Notification

×

Iklan

Iklan

Benarkah Hukuman Cambuk di Aceh Melanggar HAM? Dan Bagaimana Islam Memandang HAM?

Minggu, 22 Juni 2025 | Juni 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-22T12:39:56Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/shorturl.at

Hukuman cambuk dalam Qanun Jinayat telah memperkuat legitimasi penggunaan hukuman terhadap badan/tubuh (Corporal Punishment) di Indonesia. Padahal sistem pemidanaan di Indonesia secara tegas melarang penggunaan hukuman cambuk. Penggunaan hukuman cambuk merupakan penyiksaan, hukuman kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Melanggar hukum internasional tentang penyiksaan, dan perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau tidak bermartabat lainnya.”

 

Itulah yang tertuang pada beberapa catatan penting yang menjadi perhatian serius ICJR (Institute For Criminal Justice Reform).

 

Dalam beberapa tahun terakhir, perdebatan mengenai penerapan hukum cambuk di Aceh terus menjadi sorotan. Banyak pihak menilai praktik ini sebagai bentuk penyiksaan, perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia, sehingga dianggap melanggar hukum internasional tentang penyiksaan dan perlakuan kejam lainnya. Namun, apakah benar hukum cambuk di Aceh melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)? Dan bagaimana Islam memandang konsep HAM tersebut?

 

Apa itu Hak Asasi Manusia?

 

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 menyebutkan bahwa: “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

 

Kemudian dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang disahkan pada 10 Desember 1948 pada pasal 5 disebutkan bahwa “Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina.” Pasal ini lah yang menjadi dasar rujukan para penentang hukum cambuk Aceh untuk mengemukakan kritik keras atas pelaksanaan hukum cambuk.

 

Bagaimana Pandangan Islam terhadap Hak Asasi Manusia?

 

Jika kita menelusuri lebih jauh, Islam juga memiliki prinsip-prinsip perlindungan HAM yang sangat kuat. Islam menempatkan HAM sebagai anugerah Allah yang diberikan kepada seluruh manusia tanpa diskriminasi. Namun, berbeda dengan konsep HAM Barat yang antroposentris (berpusat pada manusia), Islam memandang HAM secara teosentris, yakni semua hak dan kewajiban manusia berakar pada pengabdian kepada Allah. Prinsip-prinsip utama perlindungan HAM dalam Islam meliputi perlindungan terhadap agama (hifdz al-din), jiwa (hifdz al-nafs), akal (hifdz al-‘aql), keturunan (hifdz al-nasl), dan harta (hifdz al-mal). Dengan demikian, Islam tidak hanya menekankan hak individu, tetapi juga tanggung jawab sosial dan spiritual.

 

Bagaimana Proses Pelaksanaan Hukuman Cambuk di Aceh?

 

Kita perlu mengetahui bahwa pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh diatur dengan prosedur yang ketat. Proses dimulai dari penyelidikan oleh Wilayatul Hisbah (polisi syariah), dilanjutkan dengan persidangan di Mahkamah Syariah, hingga eksekusi yang dilakukan di tempat umum. Selama pelaksanaan, kehadiran petugas kesehatan sangat penting untuk memastikan keamanan dan kesehatan terpidana. Jumlah cambukan pun disesuaikan dengan beratnya pelanggaran, dan ada batasan-batasan jelas pada bagian tubuh yang boleh dicambuk.

 

Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uqubat Cambuk secara tegas mengatur teknis pelaksanaan, seperti jarak pencambuk, bagian tubuh yang boleh dicambuk, serta kehadiran jaksa dan dokter. Bahkan, bagi perempuan hamil, pelaksanaan cambuk ditunda demi keselamatan ibu dan anak. Semua ini menunjukkan bahwa pelaksanaan hukuman cambuk tidak dilakukan secara sewenang-wenang, melainkan dengan memperhatikan keadilan, keselamatan, dan kesehatan terpidana.

 

Apa Tujuan dilaksanakannya Hukuman Cambuk Tersebut?

 

Pelaksanaan hukuman cambuk yang dilakukan di depan umum memiliki tujuan filosofis, yaitu untuk memberikan rasa malu kepada pelaku atas pelanggaran yang dilakukannya. Dengan kesediaan pelaku menjalani hukuman ini, mereka mendapatkan kesempatan yang terhormat untuk kembali diterima dalam masyarakat tanpa harus menghadapi stigma sebagai penjahat. Selama proses hukuman, kehadiran tenaga medis juga selalu dijaga, sebagai bentuk perhatian terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa serta tubuh pelaku.

 

Selain itu, ada batasan jelas mengenai bagian tubuh yang boleh dicambuk, yang menunjukkan penghormatan terhadap masa depan pelaku. Hukuman ini dirancang untuk menimbulkan rasa sakit fisik sementara saja, tanpa menyebabkan luka permanen, terutama pada bagian tubuh yang sensitif. Fokus utama hukuman cambuk sebenarnya lebih kepada dampak psikologis, yaitu menimbulkan rasa jera dan mendorong pelaku untuk memperbaiki diri agar tidak mengulangi kesalahan di masa depan.

 

Dalam pelaksanaannya, perlakuan terhadap pelaku laki-laki dan perempuan juga berbeda, sebagai bentuk penghormatan terhadap kondisi fisik dan sosial yang berbeda di antara keduanya. Misalnya, pelaku perempuan yang sedang hamil akan ditunda pelaksanaan cambuknya, sebagai wujud penghormatan terhadap hak asasi dan keadilan.

 

Dengan demikian, hukuman cambuk yang dijatuhkan berdasarkan syariat Islam sebenarnya selaras dengan nilai keadilan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan maupun antar sesama manusia. Hukuman ini juga terbukti efektif, karena tingkat pengulangan tindak pidana di antara mantan terpidana cambuk jauh lebih rendah dibandingkan dengan pelaku yang hanya mendapat hukuman kurungan atau denda.

 

Jadi, benarkah hukuman cambuk termasuk ke dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia?

 

Tuduhan bahwa hukuman cambuk di Aceh melanggar hak asasi manusia (HAM) dan tidak manusiawi sebenarnya tidak tepat. Proses pelaksanaan hukuman ini sudah sangat memperhatikan keselamatan dan hak-hak terpidana. Rasa sakit yang dialami pelaku hukuman cambuk bersifat sementara dan tidak sampai menimbulkan luka atau cedera permanen, sebab fokus utama dari hukuman ini lebih kepada dampak psikologis atau kejiwaan, yaitu memberikan efek jera, daripada sekadar menyakiti secara fisik. Mereka yang mengkritik hukuman cambuk sebagai pelanggaran HAM seringkali kurang memahami konsep dan penerapan syariat Islam di Aceh.

 

Selain itu, hukuman cambuk yang diterapkan di Aceh didasarkan pada sumber hukum Islam, seperti Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, yang kemudian diatur lebih rinci melalui Qanun Jinayat Aceh. Pengaturan ini juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat dan tetap menjaga agar tidak melanggar prinsip-prinsip HAM. Oleh karena itu, hukuman cambuk tidak hanya diperbolehkan dalam ajaran Islam, tetapi juga telah mendapatkan persetujuan dari Mahkamah Agung Indonesia. Dengan demikian, tidak ada alasan kuat untuk menyatakan bahwa hukuman cambuk di Aceh melanggar hak asasi manusia.[]

 

Penulis :

Hamidah Assolihah, mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta

×
Berita Terbaru Update