Notification

×

Iklan

Iklan

Fiqih Muamalah dalam Revolusi Ekonomi Syariah 2025

Selasa, 27 Mei 2025 | Mei 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-27T04:28:00Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Salman Al Farisi (Foto/IST)

Indonesia, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, memiliki potensi besar dalam mengembangkan ekonomi syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi nasional. Pada tahun 2025, ekonomi syariah di Indonesia menghadapi berbagai tantangan sekaligus peluang yang sangat strategis. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 mencapai 4,87% secara tahunan, sedikit menurun dibandingkan periode sebelumnya. Sektor pertanian tumbuh pesat sebesar 10,52%, sementara sektor industri pengolahan masih menjadi penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

 

Meskipun ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang positif, pengembangan ekonomi syariah masih menghadapi sejumlah kendala yang cukup signifikan. Pertama, tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia masih tergolong rendah. Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2024 mencatat bahwa hanya sekitar 9,3% masyarakat yang memahami produk dan prinsip keuangan syariah secara mendalam.

 

Kedua, koordinasi antar lembaga pengelola dana sosial syariah seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf belum optimal. Potensi dana zakat nasional yang mencapai Rp327 triliun per tahun baru terealisasi sekitar Rp30 triliun, kurang dari 10% dari potensi tersebut. Hal ini menunjukkan masih banyak ruang untuk meningkatkan penghimpunan dan penyaluran dana sosial syariah agar dapat lebih efektif memberdayakan masyarakat miskin dan memperkuat sektor riil.

 

Ketiga, regulasi dan inovasi produk keuangan syariah masih perlu disempurnakan. Di tengah perkembangan teknologi finansial (fintech) dan digitalisasi ekonomi, produk-produk keuangan syariah harus mampu beradaptasi tanpa mengabaikan prinsip-prinsip fiqih muamalah yang ketat, seperti larangan riba, gharar (ketidakpastian berlebihan), dan maysir (perjudian).

 

Salah satu peran utama fiqih muamalah adalah mendorong inklusi keuangan syariah. Dengan memahami akad-akad syariah seperti mudharabah (bagi hasil), musyarakah (kerjasama modal), murabahah (jual beli dengan margin keuntungan), dan ijarah (sewa), masyarakat dapat lebih percaya dan tertarik menggunakan produk keuangan syariah. Hal ini sangat penting mengingat masih banyak masyarakat yang belum tersentuh layanan keuangan formal, terutama di daerah terpencil.

 

Fiqih muamalah juga mengatur tata cara penghimpunan dan distribusi zakat, infak, sedekah, dan wakaf secara syariah. Dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, dana sosial ini dapat dialokasikan untuk program-program pemberdayaan ekonomi yang tepat sasaran, seperti pelatihan usaha, modal kerja bagi UMKM, pendidikan, dan kesehatan. Optimalisasi dana sosial syariah ini menjadi instrumen penting dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan umat.

 

Di era digital, fiqih muamalah memberikan kerangka hukum yang fleksibel namun tegas untuk pengembangan produk keuangan syariah berbasis teknologi. Contohnya, fintech syariah yang menawarkan pembiayaan mikro berbasis akad mudharabah dan musyarakah dapat menjangkau pelaku usaha kecil yang selama ini sulit mendapat akses pembiayaan.

 

Prinsip larangan riba, gharar, dan maysir dalam fiqih muamalah membantu membangun sistem ekonomi yang stabil dan berkeadilan. Sistem ini menolak praktik eksploitasi dan spekulasi yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Dengan demikian, ekonomi syariah yang berlandaskan fiqih muamalah mampu menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan.

 

Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi syariah. Sektor halal value chain yang mencakup makanan halal, fashion muslim, pariwisata halal, dan farmasi halal terus berkembang pesat. Laporan State of the Global Islamic Economy 2024 menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan ekosistem halal terbesar di dunia, dengan kontribusi sektor halal mencapai 23% terhadap PDB nasional.

 

Selain itu, aset perbankan syariah terus bertumbuh dan pembiayaan kepada UMKM berbasis syariah menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Pemerintah melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) di berbagai provinsi terus memperkuat regulasi dan infrastruktur pendukung, sehingga ekosistem ekonomi syariah semakin solid.

 

Fiqih muamalah merupakan fondasi utama dalam mengarahkan dan mengembangkan ekonomi syariah Indonesia menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di tahun 2025. Dengan pertumbuhan ekonomi yang masih menjanjikan namun penuh ketidakpastian, penerapan prinsip-prinsip fiqih muamalah dalam pengelolaan transaksi, pembiayaan, dan dana sosial syariah dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional.[]

 

Penulis :

Salman Al Farisi, Mahasiswa Ekonomi Syariah Universitas Pamulang

 

×
Berita Terbaru Update