Notification

×

Iklan

Iklan

Agama sebagai Kompas Perkembangan Sains

Selasa, 13 Mei 2025 | Mei 13, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-13T01:06:15Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi (IA)

Perkembangan sains dan teknologi telah membawa dampak yang signifikan hingga memanjakan manusia dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya. Namun, hal ini juga membawa tantangan etis dan moral jika sains berdiri sendiri tanpa arah. Kemajuan ilmu yang tidak dilandasi oleh prinsip moral dapat berpotensi menimbulkan dampak negatif, seperti eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan atau penyalah gunaan teknologi yang dapat membahayakan umat manusia.

 

Di sinilah agama berperan penting dalam membentuk pemahaman mengenai dunia serta nilai-nilai moral dan spiritual agar tetap berada dalam jalur kebaikan dan kemanusiaan. Agama mengarahkan manusia kepada jalan yang baik dan benar serta juga menjadi pembatas manusia ketika ingin berbuat keburukan (Saifuddin, 2008).

 

Agama dapat memberikan nilai-nilai spiritual dan etika yang penting dalam mengembangkan teknologi. Nilai-nilai seperti keadilan, kasih sayang dan kepedulian terhadap lingkungan dapat menjadi batasan sekaligus arah dalam mengembangkan teknologi yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan. Tanpa kontrol moral, kemajuan teknologi bisa menciptakan krisis identitas, dalam hal ini agama hadir untuk membentuk karakter pengguna teknologi agar memiliki tanggung jawab sosial, dan empati. Sebagai agama yang menanamkan ajaran moral serta etika, Islam memainkan peran penting dalam membentuk nilai-nilai masyarakat yang beradab dan bermartabat (Asmuni, 2017).

 

Islam mengajarkan pentingnya ilmu pengetahuan dan mendorong umatnya untuk memahami serta mengeksplorasi alam semesta. Wahyu pertama dalam Al-Qur'an, yang dimulai dengan perintah Iqra atau "Bacalah," menegaskan dorongan untuk mencari ilmu dan merenungkan ciptaan Allah SWT. Adanya transformasi dalam kehidupan manusia di bidang teknologi diharapkan dapat memperhatikan seluruh tatanan sosial masyarakat dalam hal koeksistensi guna mewujudkan kemajuan dan kepentingan umum.

 

Sains sejatinya bersifat netral. Ia hanyalah alat yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, baik maupun buruk. Dalam Islam, penggunaan ilmu pengetahuan bahkan dianggap sebagai bentuk ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar dan memberikan manfaat bagi umat manusia.

 

Sejak masa kejayaan peradaban Islam, para ilmuwan Muslim seperti Al-Khwarizmi, Ibnu Sina, dan Al-Razi telah berkontribusi besar dalam berbagai bidang ilmu, termasuk matematika, kedokteran, dan astronomi. Hal ini mencerminkan bahwa dalam Islam, ilmu pengetahuan dan agama saling mendukung, di mana ilmu dipandang sebagai sarana untuk memahami ciptaan Allah (Sya’rani, 2017). Sikap ini membuktikan bahwa sains dan agama dapat berjalan berdampingan.

 

Di tengah tantangan global akibat teknologi, kolaborasi antara agama dan sains menjadi semakin relevan. Agama bisa menjadi suara hati nurani yang mengingatkan umat manusia agar tidak terjebak dalam eksploitasi alam dan hal- hal yang berkaitan dengan kerusakan, sementara sains menyediakan alat dan solusi yang dapat digunakan secara bijak

 

Oleh karena itu, sains dan agama tidak perlu dipertentangkan. Agama berperan sebagai kompas yang menjaga arah dan etika dalam perkembangan sains. Penggunaan sains yang didasarkan pada nilai-nilai agama akan menghasilkan kemajuan yang tidak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga bermartabat secara spiritual dan berkelanjutan.  Artinya, sains bukan hanya boleh, tetapi juga dianjurkan, asalkan digunakan untuk tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur agama. Dengan adanya harmonisasi ini ilmu tidak hanya digunakan untuk ekpolasi alam semesta, tetapi juga diarahkan untuk kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.[]

 

Daftar bacaan

 

Asmuni, A. (2017). Kontribusi Islam terhadap Peradaban Barat. Jurnal Tamaddun, 5, 166-183.

Saifuddin, S. (2018). Kajian Agama dan Filsafat tentang Kebenaran. Jurnal Ilmiah Islam Futura7(2), 73-83.

 

Sya’rani, M. (2017). Respon Intelektual Muslim Kontemporer Terhadap Problematika Ilmu Pengetahuan. Fikroh, VI(1), 1–18.

 

Penulis :

Muhammad Rifqi, Mahasiswa UIN K.H Abdurahman Wahid Pekalongan 

×
Berita Terbaru Update