Notification

×

Iklan

Iklan

LSM Fakta : Penegak Hukum Harus Serius Menangani Dugaan Mark-up Pembebasan Tanah di Langsa

Minggu, 11 Juni 2017 | Juni 11, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-11-01T07:19:50Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik
TamiangNews.com, LANGSA -- LSM Fakta mengharapkan kepada penegak hukum di Kota Langsa agar lebih serius dalam menangani kasus dugaan mark-up harga tanah untuk pembangunan Prasarana Pemko Langsa yang diduga sudah merugikan keuangan negara hingga Rp.15.972.814.100. Untuk itu penegak hukum harus segera mengusut tuntas kasus ini, agar tidak terjadi prasangka miring terhadap penegak hukum kota jasa ini, demikian dikatakan Ketua LSM Fakta Rabono Wiranata, Sabtu (10/06).

Adapun beberapa lokasi tanah yang dilakukan ganti rugi oleh Pemko Langsa, berdasarkan data/surat berita acara serah terima No. 590/024/2014 tertanggal Rabu 08/01/2014 yang disebutkan nama Siti Mariani, SE. M,Si. Ak. Seketaris DPKA Banda Aceh sebagai pihak pertama (I) dan Muhammad Syaril, SH, M.AP (Sekda Kota Langsa) selaku pihak kedua (II).

Menurut Rabono Wiranata, pembebasan lahan di Pemko Langsa terdapat di beberapa lokasi yaitu, lokasi tanah di Gampong Kapa Kecamatan Langsa Timur seluas 14,96 Ha senilai Rp. 7.122.917.300 untuk perumahan nelayan dan pada tahun 2013. Harga tanah tersebut hanya sekitar Rp. 20 jt/Ha, namun dibeli oleh Pemko Langsa senilai Rp 475 jt/Ha.

Kemudian lokasi tanah di Gampong Alur Dua Kecamatan Langsa Baro seluas 2,43 Ha untuk RTH senilai Rp. 5.945.741.000. Pada tahun 2013 harga tanah tersebut sekitar Rp. 60 jt/rante tetapi dibeli oleh Pemko Langsa sebesar Rp 97 jt/rante.

Lokasi tanah lainnya terletak di Gampong Gedubang Kecamatan Langsa Baro seluas 9,699 Ha seharga Rp. 2.906.155.000 untuk sarana umum, pada tahun 2013 harga tanah tersebut sekitar Rp. 70 juta/rante tetapi dibeli dengan harga Rp. 121 juta/rante.

Dalam hal ini menurut Rabobo Wiranata, Pemko Langsa terlalu nekat dan terlalu berani dengan membeli tanah semahal itu, tanpa disadari oleh pemko bahwa lahan yang diganti rugi tersebut adalah merupakan lahan tambak, rawa, serta pinggiran laut, yang tidak ada akses jalan sama sekali juga harus melalui dan menyeberangi alur dan sungai, dan yang menjadi pertanyaan adalah apakah lahan tersebut tidak termasuk kawasan hutan manggrove dan atau masuk di dalam kawasan jalur hijau?

Bahkan kasus tersebut sudah mencuat dan diproses oleh penegak hukum yaitu Kejaksaan Negeri Langsa sekitar tiga tahun yang lalu akan tetapi sampai dengan saat ini. Sementara itu para pihak terkait yang terlibat dalam kasus tersebut sudah sekitar 23 orang yang dipanggil dan diperiksa serta dimintai keterangan oleh pihak Kejari Langsa untuk mengumpulkan bukti-bukti, namun hingga saat ini belum ada penjelasan sehingga kasus ini menimbulkan berbagai pertanyaan oleh publik.

Hasil konfirmasi LSM Fakta kepada pihak penyidik Kejari Langsa bahwa, bahwa pengakuan pihak kejari sedang menunggu proses hasil pemeriksaan dari MAPPI atas kinerja KJPP yang telah menilai dan menetapkan harga tanah. Dugaan ini muncul dan menjadi anggapan adanya perrmainan dengan oknum pejabat yang membidangi dalam melakukan penilaian dan penetatapan harga tanah pada ke tiga lokasi tersebut.

Pada saat ini pihak Kejari Langsa sesuai pengakuan penyidik Kejari Langsa belum memiliki anggaran sebesar Rp 80 juta untuk menghadirkan MAPPI untuk mengkaji ulang serta menguji kelayakan lokasi dan harga tanah yang dibeli oleh pemko Langsa.

Ketua LSM Fakta Rabono Wiranata, mendesak kepada aparat penegak hukum untuk segera menuntaskan kasus tersebut, karena prinsip hukum adalah harus membela yang benar bukan harus membela yang bayar, apabila tidak ditindaklanjuti segera maka kami akan melaporkan temuan ini kepihak Komisi Pemberantasan Korupsi, ujarnya. [] TN-W007
×
Berita Terbaru Update