Notification

×

Iklan

Iklan

Bencana Ekonomi Akibat E-commerce Tanpa Regulasi

Rabu, 29 Oktober 2025 | Oktober 29, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-29T00:37:45Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik


TamiangNews.com - Menerapkan inovasi teknologi ke masyarakat ibarat mengedarkan penemuan obat baru ke masyarakat. Kalau obat baru langsung diedarkan ke masyarakat tanpa melalui tahap pengujian terlebih dulu, maka akan sangat berbahaya karena bisa terjadi bencana massal seperti keracunan, cacat, & kematian di mana-mana akibat efek obat baru yang belum diuji secara seksama, misalnya bagaimana efek positif & negatif dari obat, berapa dosis obat yang tepat, dll.


Hal ini juga berlaku pada dampak inovasi teknologi terhadap kehidupan sosial di masyarakat. Inovasi teknologi memiliki dampak sosial yang sangat besar di masyarakat. Menerapkan inovasi teknologi ke masyarakat tanpa melalui tahap pengujian terlebih dulu bisa menimbulkan bencana massal akibat tidak memperhitungkan dampak sosial yang dihasilkan oleh inovasi teknologi tersebut pada kehidupan masyarakat.


Pengetahuan ini terkesan sepele namun sangat penting, apalagi kita hidup di jaman modern yang sangat cepat dalam perkembangan inovasi teknologi, dan apabila kita mengikuti perkembangan inovasi teknologi secara ugal-ugalan tanpa memperhitungkan dampak sosialnya terhadap kehidupan masyarakat, maka hasilnya akan terjadi bencana massal. Oleh karena itu, inovasi teknologi tidak bisa sembarangan diterapkan ke masyarakat, tapi perlu melalui tahap pengujian secara seksama terlebih dulu untuk mengetahui dampak sosialnya terhadap kehidupan masyarakat.


Termasuk juga di bidang ekonomi yang merupakan HAM, karena dunia ekonomi merupakan tempat manusia mencari nafkah demi menyambung hidup. Semua kebutuhan manusia, mulai dari kebutuhan dasar hingga kebutuhan tambahan, diperoleh dengan uang yang berasal dari bekerja di dunia ekonomi. Banyak orang yang melihat dunia ekonomi hanya dari segi kemajuan teknologi & efisiensi, padahal bukan itu yang utama, karena fondasi dari dunia ekonomi adalah HAM, sedangkan aspek-aspek lain berada di urutan kedua. Oleh karena itu, kita perlu sangat berhati-hati dalam memperlakukan dunia ekonomi, termasuk juga berhati-hati dalam menerapkan inovasi teknologi ke dunia ekonomi, karena perlu mempertimbangkan aspek HAM & hajat hidup masyarakat luas.


Hari ini, E-commerce telah hadir & menyatu dengan kehidupan masyarakat. Hampir semua kebutuhan masyarakat tersedia di E-commerce & masyarakat bisa membeli kebutuhannya dengan mudah tanpa terkendala wilayah. Tapi di balik kemudahan tersebut, terjadi bencana ekonomi yang begitu besar di masyarakat, karena E-commerce berjalan dengan mengabaikan 4 parameter dari ekonomi yang sehat.


Adapun 4 parameter dari ekonomi yang sehat adalah :

1. Ketersediaan lapangan kerja (melalui : proteksi industri dalam negeri & menjaga eksistensi rantai distribusi).

2. Pemerataan distribusi uang (melalui : proteksi segmen pedagang lemah, supaya bisa bersaing secara seimbang dengan segmen pedagang kuat, misal pedagang ecer vs grosir, daerah vs Jawa, offline vs online).

3. Peredaran uang perlu berada di daerah lokal (melalui : mengutamakan supaya konsumen berbelanja di daerahnya sendiri, supaya menggerakkan roda ekonomi di daerah lokal).

4. Peredaran uang perlu berada di dalam negeri (melalui : aplikasi-aplikasi E-commerce wajib berasal dari dalam negeri, supaya pemerintah punya kedaulatan penuh untuk mengatur E-commerce serta uang hasil usaha dari aplikasi-aplikasi E-commerce bisa tersimpan di dalam negeri).

Semua 4 parameter tersebut tidak terpenuhi pada E-commerce di hari ini :

1. E-commerce mengurangi ketersediaan lapangan kerja (karena : tidak ada mekanisme pengawasan dari pemerintah (dalam hal ini adalah KPPU) terhadap serbuan produk impor ilegal di E-commerce yang mematikan industri dalam negeri & tidak ada mekanisme perlindungan terhadap eksistensi rantai distribusi melalui penetapan harga jual terendah di E-commerce dengan memperhitungkan eksistensi rantai distribusi, sehingga para pedagang di E-commerce bisa banting harga semurah-murahnya di mana harga yang terlalu murah tersebut otomatis akan memutus rantai distribusi).

