Notification

×

Iklan

Iklan

Mendisiplinkan Generasi Z: Solusi atau Sengsara Baru di Dunia Pendidikan?

Sabtu, 31 Mei 2025 | Mei 31, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-31T03:36:00Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi

Generasi Z yang lahir antara 1997 hingga 2012, dikenal sebagai generasi digital yang kreatif, tetapi juga menghadapi tantangan besar dalam hal kedisiplinan. Fenomena tawuran pelajar, kecanduan game online, hingga sikap menentang orang tua kini kian marak dan membuat dunia pendidikan mencari solusi efektif. Di Jawa Barat, Gubernur Dedi Mulyadi mengusulkan kebijakan yang kontroversial, yaitu mengirim pelajar bermasalah ke barak militer untuk pelatihan disiplin selama enam bulan. Kebijakan ini memicu pro dan kontra. Apakah pendekatan ini benar-benar menjadi solusi, atau justru menciptakan masalah baru dalam pendidikan?

 

Barak Militer: Disiplin Ketat untuk Gen Z

 

Kebijakan yang sudah diuji coba di Purwakarta ini menargetkan pelajar yang sering terlibat tawuran, bolos sekolah, atau menunjukkan perilaku sulit dikendalikan. Pelajar akan dijemput TNI, menjalani pelatihan ala militer, dan tidak mengikuti sekolah formal selama masa pembinaan, meski status mereka tetap terdaftar sebagai siswa. Menurut Dedi Mulyadi, program ini didukung banyak orang tua dan kepala sekolah karena dianggap memberikan efek jera. Wali Kota Depok, Supian Suri, bahkan menyatakan ketertarikannya untuk menerapkan kebijakan serupa.

 

Namun, pendekatan ini menuai kritik tajam. MAARIF Institute, dalam laporan tahun 2025, menyebutkan bahwa metode militeristik berisiko menimbulkan trauma psikologis pada remaja yang sedang dalam fase pencarian jati diri. Anggota DPR Verrell Bramasta juga mengecam kebijakan ini, terutama karena pernyataan awal Dedi yang menyinggung pelajar dengan “indikasi LGBT” sebagai target pembinaan, yang dianggap diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia. Pendidikan seharusnya inklusif, bukan memaksa disiplin dengan cara yang bisa memicu ketakutan.

 

Mengapa Gen Z Sulit Didisiplinkan?

 

Data dari Kepolisian Daerah Jawa Barat menunjukkan bahwa kasus tawuran pelajar meningkat 15% pada 2024, dengan lebih dari 120 insiden di wilayah tersebut. Generasi Z hidup di era teknologi yang penuh distraksi: media sosial, game online seperti Mobile Legends, dan akses informasi tanpa batas. Namun, faktor lain seperti kurangnya perhatian orang tua yang sibuk bekerja dan kurikulum sekolah yang kurang relevan dengan kebutuhan mereka juga memperburuk situasi. Banyak sekolah masih fokus pada prestasi akademik, sementara pendidikan karakter dan keterampilan hidup sering terabaikan.

 

Penelitian dari Universitas Pendidikan Indonesia (2024) menunjukkan bahwa remaja membutuhkan pendekatan yang memahami emosi dan minat mereka, bukan sekadar hukuman. Gen Z cenderung responsif terhadap lingkungan yang memberi ruang untuk ekspresi diri, seperti kegiatan kreatif atau diskusi terbuka, ketimbang pendekatan otoriter.

 

Alternatif untuk Mendisiplinkan Gen Z

 

Alih-alih mengirim pelajar ke barak militer, ada pendekatan lain yang lebih humanistik dan relevan dengan kebutuhan Gen Z:

 

1. Konseling dan Mentoring: Melibatkan psikolog sekolah atau guru bimbingan konseling untuk membantu pelajar mengelola emosi dan perilaku mereka. Program ini terbukti efektif di beberapa sekolah di Jakarta, dengan penurunan tingkat pelanggaran siswa hingga 20% dalam setahun.

 

2. Ekstrakurikuler Berbasis Minat: Sekolah bisa menawarkan klub seperti esports, seni, atau olahraga bela diri untuk menyalurkan energi pelajar ke arah positif. Contohnya, SMA di Bandung yang membentuk tim esports berhasil mengurangi jumlah siswa yang bolos demi bermain game.

 

3. Pelibatan Orang Tua: Banyak orang tua Gen Z kurang terlibat karena kesibukan. Workshop parenting atau sesi komunikasi keluarga dapat membantu memperkuat hubungan orang tua-anak.

 

4. Kurikulum Merdeka yang Lebih Fleksibel: Kurikulum ini mendorong pembelajaran berbasis proyek, seperti membuat karya sosial atau startup, yang bisa menarik minat Gen Z dan mengajarkan disiplin secara alami.

 

Pendidikan yang Membentuk, Bukan Menakuti

 

Kebijakan barak militer mungkin tampak sebagai solusi cepat untuk mendisiplinkan Generasi Z, tetapi risikonya tidak bisa diabaikan. Pendekatan yang terlalu keras dapat memicu trauma, rasa tertekan, atau bahkan pemberontakan lebih lanjut. Pendidikan seharusnya menjadi ruang aman bagi pelajar untuk berkembang, bukan tempat untuk dihukum. Generasi Z butuh pendampingan yang memahami dunia mereka, bukan sekadar disiplin ala militer.

 

Untuk itu, kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan pelajar itu sendiri menjadi kunci. Dengan pendekatan yang lebih humanistik dan relevan, kita bisa membantu Gen Z menjadi generasi yang disiplin sekaligus kreatif. Bagaimana menurut Anda? Apakah pendidikan kita siap beradaptasi untuk mendampingi Gen Z dengan cara yang lebih bijak?

 

Penulis :

Nur Aprilia, mahasiswa mahasiswi di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani (STITMA) Yogyakarta 

×
Berita Terbaru Update