Notification

×

Iklan

Iklan

Membangun Ekonomi Digital yang Halal di Era Modern

Kamis, 29 Mei 2025 | Mei 29, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-29T12:43:00Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Anjaz Saputra (Foto/IST)

Kemajuan teknologi digital telah membawa transformasi besar dalam cara manusia menjalani kehidupan, termasuk dalam urusan ekonomi. Kini, berbagai aktivitas seperti jual beli, pinjam-meminjam, investasi, hingga kolaborasi bisnis dapat dilakukan dengan cepat dan mudah melalui perangkat digital. Namun, di balik segala kemudahan ini, umat Islam menghadapi tantangan besar: bagaimana memastikan bahwa semua transaksi digital tetap sejalan dengan prinsip syariah. Di sinilah peran fiqh muamalah menjadi sangat relevan sebagai panduan moral dan hukum agar kegiatan ekonomi tetap berada di jalur halal dan berintegritas.

 

Fiqh muamalah merupakan cabang ilmu fikih yang fokus pada aturan interaksi sosial dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu ini menekankan pentingnya keadilan, kejujuran, serta kerelaan antar pihak dalam setiap transaksi. Dalam menghadapi arus perkembangan teknologi yang kian pesat, fiqh muamalah perlu hadir secara kontekstual tanpa menghilangkan nilai-nilai dasarnya yang bersumber dari ajaran Islam.

 

Salah satu tantangan utama di era ini adalah munculnya beragam bentuk transaksi baru yang tidak dikenal di masa klasik. Misalnya, belanja daring, penggunaan e-wallet, sistem pembayaran digital, investasi melalui aplikasi, hingga praktik crowdfunding. Meskipun dari sisi teknologi sangat efisien, sebagian dari bentuk transaksi tersebut berpotensi mengandung unsur yang dilarang dalam Islam, seperti riba (bunga), gharar ketidakjelasan, atau maysir spekulasi berlebihan.

 

Sebagai contoh, dalam transaksi belanja online, aspek kejelasan barang, harga, dan proses pengiriman menjadi kunci. Jika informasi tidak transparan, maka transaksi bisa mengandung unsur gharar yang dilarang dalam syariat. Begitu pula dengan pinjaman online berbunga tinggi yang jelas-jelas bertentangan dengan larangan riba. Karena itu, sangat penting bagi umat Islam untuk memahami dengan cermat mekanisme dan struktur dari setiap transaksi digital yang mereka lakukan.

 

Akad dalam transaksi juga harus sah menurut syariah. Meski tidak lagi berbentuk lisan atau tulisan sebagaimana pada masa lampau, di era digital akad bisa diwujudkan melalui persetujuan digital, kontrak elektronik, atau fitur "setuju" dalam aplikasi, selama tetap memenuhi syarat: adanya kesepakatan, kejelasan objek transaksi, serta tidak mengandung unsur yang diharamkan.

 

Sebagai upaya menjawab kebutuhan masyarakat, kini mulai banyak bermunculan lembaga keuangan syariah dan fintech Islami yang menawarkan layanan berbasis prinsip fiqh muamalah. Mulai dari skema bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah, jual beli berbasis margin seperti murabahah, hingga sistem sewa seperti ijarah. Kehadiran inovasi ini menjadi langkah penting dalam membangun ekosistem ekonomi digital yang tidak hanya modern, tapi juga taat pada prinsip syariah.

 

Di sisi lain, literasi keuangan syariah digital juga perlu ditingkatkan. Pemahaman masyarakat terhadap konsep ekonomi Islam harus diperluas agar tidak mudah terjebak dalam layanan keuangan yang menyalahi nilai-nilai agama. Edukasi bisa dilakukan di berbagai tingkatan mulai dari sekolah, kampus, hingga lewat dakwah digital yang kini sangat mudah diakses, terutama oleh generasi muda.

 

Fiqh muamalah kini bukan hanya relevan, tetapi menjadi kebutuhan mendesak dalam dunia digital yang serba cepat. Ia menjadi kompas etika yang menuntun umat untuk bersikap bijak dan bertanggung jawab dalam setiap transaksi keuangan. Di tengah gelombang inovasi yang terus berubah, menjaga keberkahan harta bukanlah hal sepele melainkan amanah yang wajib dijaga. Melalui penerapan prinsip syariah secara konsisten, umat Islam dapat membangun sistem ekonomi digital yang tidak hanya efisien dan inovatif, tapi juga bermartabat dan penuh nilai.[]

 

Penulis :

Anjaz Saputra, Mahasiswa Ekonomi Syariah Universitas Pamulang 

×
Berita Terbaru Update