2. Distribusi uang yang tidak merata (karena : tidak ada proteksi terhadap segmen pedagang lemah (berupa regulasi atas harga jual terendah, larangan promo diskon, kewajiban biaya ongkir, batasan biaya admin, batasan endorse iklan, dll), sehingga segmen pedagang lemah harus bersaing secara bebas & tidak seimbang dengan segmen pedagang kuat, yang akhirnya cenderung menyingkirkan segmen pedagang lemah).

3. Peredaran uang tidak berada di daerah lokal (karena : tidak ada regulasi atas algoritma pencarian produk di E-commerce supaya mengutamakan agar konsumen berbelanja di daerahnya sendiri, sementara di hari ini, algoritma pencarian produk di E-commerce cenderung merujuk ke daerah-daerah lain dengan penjualan terbanyak atau harga termurah, khususnya di pulau Jawa).

4. Peredaran uang tidak berada di dalam negeri (karena : tidak ada aturan yang mewajibkan supaya aplikasi-aplikasi E-commerce berasal dari dalam negeri, sementara di hari ini, mayoritas aplikasi-aplikasi E-commerce berasal dari luar negeri & uang hasil usahanya cenderung tersimpan ke luar negeri).


Ke depan, E-commerce perlu berjalan dengan memenuhi 4 parameter tersebut (penyediaan lapangan kerja, pemerataan distribusi uang, peredaran uang perlu di daerah lokal, peredaran uang perlu di dalam negeri), supaya membuat ekonomi menjadi sehat. Dan ini membutuhkan intervensi pemerintah untuk Meregulasi E-commerce supaya E-commerce mampu berjalan dengan memenuhi 4 parameter tersebut & menyehatkan perekonomian nasional.


Selain itu, ada masalah lingkungan yang serius yang dihasilkan oleh perdagangan E-commerce, yaitu sampah bungkusan paket, di mana kalau pemerintah tidak menyadari hal ini, maka ke depan akan menjadi bencana lingkungan yang serius. Oleh karena itu, selain pemerintah perlu menangani dampak ekonomi yang timbul dari perdagangan E-commerce, pemerintah juga perlu menangani dampak lingkungannya. Namun di artikel ini tidak membahas secara mendalam mengenai dampak lingkungan dari perdagangan E-commerce karena fokusnya hanya ke dampak ekonomi saja.

Adapun contoh cara Meregulasi E-commerce bisa dilihat sebagai berikut :


Penutup

Selama ini, laporan-laporan ekonomi selalu menunjukkan kesan bahwa agregat nilai ekonomi makro terlihat semakin bertumbuh, tapi pertumbuhan nilai ekonomi makro tersebut tidak merata & tidak dirasakan oleh masyarakat luas, karena belanja konsumen hanya cenderung mengalir ke segmen pedagang kuat di level atas rantai distribusi (pabrik - grosir - importir - affiliate) melalui E-commerce, sementara segmen pedagang lemah di level bawah rantai distribusi (eceran - offline, apalagi yang berada di daerah luar pulau Jawa) hanya mendapat bagian yang sangat sedikit.


Faktor terbesar yang menyebabkan kehancuran ekonomi di hari ini adalah E-commerce, namun hal ini belum disadari oleh banyak orang, bukan hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia.


Musuh terbesar adalah musuh yang tidak disadari, karena membuat kita menjadi tidak waspada & mengambil langkah antisipasi untuk mencegah dampak bahayanya. Dan itulah yang terjadi pada E-commerce di hari ini, sebab banyak orang yang tidak menyadari akan dampak bahaya yang dihasilkan oleh E-commerce kalau berjalan secara ugal-ugalan tanpa regulasi, padahal E-commerce inilah faktor terbesar atas keruntuhan ekonomi di hari ini.


Menyadari dampak bahaya dari E-commerce adalah sangat penting, supaya ke depan kita bisa menjadi waspada & melakukan langkah antisipasi untuk mencegah dampak bahayanya. Untuk itulah sudah merupakan tugas kita yang sudah menyadari akan dampak bahaya E-commerce ini untuk menyuarakan masalah ini kepada semua orang, bukan hanya di Indonesia tapi juga ke seluruh dunia.


Ekonomi punya 2 sisi yang perlu berjalan seimbang, dengan rumus kekal ekonomi : Pendapatan (ketersediaan lapangan kerja) >= Pengeluaran (belanja). Sisi pendapatan (ketersediaan lapangan kerja) wajib senantiasa lebih besar daripada sisi pengeluaran (belanja), ini hukum kekal ekonomi yang tidak akan berubah hingga kiamat. Di kondisi ketiadaan sisi pendapatan (akibat ketiadaan lapangan kerja), maka tidak mungkin ada sisi pengeluaran (meski produk semurah apapun tidak akan mampu dibeli akibat tidak adanya pendapatan dari ketiadaan lapangan kerja).


