TamiangNews.com, MELBOURNE - Seorang pakar kesejahteraan hewan mengatakan, Australia bisa melanggar undang-undang perdagangan dunia dengan mencoba untuk mengontrol ekspor ternak hidup melalui ESCAS (Sistem Jaminan Rantai Pasokan Eksportir Australia).
Beroperasi sejak 2011, ESCAS melihat para eksportir ternak hidup bertanggung jawab menjaga standar kesejahteraan hewan di seluruh rantai pasokan. Pertanyaan tentang legitimasi ESCAS muncul setelah video yang berisi dugaan penganiayaan sapi Australia di rumah potong hewan Vietnam beredar.
Industri ternak Australia dengan cepat mengutuk kekerasan itu tapi Clive Phillips, dari Pusat Kesejahteraan dan Etika Hewan di Universitas Queensland mengatakan mengendalikan ternak hidup di negara lain adalah sebuah tantangan.
"Upaya Australia memaksakan persyaratan melalui ESCAS mungkin bertentangan dengan arahan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Mereka bahkan bukan sapi Australia ketika mereka berada di rumah jagal luar negeri. Mereka telah menyembelih sapi dengan cara ini untuk waktu yang lama. Bagi mereka, itu tradisi dan mereka tak mengerti mengapa mereka harus berhenti,” ujar Clive Phillips dari Pusat Kesejahteraan dan Etika Hewan, Universitas Queensland.
"Jadi sangat sulit bagi Australia mencoba dan memaksakan persyaratan di negara yang memiliki budaya yang sama sekali berbeda," imbuhnya.
Profesor Clive mengatakan, para pebisnis Vietnam mencetak keuntungan yang tinggi dengan menjual sapi Australia ke negara-negara lain, dengan beberapa sapi akhirnya tiba di Cina. Ia menyebut, salah satu pendorong di balik celah yang muncul di pasar ekspor ternak hidup Vietnam adalah pengembangan dan pertumbuhan ekonomi yang cepat di Vietnam.
Profesor Clive mengatakan, ada penekanan budaya yang kuat untuk membangun kekayaan. "Juga perdagangan [ternak hidup Vietnam] ini telah tumbuh dari nol menjadi sangat signifikan -dan tak jauh dari pasar Indonesia - dalam jangka waktu hanya tiga tahun," kemukanya.
Profesor Clive mengatakan, sementara isu kesejahteraan hewan di Vietnam menjadi berita besar di Australia, mereka tak mungkin menjadi prioritas bagi kebanyakan orang Vietnam.
"Kami sudah mengamati budaya mereka dan orang-orang yang terlibat jauh lebih fokus pada mencetak untung. Mereka telah menyembelih ternak dengan cara ini untuk waktu yang lama. Bagi mereka, ini adalah tradisi dan mereka tak melihat mengapa mereka harus berhenti," kemukanya.
Profesor Clive mengatakan, Brasil, eksportir ternak hidup terbesar kedua di dunia (setelah Australia), mengalami masalah kesejahteraan hewan secara berbeda. "Di Australia, kami memiliki orang-orang yang siap untuk mengekspos masalah kesejahteraan hewan di pasar tujuan. Mereka tak memiliki kondisi yang sama di Brasil," ungkapnya. [] sumber : Republika
Beroperasi sejak 2011, ESCAS melihat para eksportir ternak hidup bertanggung jawab menjaga standar kesejahteraan hewan di seluruh rantai pasokan. Pertanyaan tentang legitimasi ESCAS muncul setelah video yang berisi dugaan penganiayaan sapi Australia di rumah potong hewan Vietnam beredar.
Industri ternak Australia dengan cepat mengutuk kekerasan itu tapi Clive Phillips, dari Pusat Kesejahteraan dan Etika Hewan di Universitas Queensland mengatakan mengendalikan ternak hidup di negara lain adalah sebuah tantangan.
"Upaya Australia memaksakan persyaratan melalui ESCAS mungkin bertentangan dengan arahan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Mereka bahkan bukan sapi Australia ketika mereka berada di rumah jagal luar negeri. Mereka telah menyembelih sapi dengan cara ini untuk waktu yang lama. Bagi mereka, itu tradisi dan mereka tak mengerti mengapa mereka harus berhenti,” ujar Clive Phillips dari Pusat Kesejahteraan dan Etika Hewan, Universitas Queensland.
"Jadi sangat sulit bagi Australia mencoba dan memaksakan persyaratan di negara yang memiliki budaya yang sama sekali berbeda," imbuhnya.
Profesor Clive mengatakan, para pebisnis Vietnam mencetak keuntungan yang tinggi dengan menjual sapi Australia ke negara-negara lain, dengan beberapa sapi akhirnya tiba di Cina. Ia menyebut, salah satu pendorong di balik celah yang muncul di pasar ekspor ternak hidup Vietnam adalah pengembangan dan pertumbuhan ekonomi yang cepat di Vietnam.
Profesor Clive mengatakan, ada penekanan budaya yang kuat untuk membangun kekayaan. "Juga perdagangan [ternak hidup Vietnam] ini telah tumbuh dari nol menjadi sangat signifikan -dan tak jauh dari pasar Indonesia - dalam jangka waktu hanya tiga tahun," kemukanya.
Profesor Clive mengatakan, sementara isu kesejahteraan hewan di Vietnam menjadi berita besar di Australia, mereka tak mungkin menjadi prioritas bagi kebanyakan orang Vietnam.
"Kami sudah mengamati budaya mereka dan orang-orang yang terlibat jauh lebih fokus pada mencetak untung. Mereka telah menyembelih ternak dengan cara ini untuk waktu yang lama. Bagi mereka, ini adalah tradisi dan mereka tak melihat mengapa mereka harus berhenti," kemukanya.
Profesor Clive mengatakan, Brasil, eksportir ternak hidup terbesar kedua di dunia (setelah Australia), mengalami masalah kesejahteraan hewan secara berbeda. "Di Australia, kami memiliki orang-orang yang siap untuk mengekspos masalah kesejahteraan hewan di pasar tujuan. Mereka tak memiliki kondisi yang sama di Brasil," ungkapnya. [] sumber : Republika