Notification

×

Iklan

Iklan

Mengkaji: Pentingnya Harmonisasi Sains dan Agama di Ranah SD/MI

Selasa, 13 Mei 2025 | Mei 13, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-13T08:30:57Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi

Dalam perkembangan sebuah ilmu pengetahuan dan teknologi pada era yang modern ini sering dianggap terpisah dari nilai agama. Hal ini disebut dengan dikotomi, Dikotomi yang terjadi dalam ilmu-ilmu pengetahuan saat ini berakibat pada orang yang memahaminya, yaitu sikap yang mengagungkan satu ilmu atas ilmu yang lain, tanpa menunjukkan apa sesungguhnya peran yang harus dimainkan oleh ilmu tersebut bagi manusia. Oleh karena itu, wajar saja bila masyarakat beranggapan bahwa sekolah otomatis terbagi atas sekolah agama yanghanya berorientasi kepada masalah akhirat sedangkan sekolah umum yang lebih kepada masalah keduniaan.

 

Dikotomi ini menjadi sebuah tantangan didunia Pendidikan, terutama dipendidikan dasar (SD/MI) yang harus diluruskan kepada semua pihak terlibat terutama peserta didik, karena usia SD/MI berada pada kisaran 6-12 tahun yang mana usia ini merupakan usia klasikal karena pemikiran dan karakter peserta didik mulai dibentuk. Namun pada kenyataannya, di sekolah SD/MI masih banyak yang beranggapan bahwa hal ini tidak penting untuk dikaji, karena mereka menganggap bahwa keduanya tidak ada keterkaitan satu sama lain padahal sains dan agama bukanlah dua entitas yang bertentangan, melainkan saling melengkapi. 

 

Dalam kitab Iya’ Ulumuddin Imam al-Ghozali mengklasifikasikan ilmu menjadi beberapa kelompok. Dan pengklasifikasian al-Ghozali tidak luput dari pandangannya tentang apa itu pendidikan. Tujuan pendidikan menurut Imam Ghozali, beliau sangat memperhatikan urusan agama yang berkaitan dengan akhirat dibandingkan dengan urusan dunia dan materi. Klasifikasi ilmu menurut Imam al-Ghozali terbagi menjadi dua yakni ilmu fardlu ain dan ilmu fardlu kifayah. Pengertian dari Fardlu ain sendiri adalah kewajiban bagi setiap muslim yang apabila ditinggalkan mendapatkan dosa dan tidak bisa digantikan oleh orang lain. Ilmu fardlu ain yang dimaksud adalah ilmu-ilmu agama yang berkaitan dengan kewajiban seorang muslim.

 

Sedangkan fardlu kifayah adalah kewajiban bagi setiap muslim yang apabila ada satu orang yang telah melaksanakan maka gugurlah kewajiban bagi muslim lainnya. Ilmu fardhu kifayah, yakni ilmu-ilmu yang berkaitan dengan urusan keduniaan, yang perlu diketahui oleh semua manusia. Pembagian ilmu dalam Islam ini membuktikan bahwa agama dan sains sebenarnya saling terkait. Namun sayangnya, sistem pendidikan saat ini khususnya di Indonesia justru memisahkan keduanya. Padahal, jika digabungkan, pembelajaran sains dan agama bisa saling melengkapi. Siswa tidak hanya belajar fakta-fakta ilmiah, tapi juga bisa memahami bahwa semua fenomena alam adalah bukti kekuasaan Allah.

 

Contoh konkretnya adalah pengajaran sains yang dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, ada banyak materi yang dapat dikaitkab dengan agama diantaranya seperti menjelaskan

1. Pelajaran Biologi Pertumbuhan Tanaman Guru dapat mengajarkan proses fotosintesis dengan merujuk QS. Al-Waqi'ah ayat 63-64: "Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kami-kah yang menumbuhkan?"

2. Pelajaran Fisika Gaya Gravitasi Ketika mengajar tentang gravitasi bumi, guru bisa menghubungkan dengan QS. Luqman ayat 10: "Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya...’’

 

Contoh-contoh di atas menunjukkan bagaimana konsep sains modern dapat dihubungkan secara alami dengan ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits, tanpa terkesan dipaksakan. Pendekatan ini tidak hanya membuat pembelajaran lebih bermakna, tetapi juga mengembangkan kecerdasan intelektual dan spiritual siswa secara seimbang. Tujuan adanya harmonisasi sains dan agama ditingkat SD/MI adalah memberikan pemahanam sains dan agama bukan sekadar menggabungkan dua disiplin ilmu, melainkan menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan dalam memahami dan mengembangkan sains.

 

Selain itu Menghilangkan dikotomi ilmu, dengan menunjukkan bahwa sains dan agama berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT. Dan Memperkuat iman siswa, melalui pembuktian bahwa temuan sains modern sejalan dengan wahyu Al-Qur’an. Serta Menciptakan pembelajaran kontekstual, seperti mengaitkan hukum fisika dengan konsep ketuhanan atau mengajarkan biologi melalui lensa penciptaan.  Sains dan agama di MI/SD bukanlah pilihan, melainkan keharusan untuk menjawab tantangan pendidikan di era global. Dengan pendekatan yang tepat, sekolah dapat menjadi  tempat siswa menemukan harmoni antara akal dan wahyu, sehingga tercipta generasi yang unggul secara intelektual dan spiritual.[]

 

Penulis :

Savila Oktavia, mahasiswi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan , Email: oktaviasavila5@gmail.com

×
Berita Terbaru Update