Notification

×

Iklan

Iklan

Fatwa tentang Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syari’ah

Selasa, 14 Oktober 2025 | Oktober 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-14T12:32:45Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Helda Septi Ihsani (Foto/dok. pribadi)

Hak Asasi Manusia, atau sering kita sebut dengan HAM merupakan seperangkat hak dasar yang dimiliki dan dibawa oleh manusia sejak lahir yang melekat pada hakikat dan esensi manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak ini bersifat kodrati, universal, dan tidak dapat dicabut, serta wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum (baik hukum nasional maupun internasional), pemerintah, dan setiap individu demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.


Dalam perspektif syari’ah, islam tidak memandang Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai hak individu belaka, melainkan sebagai hak dasar yang diberikan langsung oleh Allah SWT. kepada setiap manusia. Lebih dari itu tujuannya adalah memanusiakan manusia agar tercipta kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Dalam islam pun, HAM diimbangi dengan kewajiban asasi serta memiliki batas-batas yang sesuai dengan prinsip Syari’ah, agar kebebasan yang diberikan tidak mutlak tanpa tanggung jawab. Berbeda dengan standar HAM versi internasional dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR), yang diinterpretasikan secara sekuler tanpa mempertimbangkan nilai-nilai religius.  


Seperti yang kita tahu, di Indonesia saat ini masih banyak terjadi pelanggaran HAM baik antar kelompok masyarakat, bahkan oleh pemerintah seperti kekerasan aparat (terutama terkait hak sipil dan politik), serta konflik agraria yang dipandang sebagai tindakan merusak kemaslahatan publik yang secara tegas jelas dilarang oleh Syari’at. 


Islam sebagai agama yang memiliki nilai-nilai yang universal dan komprehensif sangat menjunjung tinggi kemanusiaan serta hak-haknya baik secara personal maupun komunal. HAM dalam Syari’ah islam bersumber dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. yang sifatnya Teosentris, dimana dalam hal ini dapat kita lihat bagaimana cara Allah SWT. memuliakan manusia melalui firman-Nya dalam QS. Al-Isra’ ayat 70: 

“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra’ [17]: 70)


Selain firman Allah SWT., Nabi Muhammad SAW. juga menegaskan tentang kesetaraan dan tidak boleh ada diskriminasi antar sesama manusia, yang disampaikan melalui khutbah pada hari tasyriq. Dalam khutbah tersebut beliau menyampaikan:

“Wahai sekalian manusia! Tuhan kalian satu, dan bapak kalian satu. Ingat! orang Arab tidak lebih mulia dibanding orang non-Arab, dan orang non-Arab tidak lebih mulia atas orang Arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, dan tidak ada kelebihan bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan". (HR. Imam Ahmad)


Prinsip HAM dalam islam menjadi tujuan utama dari syari’at islam (maqashid al-Syari’ah) yang terangkum dalam Al-Dharuriyat Al-Khamsa (lima kebutuhan pokok yang harus dijaga dan dilindungi), yang terdiri atas:


1. Hifdzu Al-Din, melindungi dan menghormati kebebasan beragama. Negara melindungi dan memberikan jaminan bagi siapa saja untuk mempertahankan keyakinan dan kepercayaan mereka dalam beribadah, serta tidak boleh ada paksaan dalam memeluk suatu agama. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 256:

”Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama.”


2. Hifdzu Al-Nafs, melindungi dan menjaga jiwa serta hak hidup setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang selayaknya serta melarang pembunuhan atau bunuh diri. Dalam hal ini, islam menuntut terciptanya keadilan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar, lapangan pekerjaan, keamanan, dan kebebasan dari penindasan.


3. Hifdzu Al-Aql, menjamin kebebasan berpikir dan berpendapat serta menjaga akal dari zat-zat yang dilarang dalam islam karena membahayakan dan merusak akal sehat seperti mengonsumsi khamer, narkoba, minuman beralkohol yang memabukkan, dan lain-lain. 


4. Hifdzu al-Nasl, melindungi dan menjaga keturunan. Dimana dalam hal ini, islam melarang perzinahan, seks bebas, LGBT, dan lain sebagainya. 


5. Hifdzu Al-Mal, perlindungan terhadap hak kepemilikan harta dan larangan atas praktik ekonomi yang merugikan seperti pencurian, korupsi, riba, monopoli, dan sejenisnya. Islam mengharuskan mencari harta yang halal dengan cara yang dibenarkan syari’at, sekaligus menjamin hak orang miskin dalam harta tersebut (melalui zakat dan sedekah). 


Sejalan dengan kelima prinsip kebutuhan asasi diatas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai HAM ini dalam Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia Nomor: 6/Munas VI/MUI/2000. Dalam perspektif syari’ah pelaksanaan HAM ini sangat terikat pada prinsip-prinsip islam yang mengutamakan keadilan, keseimbangan hak dan kewajiban, kemaslahatan universal, serta tidak adanya diskriminasi terhadap hak-hak setiap umat.[]


Penulis :

Helda Septi Ihsani, Mahasiswi Ekonomi Syari’ah Universitas Pamulang

×
Berita Terbaru Update