Notification

×

Iklan

Iklan

Manajemen Perubahan dalam Pandangan Konvensional dan Syariah

Kamis, 08 Mei 2025 | Mei 08, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-08T07:10:45Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi

Perubahan adalah hal yang tak terelakkan dalam kehidupan organisasi. Dalam dunia yang terus berkembang, organisasi dituntut untuk mampu beradaptasi secara cepat dan tepat. Di sinilah pentingnya manajemen perubahan, yaitu proses mengelola transisi dari kondisi saat ini menuju kondisi yang lebih baik. Dalam praktiknya, manajemen perubahan bisa dilihat dari dua perspektif: pendekatan konvensional dan pendekatan syariah. Keduanya memiliki tujuan yang serupa, namun berbeda dalam landasan nilai dan cara pelaksanaannya.

 

Dalam perspektif konvensional, manajemen perubahan didefinisikan sebagai proses sistematis dalam merencanakan dan melaksanakan transformasi pada organisasi, baik dari segi struktur, budaya, teknologi, maupun proses kerja. Menurut Robbins dan Coulter (2012), manajemen perubahan bertujuan untuk meningkatkan efektivitas organisasi dalam merespons tantangan lingkungan.

 

Sementara itu, dalam pandangan syariah, manajemen perubahan dipahami sebagai proses perubahan yang tidak hanya fokus pada hasil duniawi, tetapi juga berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Prinsip utama dalam perubahan adalah niat yang tulus karena Allah, dilakukan dengan cara yang sesuai syariat, dan mengarah pada kemaslahatan umat. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Ar-Ra’d ayat 11, bahwa perubahan yang hakiki dimulai dari individu dan masyarakat itu sendiri.

 

Dalam pendekatan konvensional, faktor yang mendorong perubahan biasanya berasal dari luar organisasi, seperti perkembangan teknologi, persaingan pasar, regulasi pemerintah, perubahan perilaku konsumen, dan krisis global. Organisasi harus merespons dengan cepat agar tidak tertinggal.

 

Dalam pendekatan syariah, semua faktor tersebut tetap relevan, namun disikapi dengan prinsip selektif. Teknologi boleh diadopsi selama tidak digunakan untuk hal yang bertentangan dengan nilai Islam. Globalisasi diterima sejauh tidak mengikis akhlak. Setiap perubahan harus mengedepankan maslahat (kebaikan) dan menghindari mafsadat (kerusakan).

 

Secara umum, pendekatan konvensional mengacu pada model perubahan seperti milik Kurt Lewin yang terdiri dari tiga tahap: unfreezing (menyadari perlunya perubahan), changing (melakukan perubahan), dan refreezing (menanamkan perubahan sebagai kebiasaan baru). Proses ini bersifat rasional dan terukur, dengan pendekatan manajerial yang sistematis.

 

Sedangkan dalam pandangan syariah, proses perubahan dimulai dengan niat yang lurus (ikhlas karena Allah), dilanjutkan dengan musyawarah (syura) sebagai bentuk partisipasi kolektif, pelaksanaan yang menjunjung tinggi amanah dan tanggung jawab, serta evaluasi (muhasabah) sebagai sarana introspeksi dan perbaikan berkelanjutan. Setiap langkah dalam perubahan tidak lepas dari pertimbangan halal-haram dan tujuan akhir berupa ridha Allah SWT.

 

Secara umum, pendekatan konvensional mengacu pada model perubahan seperti milik Kurt Lewin yang terdiri dari tiga tahap: unfreezing (menyadari perlunya perubahan), changing (melakukan perubahan), dan refreezing (menanamkan perubahan sebagai kebiasaan baru). Proses ini bersifat rasional dan terukur, dengan pendekatan manajerial yang sistematis.

 

Sedangkan dalam pandangan syariah, proses perubahan dimulai dengan niat yang lurus (ikhlas karena Allah), dilanjutkan dengan musyawarah (syura) sebagai bentuk partisipasi kolektif, pelaksanaan yang menjunjung tinggi amanah dan tanggung jawab, serta evaluasi (muhasabah) sebagai sarana introspeksi dan perbaikan berkelanjutan. Setiap langkah dalam perubahan tidak lepas dari pertimbangan halal-haram dan tujuan akhir berupa ridha Allah SWT.

 

Manajemen perubahan dapat membawa dampak positif maupun tantangan. Dalam pendekatan konvensional, perubahan yang berhasil dapat meningkatkan produktivitas, mempercepat inovasi, dan memperbaiki kualitas layanan. Namun, perubahan yang tidak dikelola dengan baik juga bisa menimbulkan resistensi, stres kerja, bahkan konflik internal.

 

Dalam pendekatan syariah, dampak positif tidak hanya dilihat dari sisi kinerja, tetapi juga dari sisi spiritual dan sosial. Perubahan yang dilakukan dengan prinsip Islam cenderung lebih diterima karena dibarengi dengan pendekatan hati dan nilai moral. Resistensi bisa diminimalkan dengan komunikasi yang penuh hikmah, dan hasil akhir tidak hanya diukur dari output bisnis, tapi juga dari dampaknya terhadap kesejahteraan umat dan nilai-nilai keislaman.

 

Jadi manajemen perubahan adalah kunci keberhasilan organisasi dalam menghadapi dinamika zaman. Pendekatan konvensional menekankan rasionalitas, strategi, dan efisiensi, sedangkan pendekatan syariah menambahkan unsur etika, keimanan, dan tanggung jawab akhirat. Kombinasi keduanya dapat menjadi kekuatan besar bagi organisasi modern yang ingin tetap relevan tanpa kehilangan arah nilai. Maka, perubahan bukan hanya tentang cara kerja, tetapi tentang cara hidup yang lebih baik, lebih berkah, dan lebih bermakna.[]

 

Penulis :

Silfya Maharani, domisili di Desa Peusing, Dusun Manis, Kecamatan Jalaksana, RT02/01, Kabupaten Kuningan, 45554, email : maharanisilfya@gmail.com

×
Berita Terbaru Update