Notification

×

Iklan

Iklan

Memotivasi! Shalwa Seorang Mahasiswi yang Mengenalkan Budaya Indonesia ke Sekolah di Taiwan

Selasa, 12 Maret 2024 | Maret 12, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-12T14:32:51Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Shalwa Seorang Mahasiswi yang Mengenalkan Budaya Indonesia ke Sekolah di Taiwan. (Foto : IST)

Shalwa Syahrika Zachra adalah mahasiswi yang bersemangat dalam mencari pengalaman dan menyukai budaya Indonesia. Berasal dari Depok, Indonesia, kini ia sedang mengejar gelar dalam program studi Manajemen Rekod dan Arsip di Universitas Indonesia. Kegiatan akademiknya tidak hanya terbatas pada lingkup kampus, tetapi juga meluas ke arena relawan.


Berawal dari semangatnya dalam mencari pengalaman baru dan kecintaannya pada budaya Indonesia, ia berpartisipasi dalam AIESEC Global Volunteer Winter Project ke Taiwan yang dinaungi oleh local committee National Cheng Kung University. Dalam kegiatan tersebut ia membuat projek untuk mengenalkan Indonesia pada anak sekolah di Taiwan. Hal ini menjadi suatu hal yang sangat membanggakan dan memotivasi terutama untuk para anak muda jaman sekarang yang akan menjadi penerus bangsa untuk terus menyebarkan dan mengenalkan budaya Indonesia hingga ke luar negeri.


Awal Mula Mengikuti Volunteer


Pada awalnya Shalwa melihat postingan yang di post AIESEC UI tentang Global Volunteer, dari situ ia tertarik untuk mengakses situsnya dan termotivasi untuk mendaftar. Hal yang memotivasi Shalwa untuk mengikuti proyek ini adalah ia ingin menambah pengalaman dan mencoba tantangan baru untuk dirinya sendiri. Terlebih menurut Shalwa proyek GV ini juga dapat membantu mengasah kemampuan berbicara bahasa Inggris. Adapun benefit yang diberikan AIESEC UI dan NCKU dalam menanggung akomodasi, makan, transportasi juga menjadi alasan Shalwa tertarik untuk mendaftar program ini.


Pengalaman Selama Mengikuti Volunteer


Melalui proyek ini Shalwa mendapatkan banyak pengalaman baru yang berharga. Dimulai dengan bertemu teman-teman internasional dari berbagai negara baru dan mengadakan Incoming Preparation Seminar (IPS), “Dalam IPS ini kami merancang rencana kerja berdasarkan kurikulum dari sekolah tempat kami melakukan volunteer, membahas tentang cara efektif dalam mengajar dan juga mencari solusi terhadap situasi-situasi yang mungkin akan kami hadapi pada saat peserta sudah dikirim ke tempat volunteer” ucap Shalwa. Sesi ini membantu banyak untuk kegiatan volunteer yang dilakukannya selama di sekolah karena para volunteer sudah menyusun rencana dari sebelumnya dan sesi ini lah yang pertama kali membuat volunteer lainnya dan juga pengurus AIESEC dari local committee menjadi lebih dekat.


Setelah IPS, Shalwa dikirim ke Nanhua Elementary School tempat ia melakukan volunteer. Disini ia memulai pengalaman baru, yaitu mengajar murid-murid di Taiwan bahasa inggris dan memperkenalkan mereka terhadap Indonesia. Pada hari pertama Shalwa sengaja memakai kain batik untuk memperkenalkan pakaian tradisional Indonesia selagi ia memperkenalkan diri untuk pertama kalinya.  Dalam kegiatan volunteer tersebut, Shalwa memperkenalkan makanan khas Indonesia, tari tradisional Indonesia, obyek wisata terkenal di Indonesia, keindahan alam Indonesia, permainan tradisional Indonesia, dan beberapa percakapan sehari-hari dalam bahasa Indonesia. Ia mendengar dari guru wali kelas yang menyampaikan kepadanya, bahwa topik yang paling berkesan bagi para murid adalah tari tradisional Indonesia. Shalwa memperkenalkan tari saman kepada murid-murid di taiwan dan juga mengajarkan mereka sedikit gerakannya. Menurut mereka tari ini cukup menarik karena melihat gerakan dari tari saman ini membutuhkan kecepatan dan keseimbangan, terlebih lagi tari saman ini merupakan hal yang sangat baru bagi mereka karena tidak seperti tari lain, kita tidak perlu banyak berpindah tempat. Selain mengajar, Shalwa juga merasa mendapat kolega yang baik yaitu sesama guru di Nanhua Elementary School.


