![]() |
Imam Ahmad Fauzan (Foto/dok. pribadi) |
Zakat dan wakaf merupakan dua pilar utama dalam sistem ekonomi Islam yang telah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW. Zakat, sebagai bentuk ibadah dan kewajiban finansial, bertujuan untuk membersihkan harta dan mendistribusikan kekayaan secara adil di kalangan Masyarakat. Sementara itu, wakaf merupakan bentuk amal jangka panjang yang bertujuan untuk kesejahteraan umum dan pembangunan sosial. Keduanya berperan sentral dalam mendukung pemerataan kesejahteraan dan penguatan umat.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, zakat dan wakaf diterapkan dengan prinsip-prinsip dasar yang masih relevan hingga kini. Zakat diwajibkan bagi mereka yang memiliki kekayaan melebihi nisab (batas minimum) dan harus dikeluarkan sebesar 2,5% dari total harta. Ini termasuk zakat fitrah, zakat mal, dan zakat pertanian. Sementara, wakaf melibatkan pemberian sebagian harta atau property secara sukarela untuk tujuan kebaikan, seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur. Praktik ini tidak hanya memberikan manfaat spiritual tetapi juga mendorong solidaritas dan kesejahteraan sosial.
Seiring berjalannya waktu, praktik zakat dan wakaf mengalami transformasi, terutama dengan hadirnya teknologi digital yang mempermudah pengelolaan dan distribusinya. Era digital membawa tantangan dan peluang baru dalam praktik keuangan Islam. Dengan kemajuan teknologi, zakat dan wakaf kini dapat dikelola dan didistribusikan secara lebih efisien melalui platform digital. Aplikasi pembayaran zakat online memungkinkan umat Islam untuk menghitung, membayar, dan melaporkan zakat mereka dengan mudah dan akurat. Selain itu, wakaf digital memungkinkan individu dan organisasi menyisihkan dana untuk menunjang program sosial yang berkelanjutan secara lebih mudah dan transparan.
Contoh implementasinya yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang telah mengembangkan Zakat Virtual Assistant (ZAVIRA), sebuah chatbot berbasis kecerdasan buatan yang tersedia di aplikasi LINE. ZAVIRA memudahkan muzaki untuk mendapatkan informasi seputar zakat, termasuk cara berzakat, jadwal pembayaran, dan laporan penyaluran dana. Inovasi ini meningkatkan aksesibilitas dan transparansi dalam pengelolaan zakat.
Sementara itu, Badan Wakaf Indonesia (BWI) juga telah meluncurkan platform berkahwakaf.id dan layanan e-services untuk pendaftaran nazhir, yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam berwakaf, khususnya wakaf uang dan wakaf melalui uang. Platform ini juga mendorong penguatan kampanye dan edukasi wakaf masyarakat serta meningkatkan layanan bagi para nazhir sehingga proses pendaftaran nazhir dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan efisien namun tetap selaras dengan ketentuan yang berlaku.
Inovasi dalam praktik keuangan Islam juga tercermin dalam pengembangan produk keuangan syariah yang lebih kompleks, seperti sukuk (saham Islam) dan mudharabah (kemitraan usaha). Produk-produk ini tidak hanya memenuhi kebutuhan investasi tetapi juga sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang melarang riba (bunga), gharar, dan maysir guna mewujudkan distribusi kekayaan yang lebih adil. Zakat dan wakaf memegang peranan penting dalam sistem keuangan Islam. Keduanya tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan sosial..
Namun, meskipun teknologi membawa banyak kemudahan, tantangan tetap selalu ada. Salah satunya adalah memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat dan wakaf. Penggunaan teknologi harus diimbangi dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan bahwa dana tersebut benar-benar sampai kepada penerima yang membutuhkan. Selain itu, pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya zakat dan wakaf perlu terus ditingkatkan agar masyarakat dapat memahami dan melaksanakan kewajiban mereka dengan baik dan benar.
Secara keseluruhan, zakat dan wakaf tetap menjadi instrumen vital dalam keuangan Islami, baik di masa lalu maupun di era digital saat ini. Inovasi teknologi memungkinkan praktik-praktik ini menjadi lebih inklusif dan efektif, sejalan dengan tujuan awalnya untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Dengan demikian, keuangan Islami terus berkembang, menghadapi tantangan baru sambil mempertahankan nilai-nilai dasarnya.[]
Penulis :
Imam Ahmad Fauzan, Mahasiswa S1 Ekonomi Syariah Universitas Pamulang