Notification

×

Iklan

Iklan

Riba dan Jerat Utang Wajah Gelap Finansial Indonesia

Kamis, 19 Juni 2025 | Juni 19, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-19T05:56:28Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Siti Aisyah (Foto/dok. pribadi)

Maraknya pinjaman masyarakat Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir mengalami lonjakan drastis. Mulai dari pinjaman bank hingga pinjaman online (pinjol), masyarakat semakin terbiasa meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahkan untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif, dan bukan yang bersifat produktif. Di balik itu semua, ada satu kata yang menjadi akar dari banyak persoalan keuangan tersebut yaitu riba.

 

Riba dalam kehidupan modern

 

Riba atau tambahan yang dikenakan atas pokok utang, sangat dilarang keras dalam ajaran Islam. Larangan riba bukan sekadar bersifat moral atau spiritual, tetapi memiliki landasan ekonomi yang sangat kuat. Riba dinilai menciptakan ketimpangan, sangat menekan pihak yang lemah, dan memperkaya pihak yang kuat secara tidak adil dan tidak bermoral.

 

Namun, dalam sistem keuangan modern saat ini terutama yang berbasis bunga atau riba telah menjadi bagian yang tidak dipisahkan. Kredit bank, kartu kredit, hingga pinjol, semua beroperasi dengan prinsip bunga. Meskipun sah secara hukum positif, sistem ini membawa konsekuensi sosial yang mengkhawatirkan.

 

Di Indonesia lebih dari 129 juta pengguna aktif terdaftar di platform pinjaman online, sebagian besar di antaranya adalah generasi muda dan masyarakat berpenghasilan rendah. Survei menunjukkan bahwa pinjaman bukan digunakan untuk keperluan darurat atau produktif, melainkan untuk gaya hidup dan konsumsi jangka pendek.

 

Banyak dari mereka yang pada akhirnya terjerat dalam utang yang terus berulang dan beberapa bahkan mengalami gagal membayar juga terlibat dalam kasus hukum, pelecehan dari penagih, hingga mengalami gangguan psikologis berat bahkan mengakhiri nyawanya sendiri.

 

Ekonomi Islam Sebagai Solusi Alternatif

 

Ekonomi Islam memberikan pendekatan yang sangat berbeda dalam memandang pinjaman dan keuangan. Dalam sistem ekonomi Islam bunga (riba) tidak diperbolehkan, dan transaksi keuangan harus berbasis keadilan, transparansi, dan risiko bersama.

 

Lembaga keuangan syariah tidak menggunakan sistem bunga. Sebagai gantinya, mereka menerapkan berbagai akad seperti murabahah (jual beli dengan margin), musyarakah (kemitraan modal), mudharabah (bagi hasil), dan qardh hasan (pinjaman tanpa bunga). Konsep ini bertujuan mendorong investasi dan transaksi produktif, bukan sekadar transaksi uang dengan uang.

 

Selain itu, sistem ini menekankan pentingnya tanggung jawab sosial. Dana zakat, infak, dan sedekah juga menjadi bagian dari ekosistem keuangan Islam untuk membantu kelompok yang rentan secara ekonomi. Ini sejalan dengan tujuan utama dari ekonomi Islam, yaitu mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan bersama (maqashid syariah).

 

Tantangan dan Kesadaran Baru

 

Saat ini, kesadaran masyarakat terhadap keuangan syariah mulai tumbuh. Bank-bank syariah mulai berkembang, dan platform keuangan digital berbasis syariah juga banyak bermunculan. Namun, masih ada tantangan besar yaitu rendahnya literasi keuangan syariah, minimnya edukasi di sekolah, serta masih adanya praktik-praktik yang “berlabel syariah” tapi belum sesuai dengan prinsip aslinya.

 

Bahkan di kalangan pelaku ekonomi sendiri, masih terjadi dilema antara efisiensi bisnis dan kepatuhan syariah. Oleh karena itu, selain regulasi dan pengawasan yang kuat, dibutuhkan pula upaya edukasi masyarakat secara luas agar masyarakat memahami perbedaan mendasar antara sistem berbasis riba dan sistem keuangan syariah.

 

Kesimpulan

 

Fenomena utang berbunga tinggi di Indonesia telah menciptakan krisis sosial yang nyata. Banyak keluarga kehilangan stabilitas finansial, banyak anak muda terjebak dalam jeratan konsumtif, dan rasa cemas terhadap masa depan ekonomi semakin meluas.

 

Di tengah situasi ini, ajaran Islam tentang larangan riba bukan sekadar doktrin moral, tetapi menjadi tawaran solusi nyata yang lebih adil, transparan, dan manusiawi. Ekonomi Islam memberikan arah baru bagi masyarakat Indonesia arah yang tidak hanya menjanjikan pertumbuhan, tapi juga keberkahan.[]

 

Penulis :

Siti Aisyah, mahasiswi Prodi Ekonomi Syari'ah Universitas Pamulang 

×
Berita Terbaru Update