Notification

×

Iklan

Iklan

Mengajar dengan Hati di Zaman Serba Teknologi

Kamis, 22 Mei 2025 | Mei 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-22T05:45:09Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Ahmad Excel Wildan Nugraha (Foto/IST)

Perkembangan teknologi dalam dunia pendidikan telah membawa perubahan besar dalam cara guru dan siswa berinteraksi. Dari papan tulis berganti menjadi layar sentuh, dari buku cetak ke e-book, hingga dari ruang kelas fisik menjadi kelas virtual. Teknologi telah membuka akses informasi secara luas, mempercepat proses pembelajaran, dan memberikan fleksibilitas yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Namun, di tengah kemajuan ini, muncul satu pertanyaan penting: apakah proses mengajar masih dilakukan dengan hati?


Perubahan paradigma dalam pembelajaran tidak dapat dihindari. Dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah pandemi COVID-19, pembelajaran digital menjadi bagian integral dari pendidikan. Platform seperti Google Classroom, Zoom, dan berbagai Learning Management System (LMS) digunakan secara luas. Pembelajaran hybrid dan daring menjadi norma baru. Meski membawa banyak manfaat, transisi ini juga menghadirkan tantangan. 


Banyak guru merasa interaksi emosional dengan siswa semakin berkurang. Siswa pun sering merasa asing, bahkan terisolasi, dalam ruang belajar digital yang kering dari sentuhan kemanusiaan. Inilah mengapa penting untuk mengingat bahwa teknologi seharusnya mendukung, bukan menggantikan, esensi dari pengajaran yang sejati—yaitu hubungan manusiawi antara guru dan murid.


Mengajar dengan hati berarti lebih dari sekadar menyampaikan materi atau mengejar target kurikulum. Ia adalah sebuah panggilan jiwa untuk memahami, membimbing, dan menginspirasi. Guru yang mengajar dengan hati mampu melihat lebih jauh dari nilai ulangan atau presensi siswa. 


Mereka mengenali potensi yang tersembunyi, memahami kesulitan pribadi yang dihadapi siswa, dan memberikan dorongan emosional yang dibutuhkan untuk tumbuh. Di era digital, pendekatan seperti ini justru semakin dibutuhkan. Interaksi yang terjadi di balik layar tetap memerlukan empati dan perhatian. Sebuah sapaan tulus, pertanyaan sederhana seperti “Apa kamu baik-baik saja?”, atau pujian kecil atas kemajuan siswa, bisa memberikan dampak besar terhadap semangat belajar mereka.


Tantangan terbesar dalam pendidikan saat ini bukan sekadar menguasai teknologi, tetapi menjaga keseimbangan antara efisiensi digital dan kehangatan interaksi manusia. Guru masa kini harus cakap dalam menggunakan berbagai alat digital, namun juga tidak kehilangan sentuhan personalnya. 


Mereka perlu menyadari bahwa teknologi dapat mempercepat proses belajar, namun tidak dapat menggantikan nilai-nilai kemanusiaan seperti kepedulian, komunikasi yang tulus, dan pendampingan emosional. Ketika seorang guru mengandalkan teknologi semata, proses belajar bisa menjadi kaku dan mekanis. Sebaliknya, saat teknologi dipadukan dengan ketulusan hati, pembelajaran menjadi lebih hidup dan bermakna.


Pendidikan sejatinya adalah relasi, bukan sekadar sistem. Ia tumbuh dari kepercayaan, keterbukaan, dan rasa saling peduli antara guru dan murid. Sering kali, siswa tidak mengingat apa yang diajarkan dalam bentuk rumus atau definisi, tetapi mereka mengingat bagaimana seorang guru membuat mereka merasa dihargai, didengar, dan diberi semangat. Inilah esensi dari mengajar dengan hati. Guru menjadi lebih dari sekadar penyampai ilmu; mereka menjadi sumber inspirasi, pembentuk karakter, dan pelita dalam perjalanan hidup siswa.


Di tengah arus kemajuan teknologi yang terus bergulir, penting bagi pendidik untuk tidak kehilangan arah. Mengajar dengan hati bukan berarti menolak teknologi, melainkan menggunakannya secara bijak—sebagai alat, bukan sebagai pengganti hubungan antarmanusia. 


Karena pada akhirnya, pendidikan yang sejati bukan diukur dari seberapa canggih sistemnya, tetapi seberapa dalam ia mampu menyentuh hati manusia. Ketika guru hadir sepenuh hati, baik secara fisik maupun daring, mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga membentuk masa depan yang lebih manusiawi.[]


Penulis :

Ahmad Excel Wildan Nugraha, mahasiwa Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta  

×
Berita Terbaru Update