%20(1).jpg)
Sri Pangestu Fadilah (Foto/IST)
Pendidikan selalu menjadi fondasi utama dalam membangun masa depan suatu bangsa. Seiring perkembangan zaman, peran pendidikan pun terus mengalami perubahan. Kini, kita tengah berada di era digital, di mana kemajuan teknologi telah menjangkau hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Proses belajar mengajar tidak lagi terbatas pada ruang kelas, papan tulis, dan buku cetak. Kini, pembelajaran bisa berlangsung secara daring, lintas kota, bahkan lintas negara, berkat hadirnya teknologi informasi yang terus berkembang.
Transformasi digital dalam dunia pendidikan bukan lagi sebuah gagasan futuristik, melainkan telah menjadi kenyataan yang dihadapi setiap hari. Pandemi COVID-19 menjadi pemicu percepatan digitalisasi pendidikan secara masif. Dalam waktu singkat, lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi di seluruh dunia dipaksa beradaptasi dengan sistem pembelajaran daring. Meski awalnya muncul sebagai solusi darurat, pembelajaran digital kini dianggap sebagai bagian dari wajah baru pendidikan di abad ke-21.
Kemunculan berbagai platform digital seperti Google Classroom, Zoom, Microsoft Teams, hingga aplikasi lokal seperti Rumah Belajar, memberikan ruang baru dalam proses pembelajaran. Teknologi memungkinkan peserta didik mengakses materi pelajaran dari mana saja dan kapan saja. Tak hanya itu, berbagai sumber belajar dalam bentuk video, audio, dan animasi interaktif membuat proses belajar menjadi lebih variatif dan menarik. Hal ini tentu menjadi peluang besar bagi peningkatan mutu pendidikan, terutama dalam menjangkau mereka yang sebelumnya sulit mengakses pembelajaran secara optimal.
Salah satu peluang terbesar dari transformasi pendidikan digital adalah terbukanya akses yang lebih luas dan inklusif. Di banyak daerah yang sebelumnya kekurangan guru atau sulit dijangkau secara geografis, teknologi dapat menjadi jembatan. Anak-anak di daerah terpencil kini memiliki kemungkinan yang sama untuk mengakses materi ajar berkualitas dari guru terbaik. Tidak hanya itu, sistem pembelajaran daring juga membuka peluang besar bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik, seperti disabilitas, untuk tetap mendapatkan pendidikan tanpa harus menghadapi hambatan mobilitas.
Fleksibilitas juga menjadi salah satu keunggulan utama pendidikan digital. Peserta didik tidak harus berada dalam satu ruang dan waktu yang sama untuk belajar. Mereka dapat belajar sesuai ritme masing-masing, mengulang pelajaran yang belum dikuasai, atau mempercepat materi yang sudah dipahami. Teknologi juga memungkinkan pembelajaran yang lebih personal, di mana konten dan pendekatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Namun demikian, di balik peluang yang terbuka lebar, transformasi digital dalam pendidikan juga membawa tantangan yang tidak kecil. Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan akses terhadap infrastruktur digital. Tidak semua daerah memiliki koneksi internet yang memadai. Tidak semua keluarga mampu menyediakan perangkat seperti laptop atau smartphone untuk anak-anak mereka. Kondisi ini menciptakan ketimpangan baru dalam dunia pendidikan yang disebut sebagai kesenjangan digital (digital divide). Jika tidak ditangani dengan serius, kesenjangan ini justru dapat memperparah ketidakadilan pendidikan yang selama ini telah ada.
Tantangan lain datang dari kesiapan sumber daya manusia, khususnya guru. Banyak guru yang mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan teknologi digital. Mereka yang terbiasa mengajar secara konvensional menghadapi kebingungan ketika harus menggunakan platform digital atau menyusun materi ajar berbasis daring. Hal ini menjadi bukti bahwa transformasi digital tidak hanya menuntut perubahan alat, tetapi juga perubahan cara berpikir dan pendekatan pedagogis.
