangan yang menjelaskan bahwa Chalidin pernah bersekolah di SMPN 4 Seunagan tidak termasuk kedalam syarat pencalonan. Sebab sama sekali tidak digunakan oleh KIP Nagan Raya sebagai syarat pencalonan sebab syarat minimal pencalonan adalah SMA atau sederajat.
Menurutnya, sebagaimana Ketentuan dalam Pasal 67 ayat (2) huruf b UU Nomor 11 Tahun 2006 (UUPA) jo. Pasal 7 Huruf c UU Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) jo. Pasal 24 huruf f Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pilkada Aceh disebutkan bahwa : “ Pasangan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota harus memenuhi persyaratan pendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau yang sederajat”.
Dirinya menegaskan, artinya berdasarkan rumusan peraturan perundang-undangan tersebut, yang menjadi syarat pencalonan adalah pendidikan minimal SMA, bukan SMP. Jadi yang harus diperiksa keabsahan dan otentitasnya justru adalah ijazah SMA atau ijazah terakhirnya. UU tidak memerintahkan penyelenggara untuk mengotensifikasi keabsahan pendidikan dari tingkat paling bawah mulai Paud, TK , SD dan SMP, tapi cukup SMA saja. Jadi wajar kiranya penyelenggara tidak menggunakan syarat tersebut.
"Terlebih apabila memang Chalidin memang tidak memenuhi syarat. Tidak mungkin penyelenggara meloloskan pasangan ini tanpa melakukan verifikasi bukti dan keabsahannya dokumen administratif dan tidak mungkin juga Panwaslih Nagan raya diam saja andaipun ada sebelumya laporan terkait surat tersebut. Masyarakat tidak mungkin tidak mengetahui sebab Semua dokumen pasangan calon dapat diakses oleh publik secara transparan di portal KPU", paparnya.
Menurut Aryos, point kedua yaitu, surat keterangan ijazah SMP yang diduga palsu tersebut sama sekali tidak masuk objek sengketa administratif karena tidak termasuk syarat pencalonan. Selain itu surat keterangan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai surat palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yaitu dapat menimbulkan suatu hak atau diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal, serta jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Masih menurut Aryos andai pun surat itu tidak benar maka selama tidak memenuhi unsur unsur Pasal 263 KUHP siapaun membuat surat keterangan tersebut tidak dapat dikenakan pidana.
Mengakhirnya Aryos mengatakan nuansa politis sangat kental terhadap terhadap kasus yang dibawa oleh kandidat T. Raja Keumangan kepada MK ini. Sikap mempermasalahkan surat keterangan SMP yg tidak ada kaitannya dengan pencalonan tersebut merupakan bagian dari tidak menerima proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Nagan Raya yang sudah berjalan secara demokratis.
Dapat disimpulkan publik menilai Kasus keterangan ijazah palsu tersebut bernuansa politis untuk menganulir kemenangan Jadin yang telah diperoleh secara demokratis. Jangan sampai penyelenggara terkesan dipublik telah diintervensi untuk kepentingan politik, karena akan berhadapan pada hukum dan DKPP. [] M. Hendra Vramenia (TN-W004)