Notification

×

Iklan

Iklan

Cara Islam Memandang AI dan Teknologi: Antara Etika dan Kemajuan

Senin, 12 Mei 2025 | Mei 12, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-12T14:23:16Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/ILUSTRASI

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/ AI), muncul berbagai pertanyaan besar di kalangan umat manusia. Apakah teknologi ini membawa rahmat atau malapetaka? Bagaimana agama dalam hal ini Islam memandang kemunculan mesin yang bisa “berpikir” seperti manusia?

 

Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk dijawab, karena teknologi tidak lahir dalam ruang kosong nilai. Ia hadir sebagai alat, tetapi alat itu bisa digunakan untuk kebaikan atau sebaliknya. Dalam perspektif Islam, setiap perkembangan harus diletakkan dalam kerangka maslahah (kemanfaatan) dan mafsadah (kerusakan), serta diselaraskan dengan prinsip-prinsip syariat.

 

Islam Tidak Menolak Teknologi, Tapi Memberi Bimbingan Moral

 

Sejarah mencatat bahwa peradaban Islam pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan dan inovasi selama berabad-abad. Ilmuwan Muslim seperti Al-Khawarizmi (bapak algoritma), Ibn Sina (tokoh kedokteran), hingga Al-Jazari (perintis robotika abad ke-13) menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menerima sains, tapi justru mengilhami kemajuan teknologi.

 

Kini, di era digital, tantangan baru hadir dalam bentuk AI—teknologi yang dapat membuat keputusan, menulis artikel, bahkan menciptakan gambar dan musik. Lalu, bagaimana Islam menyikapi hal ini?

 

Jawabannya ada dalam dua prinsip utama yakni manfaat dan tanggung jawab .

AI Bukan Ancaman, Tapi Justru Bisa Jadi “Mubaligh Digital”

 

Dalam pandangan Islam, teknologi bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana (wasilah ) untuk mencapai kebaikan. Dan di tangan yang tepat, AI bisa menjadi alat paling ampuh untuk memperluas jangkauan dakwah dan memberdayakan umat.

 

Bayangkan sebuah aplikasi yang mampu membacakan Al-Qur’an bagi saudara kita yang tuna netra dengan suara lembut dan pengucapan yang fasih. Bayangkan juga sebuah chatbot yang hadir 24 jam nonstop, siap menjawab pertanyaan seputar hukum Islam dengan rujukan otomatis ke kitab kuning atau fatwa MUI. Fantastis, bukan?

 

Bahkan dalam hal penentuan awal bulan seperti Ramadan atau Syawal, AI kini mulai dimanfaatkan untuk menganalisis data astronomi secara presisi, mendukung kerja tim hisab dan rukyat agar lebih cepat dan akurat.

 

Belum lagi inovasi pembelajaran Islam berbasis teknologi interaktif, yang membuat anak-anak dan remaja lebih mudah memahami ilmu agama lewat animasi, game edukatif, hingga asisten belajar virtual.

 

Jadi, bukan hanya tidak perlu ditakuti, AI justru bisa menjadi sekutu terbaik umat Islam di era digital selama dikembangkan dan digunakan sesuai nilai-nilai syariat serta bertujuan memuliakan manusia.

 

Ancaman Etika dan Bahaya Potensial

 

Namun, AI juga memiliki risiko besar jika tidak dikembangkan dengan prinsip moral yang kuat. Beberapa ancaman yang diidentifikasi sebagaimana dalam tabel berikut:




Dalam hal ini, Islam menegaskan perlunya batasan etis (tahdid al-ghaya) dalam penggunaan teknologi. Sebagaimana firman Allah:

 

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا

 

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan jangan pula kamu menghamparkan kedua tanganmu seluas-luasnya (dengan tidak membelanjakan harta di jalan Allah), sehingga kamu menjadi tercela dan menyesal.”
(QS. Al-Isra’: 17:29)

 

Ayat ini mengajarkan keseimbangan dalam menggunakan nikmat Allah, termasuk teknologi.

 

Menjadi Umat yang Bijak di Era Digital

 

Umat Islam tidak diminta untuk takut pada teknologi, tetapi diajak untuk menguasainya dengan penuh tanggung jawab. Seperti yang diteladankan Rasulullah saw., yang selalu bijak dalam menyikapi perubahan zaman.

 

Kita perlu melahirkan ulama yang melek teknologi, dan insinyur yang paham nilai-nilai agama. Keduanya harus bersatu untuk memastikan bahwa AI digunakan demi kemaslahatan, bukan malapetaka.

 

Penutup: Harmoni Agama dan Teknologi Masa Depan

 

Teknologi tidak akan pernah menggantikan iman, begitu pula iman tidak boleh menjadi penghalang kemajuan. Yang diperlukan adalah kesadaran bahwa AI, sehebat apa pun, adalah ciptaan manusia sedangkan manusia itu sendiri hanyalah hamba di hadapan Sang Pencipta.

 

Maka, dalam menghadapi revolusi AI, Islam mengajak kita semua untuk tidak takut pada kemajuan, tetapi lebih takut lagi jika menggunakannya tanpa pedoman wahyu dan hati nurani.[]

 

Penulis :

Bayin Anys Suroyya, mahasiswi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan 

×
Berita Terbaru Update