Notification

×

Iklan

Iklan

Riba dalam Islam: Larangan Mutlak dan Hikmah di Baliknya

Minggu, 19 Oktober 2025 | Oktober 19, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-19T02:32:02Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik


Dalam disiplin ilmu Fiqh Muamalah, riba merupakan salah satu topik sentral yang mendapat perhatian sangat serius. Secara bahasa, riba berarti tambahan (aziydah). Secara istilah, riba didefinisikan sebagai pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam, yang dilakukan secara batil (tidak sesuai syariat).

 

Larangan riba dalam Islam bersifat tegas dan bertahap. Al-Qur'an secara jelas mengharamkannya, sebagaimana dalam firman-Nya, "...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." (QS. Al-Baqarah: 275). Larangan ini juga ditegaskan dalam banyak hadis Nabi Muhammad SAW, yang menyamakan dosa memakan riba seperti menikahi ibu kandung sendiri (HR. Bukhari).

 

Jenis-Jenis Riba

 

Secara umum, ulama mengklasifikasikan riba menjadi dua jenis utama:

 

1. Riba Nasi'ah: Riba yang terjadi karena adanya penangguhan waktu dalam pembayaran. Tambahan dikenakan sebagai kompensasi atas penundaan tersebut. Contoh: Si A meminjam uang Rp 1 juta kepada Si B dengan janji akan mengembalikan Rp 1,2 juta dalam waktu satu tahun. Tambahan Rp 200 ribu inilah yang termasuk riba nasi'ah.

 

2. Riba Fadhl: Riba yang terjadi dalam transaksi pertukaran barang sejenis, tetapi dengan kuantitas (takaran atau timbangan) yang berbeda. Riba jenis ini berlaku pada barang-barang ribawi yang telah ditetapkan dalam hadis (seperti emas, perak, gandum, kurma, dan garam). Contoh: Menukar 1 gram emas 24 karat dengan 1,1 gram emas 24 karat secara tunai. Meskipun tunai, adanya kelebihan inilah yang dilarang.

 

Hikmah Dilarangnya Riba

 

Larangan riba bukanlah bentuk pembatasan dalam berekonomi, melainkan untuk mewujudkan keadilan dan kemaslahatan umat. Beberapa hikmah di balik pelarangan riba antara lain:

 

1. Menghindari Eksploitasi dan Ketidakadilan: Riba memungkinkan pihak kaya mengeksploitasi pihak yang membutuhkan, sehingga memperlebar kesenjangan sosial.

 

2. Mendorong Aktivitas Ekonomi Produktif: Islam mendorong transaksi yang adil seperti jual-beli, sewa, dan bagi hasil (mudharabah/musyarakah). Skema ini mendorong perputaran uang dalam investasi yang riil dan produktif, bukan hanya memutar uang di sektor finansial.

 

3. Memupuk Solidaritas Sosial: Dengan dihapuskannya riba, semangat tolong-menolong dalam kebaikan dan tanggung jawab sosial akan lebih tumbuh dibandingkan semangat mencari keuntungan sepihak.

 

4. Membersihkan Harta dan Jiwa: Riba dianggap mengikis keberkahan harta dan merusak jiwa pelakunya dengan sifat rakus dan tidak peduli.

 

Jadi, Riba merupakan praktik yang diharamkan secara mutlak dalam Islam karena mengandung unsur kezhaliman dan merusak tatanan ekonomi masyarakat. Fiqh Muamalah menawarkan alternatif sistem ekonomi yang berkeadilan melalui akad-akad yang sah dan saling menguntungkan, seperti jual beli, sewa, dan bagi hasil. Pemahaman yang mendalam tentang riba menjadi landasan bagi umat Islam untuk menjalankan aktivitas ekonominya secara halal dan berkah.[]

 

Pengirim :

Safira Aulia Rahma, mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah Universitas Pamulang, email : safirarahma215@gmail.com

×
Berita Terbaru Update