![]() |
Foto/Ilustrasi |
Di zaman digital yang serba cepat ini, kehidupan manusia telah mengalami perubahan besar. Seperti rutinitas harian, mulai dari bekerja, berkomunikasi, hingga beribadah kini tidak dapat dipisahkan dari peranan teknologi. Bagi seorang Muslim, tantangan utama bukan hanya bagaimana mengikuti perkembangan digital, tetapi juga cara untuk tetap produktif dan bijak tanpa mengabaikan prinsip-prinsip Islam.
Pemahaman ini sangat penting agar seorang Muslim tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga agen transformasi yang membawa nilai-nilai positif di tengah banjir informasi.
Digitalisasi dan Dilema Etis Muslim Masa Kini
Masuknya teknologi digital memberikan banyak keuntungan dalam kehidupan umat Islam. Media sosial, aplikasi pesan instan, platform pembelajaran online, hingga e-commerce telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Namun, kemudahan akses ini juga membawa tantangan besar, terutama terkait dengan etika, privasi, dan keaslian informasi. Pengguna Muslim, khususnya generasi muda, sering kali terjebak dalam dilema etis ketika berkomunikasi secara digital.
Dampak negatif seperti ketergantungan pada platform media sosial, berkurangnya interaksi sosial yang nyata, sampai dengan paparan terhadap konten yang merugikan (informasi palsu, pornografi, dan ujaran kebencian) menunjukkan bahwa teknologi harus dikelola dengan prinsip-prinsip nilai. Disinilah nilai-nilai dalam Islam seperti amanah (tanggung jawab), siddiq (kejujuran), dan adl (keadilan) menjadi sangat penting sebagai pedoman dalam penggunaan teknologi dengan etika.
Prinsip Etika Islam dalam Dunia Digital
Etika Islam sebenarnya tidak hanya diterapkan dalam lingkungan fisik, tetapi juga sangat penting didunia digital. Al-Quran dan hadits telah menyampaikan panduan umum yang dapat dipahami dalam konteks saat ini. Contohnya, dalam Surah Al-Hujurat ayat 12, Allah melarang prasangka, mencari kesalahan, dan ghibah, yang merupakan perilaku yang sangat mungkin terjadi di platform media sosial. Hadits Nabi juga menegaskan bahwa, Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, seorang Muslim seharusnya menjadi pengguna teknologi yang tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga memiliki kesadaran moral dalam setiap tindakan yang diambil. Menyebarkan informasi, memberikan pendapat, atau berbelanja online harus didasarkan pada prinsip kebaikan, manfaat, dan tanggung jawab.
Produktivitas Muslim di Era Digital
Menjadi seorang Muslim yang efisien dalam era digital berarti mampu memanfaatkan teknologi untuk kebaikan diri dan masyarakat. Dalam Islam, produktivitas tidak hanya dinilai dari seberapa banyak hasil karya atau uang yang diperoleh, tetapi juga dari manfaat yang dihasilkan. Prinsip ihsan berpegang pada pelaksanaan kerja yang optimal dan profesional menjadi nilai fundamental yang membedakan produktivitas dari sudut pandang Islam.
Banyak pengguna Muslim hingga kini belum sepenuhnya mengaplikasikan prinsip-prinsip tersebut dalam aktivitas digital mereka. Banyak di antara mereka yang menggunakan media sosial hanya untuk bersenang-senang, bahkan tanpa mempertimbangkan aspek etika. Namun, jika digunakan dengan bijak, platform digital dapat berfungsi sebagai alat untuk berdakwah, memberikan pendidikan, mengembangkan usaha berbasis syariah, serta membangun jaringan kolaboratif antar umat.
Produktivitas digital seorang Muslim juga meliputi partisipasi dalam ruang publik yang positif dan konstruktif. Ini berarti menjadi anggota komunitas daring yang mempromosikan penyebaran informasi yang akurat, memperjuangkan prinsip-prinsip keadilan, dan menentang ujaran kebencian serta rumor.
Dalam era yang dipenuhi dengan gangguan, seorang Muslim yang produktif akan memanfaatkan alat digital seperti aplikasi manajemen waktu, pengingat salat, atau platform pengelolaan proyek untuk mengatur tugas dengan lebih efektif. Sikap disiplin, integritas, dan fokus menjadi nilai kunci yang menjadikan kehadiran Muslim di ruang digital bukan hanya aktif, tetapi juga memiliki dampak positif dan menjadi teladan bagi orang lain.
Bijak Bermedia: Literasi Digital Berbasis Nilai Qur’ani
Penelitian yang dilakukan oleh Dede Sarim dan tim (2025) menyoroti betapa krusialnya pembentukan literasi digital yang berlandaskan pada nilai-nilai Qurani. Walaupun fokus penelitian ini ada pada para pelajar, prinsip-prinsip yang diungkapkan sangatlah relevan untuk seluruh komunitas Muslim. Nilai-nilai seperti pemilihan konten yang bijak, menjaga tata krama saat berkomentar, serta tanggung jawab dalam menyebarkan informasi menjadi dasar dari bijak bermedia.
Bersikap bijak artinya tidak terjebak dalam dunia digital tanpa bimbingan. Seorang Muslim yang bijak akan memastikan kebenaran informasi sebelum membagikannya, menjaga martabat orang lain dengan tidak menyebarkan informasi pribadi, dan tetap mengelola waktu serta fokus hidupnya agar tidak dikuasai oleh algoritma media sosial.[]
Penulis :
Hurul 'In, mahasiswa STITMA Yogyakarta