Berdasarkan data monografi Desa Patemon tahun 2024, terlihat potret sebuah desa yang kaya akan potensi namun juga menghadapi tantangan yang perlu diperhatikan. Desa ini, terletak di Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, memiliki luas wilayah 372,380 hektare dan dikelilingi oleh desa-desa tetangga seperti Salatiga, Kec. Getasan, Desa Butuh, dan Desa Karangduren.
Dengan 10 dusun seperti Patemon, Jetis, Losari, hingga Manggung, desa ini menjadi rumah bagi 4108 jiwa, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yang cukup seimbang (2072 laki-laki dan 2039 perempuan).
Salah satu kekuatan Desa Patemon terletak pada infrastrukturnya yang mendukung kehidupan masyarakat. Jarak yang relatif dekat dengan pusat pemerintahan kecamatan (3,8 km) dan kabupaten (43 km) memudahkan akses layanan publik. Keberadaan fasilitas pendidikan seperti 1 PAUD, 4 TK, dan 2 SD menunjukkan komitmen desa untuk mendidik generasi muda.
Namun, absennya SMP, SMA dan klinik menjadi catatan penting yang perlu diperhatikan. Padahal, akses kesehatan dan pendidikan menengah atas adalah kunci untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Prasarana ibadah juga cukup lengkap dengan 11 masjid, 6 mushola, dan 1 gereja, mencerminkan keragaman dan toleransi masyarakat. Sayangnya, tidak adanya pura atau vihara menunjukkan bahwa komunitas non-Muslim mungkin masih terbatas.
Di sisi lain, prasarana umum seperti balai pertemuan dan olahraga (olah raga 13) menunjukkan upaya desa untuk mendukung aktivitas sosial dan olahraga, yang perlu diperluas lagi untuk menciptakan komunitas yang lebih aktif.
Dilihat dari segi ekonomi, data tipologi desa yang mencakup pertanian, industri kecil, dan perdagangan menunjukkan potensi ekonomi beragam. Namun, tanpa detail lebih lanjut, kita hanya bisa menduga apakah sektor ini sudah optimal. Jumlah penduduk yang cukup besar bisa menjadi modal untuk mengembangkan usaha mikro, khususnya di bidang pertanian yang mungkin menjadi tulang punggung desa ini.
Tantangan terbesar tampaknya ada pada aksesibilitas dan pengembangan fasilitas. Jarak ke ibu kota provinsi (497 km atau 6 jam 9 menit) menunjukkan bahwa Desa Patemon relatif terpencil dari pusat kekuatan ekonomi besar. Ini bisa menghambat mobilitas penduduk dan distribusi hasil produksi. Oleh karena itu, pemerintah desa dan stakeholders perlu bekerja sama untuk meningkatkan infrastruktur jalan dan komunikasi.
Opini kami mahasiswa KKN MIT UIN Walisongo posko 75, Desa Patemon memiliki pondasi kuat untuk berkembang jika dikelola dengan baik. Prioritas utama adalah menyediakan SMA dan klinik untuk memastikan pendidikan dan kesehatan terjangkau.
Selain itu, memanfaatkan potensi pertanian dan industri kecil dengan pelatihan keterampilan dapat membuka peluang ekonomi baru. Dengan semangat gotong royong dan dukungan dari pemerintah, Desa Patemon bisa menjadi contoh desa mandiri yang harmonis dan maju di tahun-tahun mendatang.[]
Pengirim :
Mahasiswa KKN MIT Posko 75, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang