![]() |
Foto/Ilustrasi |
Kemajuan teknologi digital telah mengubah kehidupan manusia secara drastis. Internet, media sosial, dan berbagia platform digital telah membuka akses tanpa batas terhadap informasi, komunikasi, dan ekspresi diri. Namun, di tengah arus teknologi ini, muncul tantangan besar yaitu: bagaimana agar umat islam tetap memegang teguh nilai-nilai etika dan akhlak dalam berinteraksi secara digital?
Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur etika hidup manusia dalam berbagai aspek, termasuk yang relevan dengan perkembangan zaman. Maka menjunjung tinggi etika islam di era digital adalah bentuk nyata dari taqwa yang konstekstual.
Etika Digital dalam Perspektif Islam
Etika dalam Islam bersumber dari al-qur’an dan sunnah, dengan berorientasi utama pada kebaikan, kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Etika ini tidak terbatas pada ruang fisik (nyata ) tetapi juga berlaku di dunia maya.
Rasulullah ﷺ bersabda: ” Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini sangat relevan dengan kondisi digital saat ini. Yang mana banyak orang dengan mudah menyebarkan berita, mengomentari peristiwa, atau menyindir sesama tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Padahal setiap klik dan unggahan yang diperbuat akan dimintai pertanggungjawaban.
Bentuk Pelanggaran Etika Digital Yang Umum
Diantara bentuk-bentuk pelanggaran etika digital yang banyak terjafi sekarang ini adalah:
1. Hoaks dan Fitnah
Menyebarkan informasi palsu atau yang belum jelas kebenaran nya termasuk dari melanggar prinsip tabayyun (klarifikasi) dalam QS.Al-hujurat ayat 6 yang artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.”
2. Ghibah dan Bullying Online
Mencela, mengejek, atau mempermalukan seseorang di media sosial termasuk ghibah dan namimah, yang mana perbuatan ini dilarang keras dalam islam. Allah mengibaratkan perbuatan ini seperti memakan bangkai saudara sendiri. Perumpaan ini Allah sebutkan dalam QS. Al-Hujurat ayat 12 yang artinya:
” Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka buruk kepada manusia yang tidak disertai bukti atau tanda-tanda, sesungguhnya sebagian prasangka, yakni prasangka yang tidak disertai bukti atau tanda-tanda itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain yang sengaja ditutup-tutupi untuk mencemoohnya dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing, yakni membicarakan aib, sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Karena itu hindarilah pergunjingan karena itu sama dengan memakan daging saudara yang telah mati. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat kepada orang yang bertobat, Maha Penyayang kepada orang yang taat.”
3. Pelanggaran Privasi dan Eksploitasi Citra Orang Lain
Mengambil, menyebarkan, atau memanipulasi gambar tanpa izin adalah bentuk pengkhianatan terhadap hak orang lain, karena hal ini bertentangan dengan prinsip amanah.
4. Kecanduan dan kemalasan digital
Menghabiskan banyak waktu di dunia maya tanpa produktivitas bisa menjadikan manusia jauh dari ibadah, ilmu, dan amal sholeh. Dan ini bisa menjadi bentuk lahwun (kesenangan yang melalaikan).
Prinsip- Prinsip Etika Islam untuk Dunia Digital
Ada beberapa prinsip etika dalam islam untuk dunia digital diantara nya yaitu:
1) Shidq (kejujuran)
Berita, komentar, dan konten yang kita buat harus jujur dan bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sampai kita ikut menyebarkan sesuatu hanya karena viral namun belum tentu benar.
2) Hifzh Al-lisan (menjaga lisan)
Yang dimaksud dengan menjaga lisan adalah menjaga ucapan. Dalam dunia digital ”ucapan” dapat berupa teks, emoji, video, ataupun meme. Semua ini harus dikendalikan dalam koridor akhlak.
3) Tanggung Jawab dan Amanah
Segal grupa aktivitas digital seperti menjadi contenc creator, influencer ataupun admin grup harus dilandasi rasa tanggung jawab sosial dan etika islam.
4) ’Adalah (keadilan)
Jangan hanya menyuarakan kebenaran jika berpihak pada kelompok sendiri, tetapi diam jika menyangkut yang lain. Keadilan dalam bersikap adalah ciri Muslim sejati.
5) Ihsan (berbuat baik)
Jadikan media digital sebagai sarana untuk dakwah, edukasi, dan menyebarkan nilai-nilai islam yang santun dan damai.
Peran Pendidikan Islam dalam Membangun Etika Digital
Pendidikan Islam, baik formal (madrasah, pesantren) maupun informal (keluarga, komunitas), memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk etika digital generasi muda. Caranya antara lain:
1. Menanamkan nilai adab sebelum ilmu digital
Pendidikan Islam berperan penting dalam menanamkan nilai adab sebelum ilmu digital. Jadi, tidak hanya mengajarkan cara menggunakan internet, tetapi juga tahu mana yang baik dan buruk. Seperti yang ditulis oleh Syamsul Rijal (2021) dalam jurnal Al-Syir’ah ”Etika digital harus ditanamkan sejak dini agar generasi muda tidak hanya cakap teknologi, tapi juga memiliki akhlak mulia dalam menggunakannya.” (Syamsul Rijal, 2021: Etika Digital dalam Perspektif Islam)
2. Membangun kesadaran digital berbasis iman
Sangat penting menanamkan dalam hati kita bahwa setiap jejak digital yang kita buat disaksikan oleh malaikat dan akan di mita pertanggungjawaban nya di akhirat.
3. Mengajak refleksi spiritual dalam menggunakan teknologi
Misalnya: "Apakah yang saya posting ini akan mendekatkan saya kepada ridha Allah?"
Penutup: Muslim Bijak di Dunia Maya
Teknologi digital adalah anugerah, tetapi juga ujian. Dalam genggaman kita ada kekuatan luar biasa untuk membangun atau menghancurkan. Maka, Muslim yang baik bukan hanya taat di masjid, tetapi juga bijak di media sosial.
Mari jadikan dunia digital sebagai ladang pahala, bukan arena dosa. Seperti nasihat Imam Malik:
"Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat."
Demikian pula dengan etika digital, ia adalah cermin dari iman dan akhlak kita yang sesungguhnya.[]
Penulis :
Noviatuzzahro Kadariyyah, mahasiswi STIT Madani Yogyakarta