Sementara di era perkembangan inovasi teknologi hari ini, punya kecenderungan melakukan efisiensi yang mengurangi ketersediaan lapangan kerja, sehingga terjadi kontradiksi yang melawan rumus tersebut (Pendapatan >= Pengeluaran), dan ke depan hal ini bisa menjadi masalah besar akibat ketiadaan lapangan kerja.


Terjadinya ketidakseimbangan antara sisi pendapatan & sisi pengeluaran bukan sekedar hitung-hitungan teori ekonomi di atas kertas, tapi menyangkut langsung dengan kehidupan sosial di masyarakat, di mana akan terjadi bencana sosial yang dahsyat (seperti pengangguran massal, kelaparan, keruntuhan populasi karena takut menikah, perceraian rumah tangga, terlilit utang, bunuh diri, peningkatan kasus gangguan jiwa, peningkatan kasus kriminal, dll).


Untuk itulah sebelum terjadi bencana sosial tersebut, kita perlu menyadari sedini mungkin akan pentingnya menjaga keseimbangan antara sisi pendapatan (ketersediaan lapangan kerja) & sisi pengeluaran (belanja), supaya dari kesadaran tersebut maka kita mampu mengambil langkah antisipasi & mitigasi sehingga terhindar dari bencana sosial yang dahsyat tersebut.


Oleh karena itu, mau di kondisi perkembangan inovasi teknologi apapun, tetap kita perlu menjaga keseimbangan antara sisi pendapatan & sisi pengeluaran. Pemerintah perlu berhati-hati dalam memperbolehkan penerapan inovasi teknologi ke masyarakat & perlu senantiasa melakukan rekayasa ekonomi (economy engineering) demi menjaga ketersediaan lapangan kerja meski di kondisi perkembangan inovasi teknologi apapun, supaya menjaga keseimbangan antara sisi pendapatan & sisi pengeluaran, sehingga bisa menjaga kondusifitas kehidupan sosial di masyarakat.


Perlu ada regulasi untuk membatasi penggunaan Robot-AI & mewajibkan setiap usaha menggunakan tenaga kerja manusia meski di kondisi disrupsi Robot-AI di masa depan, supaya manusia tetap bisa memperoleh pendapatan uang & melakukan aktivitas belanja demi memenuhi kebutuhan hidupnya.



Dan perlu ada regulasi untuk menjaga eksistensi rantai distribusi meski di kondisi kemajuan jaman apapun di masa depan, karena rantai distribusi berfungsi menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Mustahil ratusan juta masyarakat Indonesia beralih profesi menjadi produsen semuanya, tapi hanya sebagian kecil yang mampu berprofesi menjadi produsen sementara sisa sebagian besar yang lain hanya mampu bergerak di rantai distribusi. Memutus rantai distribusi dengan alasan kemajuan jaman, akan menyebabkan hilangnya lapangan kerja & menimbulkan bencana sosial yang dahsyat, sehingga kemajuan jaman akan berubah menjadi bencana kemanusiaan.


Ilmu ekonomi selama ini hanya mengajarkan soal ekonomi makro-mikro (ekonomi kapital), tapi tidak mengajarkan soal ekonomi kemasyarakatan (ekonomi sosial), sehingga wajar para lulusan-lulusan ekonom tidak napak tanah sebab hanya paham ekonomi dari kacamata kapital (nilai uang), bukan dari kacamata sosial (hajat hidup masyarakat luas).


Ilmu ekonomi mengenai "pentingnya menjaga sisi Pendapatan (ketersediaan lapangan kerja) >= sisi Pengeluaran (belanja)", "pentingnya menjaga batasan penggunaan Robot-AI demi menyediakan lapangan kerja bagi manusia", "pentingnya menjaga eksistensi rantai distribusi supaya mampu menyediakan lapangan kerja bagi manusia", ini semua merupakan kategori ilmu ekonomi sosial yang terabaikan di ilmu ekonomi kapital.


Padahal ekonomi bukan berdiri sendiri, tapi menyatu dengan kehidupan masyarakat. Ekonomi bukan sekedar hitungan angka-angka di atas kertas, tapi menyangkut langsung dengan keseharian kehidupan masyarakat, mulai dari bangun tidur di pagi hari hingga kembali tidur di malam hari. Memisahkan ilmu ekonomi dengan hajat hidup masyarakat luas, maka hasilnya adalah bencana sosial. Oleh karena itu, ilmu ekonomi perlu menyatu dengan hajat hidup masyarakat luas. Dan di sini, ilmu ekonomi yang benar adalah ilmu ekonomi sosial, bukan ilmu ekonomi kapital.


Ilmu ekonomi sosial menghargai kebebasan, namun perlu dalam kerangka kemasyarakatan (mendahulukan kebaikan hajat hidup masyarakat luas dibanding kebebasan individu).(*)

×
Berita Terbaru Update