![]() |
Foto/Ilustrasi |
Peradaban manusia kini tengah memasuki babak baru yang ditandai dengan transformasi digital, disrupsi teknologi, dan globalisasi budaya. Media sosial, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), dan sistem informasi yang terintegrasi telah membentuk pola interaksi sosial dan cara berpikir masyarakat modern.
Namun di balik semua kemajuan itu, tidak sedikit pula kita saksikan munculnya krisis moral dan etika. Tantangan etika yang terjadi semakin nyata, contohnya seperti hoaks yang sangat cepat beredar, ujaran kebencian yang sudah dianggap biasa, privasi orang lain diabaikan, dan empati sosial melemah. Di sinilah etika Islam menjadi sangat relevan untuk dihadirkan sebagai kompas moral di tengah gelombang perubahan zaman.
Etika atau yang biasa disebut dengan akhlak dalam Islam bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, dan ajaran para ulama. Etika dalam Islam ini tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan antarmanusia, bahkan juga dengan lingkungan. Prinsip-prinsip utama seperti sidq (kejujuran), amanah (tanggung jawab), ihsan (berbuat baik), dan ‘adl (keadilan) menjadi fondasi dalam setiap aspek kehidupan.
Akhlak bukan sebagai teori saja, melainkan juga menjadi ruh dalam setiap tindakan umat Islam. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad). Hadis ini menunjukkan bahwa misi utama Rasulullah ﷺ adalah membangun karakter yang berakhlak mulia.
Namun, nilai-nilai Islam pada masa kini kerap dikesampingkan di tengah budaya digital yang terus berkembang. Kehadiran media sosial dan platform komunikasi instan telah memberi kemudahan berkomunikasi, tetapi juga membuka peluang besar terjadinya penyimpangan etika. Perilaku seperti penyebaran informasi tanpa verifikasi, pencemaran nama baik, konten kekerasan, hingga penyebaran data pribadi menjadi tantangan etis tersendiri dalam dunia digital.
Di sisi lain, teknologi kecerdasan buatan (AI) kini telah digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga penggunaan teknologi tanpa adanya landasan etika, akan berpotensi mengaburkan batas moral manusia.
El-Hady, dkk (El-hady, 2024) dalam jurnalnya menggarisbawahi pentingnya menempatkan nilai-nilai Islam sebagai kerangka dalam penggunaan kecerdasan buatan dan teknologi digital. Mereka menyatakan bahwa AI dan algoritma harus digunakan dengan memperhatikan prinsip keadilan (justice), tanggung jawab (responsibility), dan kehati-hatian (prudence).
Ketika teknologi digunakan tanpa batas etis, maka akan menimbulkan bias sosial, pengambilan keputusan yang tidak adil, dan kerusakan nilai kemanusiaan. Etika Islam menjadi salah satu peran penting untuk membatasi dan mengarahkan perkembangan teknologi agar tetap dalam koridor kemaslahatan.
Contoh konkret dalam dunia maya adalah fenomena penyebaran berita bohong atau hoaks. Al-Qur’an mengajarkan prinsip tabayyun, yakni verifikasi informasi sebelum disebarkan. Dalam QS. Al-Hujurat: 6, Allah memerintahkan, “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasik membawa berita, maka telitilah kebenarannya, agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena ketidaktahuan kalian.”
Ayat ini sangat relevan di tengah maraknya kurangnya informasi yang dapat memicu konflik sosial, fitnah, bahkan kekerasan. Etika Islam tidak hanya mencegah perilaku buruk, tetapi juga membentuk mental masyarakat yang lebih bijak dan bertanggung jawab dalam berkomunikasi.
Fenomena lainnya adalah bagaimana teknologi dapat memengaruhi pola hidup dan nilai generasi muda. Remaja saat ini merupakan digital native, yaitu lahir dan tumbuh pada masa digital. Namun, keterpaparan terhadap konten bebas, budaya populer, dan gaya hidup yang bebas sering kali tidak diimbangi dengan pendidikan etika yang kuat.
Dalam sebuah studi oleh Halimatus Sa’diyah, dkk (Sa et al., 2021), ditemukan bahwa dunia digital memiliki dampak signifikan terhadap perilaku dan etika pelajar. Mereka mencatat terjadinya penurunan empati, meningkatnya individualisme, menurunnya kepedulian sosial, dan terganggunya tanggung jawab moral sebagai akibat dari keterpaparan digital yang tidak terkontrol.
Para peneliti tersebut menekankan bahwa solusi terhadap masalah ini bukan dengan menolak teknologi, tetapi dengan mengintegrasikan pendidikan akhlak Islam ke dalam kehidupan digital. Pendidikan etika berbasis Al-Qur’an dan Sunnah harus disesuaikan dengan kehidupan remaja hari ini.
Artinya, pembelajaran nilai tidak boleh sebatas hafalan atau teori di ruang kelas, tetapi harus hadir dalam kehidupan sehari-hari, seperti di rumah, sekolah, komunitas, bahkan di media sosial. Keteladanan guru, orang tua, dan tokoh masyarakat menjadi bagian penting dalam membangun kesadaran etis generasi muda.
Rasulullah ﷺ sendiri merupakan seorang teladan dalam membangun masyarakat yang beretika, bahkan di tengah komunitas yang dahulu dikuasai nilai-nilai jahiliyah. Dengan kelembutan, kejujuran, dan kesabaran, beliau berhasil mengubah tatanan sosial yang penuh kekerasan menjadi masyarakat yang menjunjung tinggi kemanusiaan.
Dalam konteks zaman ini, umat Islam dituntut untuk meneladani beliau dalam membawa nilai akhlak mulia ke dalam kehidupan digital. Unggahan di media sosial, komentar daring, hingga konten kreatif, semuanya adalah bentuk ekspresi yang seharusnya mencerminkan integritas moral seorang Muslim.
Secara keseluruhan, etika Islam menjadi instrumen penting dalam membangun masyarakat yang seimbang antara kemajuan teknologi dan kemuliaan akhlak. Etika ini bukan hanya sebagai aturan, tetapi juga merupakan nilai yang dapat membentuk cara pandang dan cara hidup manusia secara utuh. Di tengah disrupsi informasi dan gempuran budaya digital, etika Islam menjadi penuntun agar umat Islam tidak terombang-ambing dalam hal-hal yang negatif.
Etika Islam memberi pedoman bagaimana cara kita dalam menggunakan teknologi tanpa merusak tatanan sosial, memberi arah dalam membentuk karakter seseorang agar tetap berbudi pekerti meski hidup dalam dunia maya, serta memberi batas agar kebebasan berekspresi tetap dalam lingkup kebaikan.
Etika Islam tidak berfungsi untuk menolak zaman dan melarang perubahan, melainkan berfungsi untuk mengarahkan dan membimbing seseorang agar tetap di jalan yang benar. Dengan menjadikan etika Islam sebagai kompas moral, umat Islam dapat berkontribusi positif dalam membangun peradaban digital yang lebih adil, beradab, dan manusiawi.[]
Penulis :
Azzah Husna Dzakiyyah, Mahasiswi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta