![]() |
Atina Maghfiroh (foto/dok. pribadi) |
Di tengah dunia yang semakin plural dan cepat berubah, Indonesia membutuhkan generasi yang mampu menjaga harmoni dalam keberagaman. Di sinilah peran penting Pendidikan Islam dalam mendorong moderasi beragama. Moderasi bukan berarti mencampuradukkan ajaran, melainkan mengambil jalan tengah antara sikap ekstrem kanan dan kiri dalam memahami serta mengamalkan ajaran Islam.
Moderasi beragama sejatinya merupakan bagian dari inti ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath (pertengahan)" (QS. Al-Baqarah: 143).
Ayat ini menunjukkan bahwa umat Islam diperintahkan menjadi umat pertengahan — seimbang, adil, dan tidak berlebihan. Nilai ini harus ditanamkan sejak dini melalui jalur pendidikan, baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat.
Mengapa Pendidikan Islam Penting?
Pendidikan adalah alat perubahan sosial. Melalui pendidikan Islam yang mengedepankan nilai rahmatan lil ‘alamin, siswa tidak hanya belajar tentang fiqh dan tauhid, tetapi juga bagaimana hidup berdampingan dalam keberagaman, menghargai perbedaan, dan menolak kekerasan atas nama agama.
Sayangnya, dalam beberapa kasus, masih ditemukan narasi keagamaan yang bersifat eksklusif dan memicu polarisasi. Oleh karena itu, kurikulum Pendidikan Islam perlu menekankan nilai-nilai seperti toleransi, keadilan sosial, dan empati antarsesama.
Penting juga untuk menyesuaikan metode pengajaran agar relevan dengan konteks kekinian. Misalnya, menggunakan studi kasus, diskusi lintas agama, dan pemanfaatan teknologi informasi dalam proses belajar-mengajar. Dengan cara ini, siswa akan lebih mudah memahami pentingnya hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat yang multikultural.
Contoh Nyata Moderasi dalam Pendidikan
Di beberapa sekolah dan pesantren, sudah mulai diterapkan pendekatan pendidikan yang mengedepankan dialog antaragama, penguatan karakter kebangsaan, dan pembacaan ulang teks-teks keislaman secara kontekstual. Misalnya, pembelajaran tafsir yang mengaitkan nilai ayat dengan isu lingkungan atau hak asasi manusia.
Program pertukaran pelajar dan kegiatan lintas komunitas juga menjadi sarana efektif untuk memperkenalkan dan mempraktikkan nilai moderasi. Siswa tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga dari interaksi langsung dengan keberagaman sosial-budaya di sekitar mereka.
Selain itu, guru juga berperan besar sebagai teladan dalam menumbuhkan sikap terbuka dan toleran. Seorang guru yang mengajarkan kasih sayang dan keadilan secara konsisten akan meninggalkan jejak kuat dalam karakter siswa. Maka dari itu, penting untuk membekali para pendidik dengan pelatihan-pelatihan yang memperkuat nilai moderasi dan inklusivitas.
Menjawab Tantangan Zaman
Era digital mempercepat penyebaran informasi, termasuk paham keagamaan yang ekstrem. Anak-anak muda rentan terpapar narasi intoleran jika tidak dibekali dengan pemahaman Islam yang moderat. Maka dari itu, penting bagi institusi pendidikan Islam untuk aktif memanfaatkan media sosial, YouTube, hingga podcast sebagai sarana dakwah yang inklusif dan dialogis.
Selain itu, perlu kolaborasi antara institusi pendidikan, keluarga, dan masyarakat luas dalam memperkuat pesan-pesan moderasi. Orang tua, tokoh agama, dan tokoh masyarakat dapat berperan sebagai mitra dalam mendampingi generasi muda untuk menjadi pribadi yang religius sekaligus terbuka.
Penutup
Moderasi beragama bukan slogan, tapi cara hidup. Melalui Pendidikan Islam yang berwawasan luas, toleran, dan cinta damai, kita bisa membentuk generasi yang mampu menjaga keutuhan bangsa. Di tengah tantangan keberagaman, Islam hadir bukan untuk menghakimi, tetapi untuk merangkul.
Masa depan Indonesia bergantung pada generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara spiritual dan sosial. Dan pendidikan Islam adalah fondasi penting untuk membangun karakter tersebut. Mari terus dorong praktik moderasi dalam setiap ruang pendidikan, demi terciptanya masyarakat yang damai, adil, dan bersatu.[]
Penulis :
Atina Maghfiroh, mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam, STIT Madani Yogyakarta