Pada awalnya ia merasa kebingungan untuk bergaul dengan guru lainnya, tetapi saat jam makan siang ternyata mereka dapat menjadi lebih dekat karena memiliki kesempatan untuk bicara lebih banyak dengan satu sama lain. “Yang saya suka dari proyek ini, kita bukan hanya mendapatkan pengalaman mengajar, melainkan pengalaman bertemu teman-teman baru dari berbagai macam latar belakang. Pada hari pekan, saya dan teman-teman AIESEC Global Volunteer selalu menghabiskan waktu di luar bersama, mengeksplor banyak tempat baru, dan mencoba makanan baru” ucap Shalwa.


Tentunya banyak tantangan yang terjadi selama proyek ini berlangsung, seperti keterbatasan Bahasa, tetapi ia merasa bahwa keterbatasan bahasa sebetulnya masalah besar yang harus dihadapi karena untuk membangun relasi memerlukan pendekatan, dan hal itu tidak akan berhasil dalam sesaat. Google translate dan bahasa tubuh mungkin berhasil dalam komunikasi singkat seperti menanyakan jalan atau memesan makanan. Namun membangun relasi tidak bisa menggunakan itu semua, ia memiliki kesulitan untuk bergaul dengan guru-guru di tempat volunteer karena diantaranya umur mereka sudah tidak muda dan sedikit dari guru-guru disana yang dapat lancar berbahasa Inggris, dari sekian banyak hanya ada sekitar 3-5 orang saja. Sehingga tidak pernah ada percakapan yang dapat membuatnya bisa berbaur dengan guru-guru yang lainnya.


Shalwa menyadari bahwa keterbatasan bahasa memang tidak dapat dihindari atau dipaksakan untuk bisa mengerti, tetapi hal yang dilakukan Shalwa sampai akhirnya ia bisa akur dengan para guru di sana adalah dengan mempelajari budaya dan kebiasaan mereka. Untuk dapat berkomunikasi dengan mereka ia tidak berbicara dengan bahasa inggris yang lancar, tapi ia mencoba untuk berbicara menggunakan Bahasa inggris secara umum agar mudah dimengerti. Sehingga mereka bisa sedikit memahami apa yang dibicarakan. Sebagai seorang muslim ia juga mengalami kesulitan dalam mencari makanan halal, karena mayoritas di Taiwan memakan makanan yang tidak dapat dikonsumsi oleh umat muslim. Namun local committee yang menanganinya tentu sudah menyiapkan makanan yang dapat dimakan dan tidak mengandung bahan non halal, jika sedang makan di luar juga mereka akan membantu untuk menanyakan kepada penjual apakah makanan tersebut mengandung babi atau tidak sehingga masalah ini bukan hal besar.


Perasaan Selama Menjadi Volunteer


Perasaan Shalwa setelah dapat menyebarkan budaya Indonesia kepada murid, teman, dan koleganya di Taiwan yaitu senang dan bangga. Tidak jarang dari mereka yang belum mendengar negara Indonesia. “Saya rasa melalui proyek ini, sudah cukup memberikan mereka pengetahuan budaya dan hal baik yang dapat mereka ingat dari Indonesia. Banyak dari mereka yang semakin tertarik untuk berkunjung ke Indonesia melihat pesona alam yang indah yang saya perkenalkan kepada mereka. Bukan hanya itu, mereka juga penasaran bagaimana rasanya makanan tradisional Indonesia. Menyaksikan itu semua dalam 30 hari saya mengajar, rasanya waktu yang tersita selama saya disini terbayarkan melihat mereka lebih tertarik kepada Indonesia” ucap Shalwa.


Kesan, Pesan dan Harapan


Dalam wawancara ini Shalwa membagikan kesan, pesan, dan harapannya setelah mengikuti kegiatan volunteer ini. “Kesannya saya dapat menggambarkan proyek ini dalam satu kalimat “another level of traveling.” Saya mungkin tidak bisa mendapatkan pengalaman langka ini jika saya hanya traveling biasa, tapi untuk melakukannya lewat proyek Global Volunteer AIESEC saya bisa merasakan bagaimana mengajar murid-murid di Taiwan, mendapatkan banyak teman internasional, dan berinteraksi dengan warga lokal. Pesan dan harapan saya, jangan takut untuk membuka pengalaman baru. Pengalaman baru juga sama artinya dengan tantangan baru, namun hanya lewat tantangan itulah tentunya kamu dapat mengembangkan skill dari aspek manapun. Proyek ini membantu saya menemukan kelebihan dari diri saya. Saya harap kedepannya semakin banyak yang sadar bahwa tidak salahnya mencoba. Kamu bisa mencoba juga lewat Global Volunteer AIESEC” Ucap Shalwa.[]


Pengirim : 

Najla Aulia Anchar, Mahasiswi Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB, email : najlaanchar@gmail.com

×
Berita Terbaru Update