![]() |
Foto/Ilustrasi |
Sebagai seorang guru sekaligus pembelajar seumur hidup, saya bersyukur bisa tumbuh di era yang luar biasa, zaman dimana teknologi berkembang begitu cepat, dan kecerdasan buatan (AI) menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Dulu saya mengajar dengan whiteboard dan spidol. Hari ini? Saya bisa membuat media belajar pakai Canva, menyusun materi agama dengan bantuan AI, bahkan menyiapkan PowerPoint bergambar untuk anak SD hanya dalam hitungan menit. Tapi anehnya, justru di tengah kecanggihan itu, saya makin yakin: peran guru tidak tergantikan malah justru naik level.
Murid-murid kita bisa mencari jawaban di internet. Tapi mereka tetap butuh seseorang yang menuntun proses bertanya, mengajarkan adab bertanya, dan membuka pintu-pintu makna. Di sinilah saya sadar, bahwa tugas utama guru masa kini bukan cuma mengajar tapi mendampingi proses tumbuh anak-anak dengan penuh makna.
Saya pribadi masih belajar, belajar Al-Qur’an, belajar memahami karakter murid, belajar menyusun konten yang bermakna, bahkan belajar dari kegagalan. Tapi saya percaya, kepribadian guru yang mau terus belajar dan tumbuh adalah modal utama untuk tetap relevan.
Bagi saya, ada tiga kepribadian penting yang perlu dimiliki guru untuk menghadapi era AI:
1. Tumbuh Bersama, Bukan Tertinggal.
Saya tidak pernah menganggap AI sebagai ancaman. Justru saya merasa terbantu. AI
mempercepat proses teknis, tapi tetap saya yang menyampaikan nilai. Guru harus jadi sahabat teknologi, bukan saingan.
2. Kreatif, Tanpa Harus Ribet.
Saya sering membuat konten sederhana yang dekat dengan keseharian murid, dari
cerita-cerita Al-Qur’an hingga pembelajaran karakter. Dengan bantuan teknologi, saya bisa menyajikan itu lebih menarik tanpa kehilangan ruh pembelajarannya.
3. Menyentuh Hati, Bukan Sekadar Pikiran.
Teknologi bisa bantu anak paham, tapi hanya manusia yang bisa membuat anak merasa dipahami. Guru masa depan adalah mereka yang hadir dengan empati, bukan hanya eksplanasi.
Saya percaya, pendidikan masa depan tidak akan digantikan oleh robot, justru akan dibantu olehnya. Dan kita, para guru, akan tetap jadi pelita. Bukan karena kita tahu segalanya, tapi karena kita mencintai proses bertumbuh bersama murid, bersama zaman, bersama nilai-nilai yang kita pegang teguh.
Maka, untuk semua guru yang hari ini masih ragu, tenang saja. Kita tidak harus sempurna. Kita hanya perlu terus bertumbuh, karena guru yang bertumbuh akan selalu menemukan tempat dan peran, bahkan di dunia yang secanggih apa pun.[]
Penulis :
Alyssya Rhamadina, mahasiswa semester 2 Prodi Pendidikan Agama Islam STITMA Yogyakarta