Selain itu, kualitas pembelajaran daring juga masih menjadi perhatian. Tidak semua materi ajar dapat disampaikan secara efektif melalui daring. Interaksi yang terbatas antara guru dan murid dapat mengurangi efektivitas pembelajaran, terutama dalam pembentukan karakter dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran daring yang terlalu kaku atau hanya berisi penugasan tanpa dialog, bisa membuat peserta didik merasa jenuh, bahkan stres. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menurunkan motivasi belajar.
Tidak bisa dipungkiri, proses pendidikan bukan hanya soal mentransfer pengetahuan, tetapi juga menyangkut pembentukan nilai, etika, dan karakter. Inilah aspek yang sulit digantikan oleh teknologi. Interaksi tatap muka antara guru dan murid, diskusi di kelas, serta dinamika kegiatan ekstrakurikuler memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian dan kepemimpinan peserta didik. Maka dari itu, transformasi digital dalam pendidikan tidak boleh hanya mengejar efisiensi, tetapi harus tetap mempertimbangkan aspek-aspek kemanusiaan dalam proses pendidikan.
Tantangan lainnya yang tak kalah penting adalah keamanan data dan privasi. Dalam ekosistem digital, data pribadi peserta didik dan guru menjadi sangat rentan untuk disalahgunakan. Tanpa regulasi yang ketat dan kesadaran literasi digital, risiko kebocoran data dan penyalahgunaan informasi bisa berdampak serius terhadap perlindungan anak dan hak privasi individu.
Menghadapi berbagai tantangan tersebut, perlu ada strategi yang terencana dan kolaboratif dari berbagai pihak. Pemerintah memiliki peran sentral dalam membangun infrastruktur digital yang merata dan terjangkau. Investasi dalam jaringan internet, penyediaan perangkat untuk keluarga kurang mampu, dan pembangunan sistem keamanan digital yang kuat harus menjadi prioritas. Di saat yang sama, penguatan kompetensi guru dalam bidang teknologi pendidikan mutlak diperlukan. Guru perlu diberikan pelatihan dan pendampingan agar mampu memanfaatkan teknologi secara maksimal dalam proses pembelajaran.
Institusi pendidikan juga harus mulai memikirkan model pembelajaran hybrid atau blended learning, yaitu kombinasi antara pembelajaran tatap muka dan daring. Model ini diyakini sebagai pendekatan ideal karena mampu menggabungkan kekuatan teknologi dengan sentuhan personal dalam interaksi langsung. Di sisi lain, pengembangan konten digital yang menarik, kontekstual, dan sesuai dengan kebutuhan lokal juga menjadi pekerjaan rumah penting. Konten harus mampu merangsang keingintahuan peserta didik, bukan sekadar menjadi pengganti buku teks.
Peran orang tua dan masyarakat pun tidak bisa diabaikan. Dalam konteks pembelajaran daring, orang tua menjadi pendamping utama yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Oleh karena itu, edukasi dan pelibatan orang tua dalam proses pendidikan harus diperkuat. Di tingkat yang lebih luas, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan komunitas dapat mempercepat pengembangan ekosistem pendidikan digital yang sehat dan berkelanjutan.
Transformasi pendidikan di era digital adalah sebuah keniscayaan. Dunia bergerak menuju masa depan yang semakin terhubung dan terdigitalisasi. Dunia kerja, kehidupan sosial, hingga budaya telah berubah secara fundamental oleh kehadiran teknologi. Oleh karena itu, pendidikan pun harus bergerak ke arah yang sama, agar dapat menyiapkan generasi yang tidak hanya cakap dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga adaptif, kreatif, dan mampu berpikir kritis.
Namun di tengah semua itu, kita harus ingat bahwa teknologi hanyalah alat. Pendidikan yang sejati tetap berakar pada hubungan manusiawi antara guru dan murid, pada nilai-nilai luhur yang ditanamkan, serta pada semangat untuk terus belajar sepanjang hayat. Transformasi digital harus diarahkan untuk memperkuat nilai-nilai tersebut, bukan menggantikannya.
Dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan era digital sebagai batu loncatan menuju sistem pendidikan yang lebih inklusif, merata, dan berkualitas. Di tangan anak-anak yang terdidik dengan baik, masa depan bangsa akan lebih cerah dan penuh harapan.[]
Penulis :
Sri Pangestu Fadilah, Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

