Notification

×

Iklan

Iklan

Mengenal Risiko Tersembunyi di Balik Menjanjikannya Affiliate Marketing Investasi

Sabtu, 03 Mei 2025 | Mei 03, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-03T01:37:03Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/ILUSTRASI

Di tengah maraknya investasi online dan pengaruh media sosial, praktik affiliate marketing dalam produk investasi menawarkan peluang sekaligus risiko penipuan yang signifikan. Kemudahan akses informasi dan kepercayaan terhadap influencer digital menciptakan celah bagi praktik-praktik yang menyesatkan dan merugikan investor ritel. Artikel ini menganalisis secara yuridis praktik affiliate marketing dalam produk investasi di Indonesia, dengan fokus pada promosi melalui platform media sosial dan kreator konten digital, serta mengkaji kekosongan regulasi spesifik yang mengatur interaksi antara teknologi pemasaran digital dengan produk keuangan berisiko tinggi.

 

Affiliate marketing pada dasarnya adalah strategi pemasaran di mana pihak ketiga (afiliator) mempromosikan produk atau jasa suatu perusahaan dan mendapatkan komisi atas transaksi yang berhasil melalui referensi mereka. Dalam konteks investasi, afiliator, seringkali influencer media sosial atau blogger finansial, mempromosikan produk investasi seperti saham, reksa dana, atau aset kripto menggunakan konten mereka. Mereka memberikan kode referral atau tautan khusus kepada pengikutnya; pengikut yang berinvestasi melalui tautan tersebut akan tercatat sebagai referensi afiliator, menghasilkan komisi bagi mereka.  


Namun, terdapat perbedaan signifikan antara affiliate marketing yang etis dan tidak etis. Affiliate marketing yang etis menjamin transparansi penuh tentang hubungan afiliasi, menyampaikan informasi risiko investasi secara proporsional, dan menghindari klaim berlebihan tentang imbal hasil. Sebaliknya, affiliate marketing yang tidak etis menunjukkan keuntungan palsu, menyembunyikan biaya tersembunyi, atau menggunakan taktik manipulatif untuk mendorong investasi tanpa mempertimbangkan risiko yang sebenarnya.

 

Di Indonesia, regulasi terkait affiliate marketing dalam produk investasi masih belum komprehensif. Meskipun beberapa peraturan berlaku, terdapat kesenjangan hukum yang menciptakan kerentanan terhadap penipuan. Pasal 78 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mengatur tentang keterbukaan informasi dalam penawaran efek. Namun, regulasi ini kurang spesifik dalam menangani promosi online, terutama melalui influencer media sosial.  


Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan menekankan kewajiban penyediaan informasi yang akurat, jujur, dan tidak menyesatkan. Yang terbaru dan relevan adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mengatur tentang penyebaran informasi elektronik yang menyesatkan dan merugikan konsumen. Peraturan OJK lainnya yang relevan, seperti POJK No. 57/POJK.04/2017 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek juga perlu dipertimbangkan dalam konteks keharusan transparansi dan akuntabilitas.

 

Promosi produk investasi melalui influencer di media sosial semakin marak, khususnya pada investasi kripto melalui influencer. Beberapa kasus yang telah terjadi menunjukkan problematika yuridis. Di antaranya adalah kasus "Pump and Dump" di mana beberapa influencer terlibat dalam skema ini dengan mempromosikan koin kripto tertentu, mendorong pengikutnya untuk membeli (pump), kemudian menjual kepemilikan mereka sendiri setelah harga naik (dump), menyebabkan kerugian bagi pengikut mereka.  


Kasus promosi tanpa disclaimer juga banyak terjadi, di mana influencer mempromosikan platform investasi kripto tanpa menyebutkan bahwa mereka dibayar untuk promosi tersebut, melanggar prinsip transparansi dan ketentuan POJK tentang perlindungan konsumen. Kasus lainnya adalah klaim berlebihan tentang imbal hasil, di mana influencer menjanjikan return investasi yang tidak realistis tanpa penjelasan risiko, berpotensi melanggar ketentuan tentang iklan yang menyesatkan dalam UU Perlindungan Konsumen.  Semua praktik ini menunjukkan betapa pentingnya regulasi yang lebih komprehensif dan pengawasan yang lebih ketat dalam affiliate marketing investasi.  


Berdasarkan Pasal 78 UU Pasar Modal dan POJK No. 1/POJK.07/2013, pelaku usaha jasa keuangan wajib memberikan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan.  Namun, praktik affiliate marketing melalui influencer seringkali menampilkan ketidakjelasan status influencer sebagai afiliator berbayar, penggunaan klaim berlebihan tentang imbal hasil tanpa penjelasan memadai, dan absennya disclaimer tentang potensi kerugian. 

 

Praktik affiliate marketing dalam produk investasi memiliki implikasi hukum signifikan. Untuk mengatasi ini, OJK perlu menyusun regulasi khusus yang mengatur kualifikasi minimal afiliator, kewajiban pengungkapan risiko, dan mekanisme pertanggungjawaban. Kewajiban sertifikasi dan pengawasan konten digital perlu ditingkatkan. Edukasi publik untuk meningkatkan literasi finansial juga sangat penting. Kewajiban transparansi harus ditegakkan, dengan mewajibkan pengungkapan yang jelas tentang hubungan afiliasi dan kompensasi yang diterima oleh influencer dalam setiap konten promosi.[]


Penulis :

Ardita Putri Safitri, Mahasiswi Jurusan Hukum Universitas Bangka Belitung, email: arditaputri68@gmail.com 

×
Berita Terbaru Update