![]() |
Foto/Ilustrasi |
Sistem pendidikan Islam klasik merupakan fondasi awal dari keilmuan Islam yang berkembang sejak abad pertama Hijriyah. Lahir dari kebutuhan untuk memahami wahyu dan melestarikan ajaran Rasulullah, sistem ini berkembang dalam berbagai bentuk institusi, seperti masjid, halaqah, madrasah, hingga pesantren. Pendidikan pada masa itu tidak hanya menekankan aspek kognitif, tetapi juga pembentukan karakter dan spiritualitas, menjadikannya model pendidikan yang sangat mengesankan.
Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya tantangan peradaban, muncul pertanyaan mengenai sejauh mana sistem pendidikan Islam klasik masih relevan dan efektif dalam konteks kontemporer. Oleh karena itu, evaluasi terhadap sistem pendidikan Islam klasik menjadi penting, baik dari segi metode, kurikulum, hingga nilai-nilai yang dikandungnya, untuk menilai keunggulan maupun keterbatasannya dalam membentuk generasi yang unggul di berbagai zaman.
Pada masa klasik sekitar abad ke-8 hingga ke-14 Masehi, peradaban Islam ada pada puncak kejayaan di berbagai wilayah, seperti Andalusia, Persia, dan Asia Tengah. Masing-masing wilayah memiliki cara dan motif pendidikan yang khas namun tetap berprinsip pada dasar-dasar Islam, seperti pencarian ilmu, pembentukan akhlak, dan hubungan erat antara ilmu agama dan ilmu rasional. Evaluasi sistem pendidikan Islam di wilayah ini menunjukkan perbedaan fokus, pendekatan, dan dampak terhadap peradaban Islam secara keseluruhan.
1. Andalusia. (Intelektualisme dan keterbukaan)
Andalusia (spanyol) dikenal sebagai pusat intelektual dan pusat ilmiah dunia Islam pada abad pertengahan. Kota-kota seperti Cordoba, Toledo, Seville dan lainya menjadi tempat acuan pendidikan. Sistem pendidikan di Andalusia sangat mengacu pada terintegrasinya ilmu agama dan ilmu rasional seperti matematika, filsafat, kedokteran, dan astronomi. Institusi pendidikan seperti perpustakaan, madrasah, dan majelis ilmiah berkembang sangat pesat di kota ini.
Evaluasi positif yang dapat diambil dari dari sistem pendidikan Islam di Andalusia antara lain adalah mendorong pluralisme ilmu (mengakui keberagaman ilmu) dan dialog antara pemikiran Islam dengan filsafat Yunani dan Latin. Juga mendorong transmisi ilmu ke Eropa Barat yang memicu kebangkitan intelektual Eropa (Renaissance). Pada masa ini juga lahir banyak tokoh-tokoh ilmuwan bersejarah yang hingga saat ini masih dipakai keilmuannya, seperti Ibnu Rusyd (Averroes) dan Ibnu Hazm, serta banyak ilmuwan lainnya.
Sedangkan evaluasi kritis yang dapat diambil dari sistem pendidikan di Andalusia antara lain adalah dengan dominasi rasionalisme dalam beberapa periode yang menimbulkan ketegangan dengan pendekatan tradisional Islam. Dan keterbukaan budaya asing yang dipandang melemahkan identitas keislaman tradisional.
2. Persia. (Tradisi keilmuan dan Teologi yang mendalam)
Persia atau yang sekarang dikenal sebagai Iran dan sekitarnya merupakan pusat perkembangan ilmu agama, filsafat Islam, dan Teologi (Kalam). Sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh tradisi lembaga-lembaga pendidikan seperti Madrasah Nizamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk. Lembaga-lembaga pendidikan di Persia mengembangkan kurikulum yang kuat pada bidang fikih, hadis, usuluddin, setra filsafat dan logika.
Evaluasi positif yang dapat diambil dari sistem pendidikan di Persia antara lain banyak melahirkan ulama dan pemikir besar seperti Al Ghazali, Fakhruddin Al Razi, Mulla Sadra dan lain lain. Pendidikan di Persia juga menekankan keseimbangan antara wahyu dan akal, antara logika dan spiritualitas. Serta bermunculan berbagai Mazhab pemikiran (Sunni, Syiah, Mu'tazilah) yang memperkaya wacana Islam.
Sedangkan evaluasi kritis yang dapat diambil adalah banyaknya persaingan mazhab yang kadang menghambat kerjasama intelektual. Beberapa pendekatan terlalu elitis dan kurang menjangkau masyarakat awam.
3. Asia Tengah. (Perpaduan Tasawuf dan pendidikan formal)
Asia Tengah (seperti wilayah Transoxiana, termasuk Bukhara, Samarkand, dan Khwarazm) berkembang sebagai pusat pendidikan yang memadukan tasawuf, ilmu agama, dan ilmu rasional. Madrasah di wilayah ini memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam ke Timur. Wilayah ini juga menghasilkan ilmuwan besar seperti Imam Bukhari, Al Farabi, dan Al Khawarizmi.
Evaluasi positif yang dapat diambil pada sistem pendidikan di Asia Tengah adalah sistem pendidikan yang berbasis penghafalan dan sanad yang kuat, terutama dalam hadits dan tafsir. Peran tarekat sufi dalam menyebarkan pendidikan dan moralitas Islam ke masyarakat luas. Serta banyak melahirkan ilmuwan universal yang juga berkontribusi pada ilmu.
Evaluasi kritis yang dapat diambil dari sistem pendidikan pada masa klasik di Asia Tengah adalah keterbatasan akses pendidikan bagi kalangan non-elit di beberapa wilayah. Serta kecenderungan sufistik kadang dianggap mengurangi fokus pada rasionalitas ilmiah.
Kesimpulan
Sistem pendidikan Islam pada masa klasik di Andalusia, Persia, dan Asia Tengah memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan peradaban Islam dan dunia. Masing-masing wilayah memiliki keunikan, Andalusia dengan rasionalisme terbuka, Persia dengan kedalaman teologi dan filsafat, dan Asia Tengah dengan kekuatan sanad serta tasawuf. Namun evaluasi kritis menunjukkan bahwa tantangan berupa ketegangan Mazhab, eksklusivisme ilmiah dan ketidak seimbangan antara akal dan wahyu tetap menjadi pelajaran penting untuk masa kini. Pendidikan Islam klasik menjadi warisan yang perlu dikaji ulang dan dipahami untuk menjawab tantangan pendidikan Islam modern saat ini secara lebih inklusif dan adaptif.[]
Penulis :
Cynta Dyka Novyta Ramadany, mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta