Notification

×

Iklan

Iklan

Etika Islam di Tengah Krisis Moral Modern: Solusi atau Sekadar Alternatif?

Minggu, 22 Juni 2025 | Juni 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-22T13:42:28Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi (mediaummat)

Dunia modern telah membawa berbagai kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan gaya hidup. Namun, di balik kemajuan itu, kita menyaksikan krisis moral yang kian mencemaskan: maraknya korupsi, kekerasan, hedonisme, budaya permisif, serta lunturnya nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab. Dalam situasi seperti ini, banyak pihak bertanya: apakah etika Islam masih relevan? Apakah ia bisa menjadi solusi, atau hanya sekadar alternatif di tengah derasnya arus modernitas?

 

Memahami Etika Islam

 

Etika Islam (akhlak) merupakan seperangkat nilai dan prinsip yang bersumber dari Al-Qur’an, hadis, serta keteladanan Nabi Muhammad . Ia bukan sekadar etika normatif, tetapi mencakup penguatan spiritual (iman), niat yang benar, dan perbuatan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Etika Islam tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian integral dari keseluruhan sistem keimanan dan ibadah seorang Muslim.

 

Dalam Islam, etika tidak bersifat situasional. Kejujuran, amanah, rendah hati, sabar, dan kasih sayang adalah nilai-nilai yang harus melekat dalam diri setiap Muslim kapan pun dan di mana pun, baik saat sendiri maupun bersama orang lain. Inilah yang membedakan etika Islam dari relativisme moral yang sering ditemui dalam budaya modern saat ini.

 

Krisis Moral di Era Modern

 

Modernitas telah menciptakan berbagai perubahan sosial yang besar: individualisme semakin kuat, konsumerisme meningkat, dan media sosial mempercepat penyebaran gaya hidup instan yang menitikberatkan pada penampilan luar. Dalam konteks ini, banyak orang termasuk generasi muda kehilangan pegangan nilai. Standar baik dan buruk menjadi kabur karena dikendalikan oleh opini publik dan popularitas.

 

Fenomena seperti normalisasi kebohongan untuk keuntungan pribadi, penyebaran hoaks, hingga eksploitasi seksual di media digital menunjukkan betapa nilai moral sedang mengalami erosi. Banyak yang terjebak dalam perilaku tanpa tanggung jawab dan kehilangan rasa malu sebagai kontrol sosial internal. Dalam dunia yang makin “bebas,” muncul pertanyaan besar: ke mana arah etika?

 

Mengapa Etika Islam Masih Relevan?

 

Islam hadir tidak hanya untuk zaman tertentu, melainkan sebagai petunjuk sepanjang zaman. Ketika dunia mengalami kekacauan moral, justru saat itulah nilai-nilai Islam menjadi cahaya. Etika Islam menawarkan solusi jangka panjang karena bersifat transenden (berakar pada wahyu), konstan, dan membangun kesadaran batin.

 

Sebagai contoh:

1. Kejujuran (ṣidq) dalam Islam bukan hanya etika sosial, tetapi juga bentuk ibadah dan cermin keimanan.

2. Amanah menjadi dasar dari semua hubungan, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun kepemimpinan.

3. Adab dalam pergaulan menciptakan ruang sosial yang saling menghargai, tidak saling menjatuhkan.

 

Etika Islam juga sangat kontekstual. Artinya, ia bisa diterapkan dalam realitas kehidupan modern tanpa harus menolak kemajuan. Seorang Muslim yang hidup di era digital tetap bisa beretika dengan memfilter informasi, menggunakan teknologi secara bertanggung jawab, serta menjaga integritas meski berada dalam lingkungan yang permisif.

 

Pendidikan Islam sebagai Wahana Penanaman Etika

 

Pendidikan Islam memiliki peran strategis dalam menyemaikan kembali nilai-nilai etika di tengah masyarakat modern. Lebih dari sekadar pembelajaran fiqih atau hafalan ayat, pendidikan Islam harus diarahkan pada pembentukan karakter (tarbiyah akhlakiyah). Ini bisa dimulai dari lingkungan sekolah, pesantren, bahkan media sosial.

 

Guru bukan hanya penyampai materi, tapi juga teladan etika. Kurikulum tidak cukup hanya mengajarkan apa yang benar dan salah, tapi juga mengajak siswa memahami mengapa mereka harus berbuat baik. Pendekatan yang hikmah dan menyentuh kesadaran batin jauh lebih efektif daripada pendekatan legalistik semata.

 

Antara Solusi dan Alternatif

 

Jika etika Islam hanya dijadikan alternatif, maka ia akan selalu berada di pinggiran wacana publik, terpinggirkan oleh narasi modernitas yang sekuler. Namun bila diposisikan sebagai solusi utama, maka ia akan menjadi ruh dalam setiap aspek kehidupan: dari kebijakan publik, sistem pendidikan, ekonomi, hingga cara manusia berinteraksi sehari-hari.

 

Islam tidak mengasingkan diri dari realitas. Ia justru mengajak manusia untuk hidup secara bermartabat di dalamnya. Di tengah krisis moral global, saat orang mencari makna yang lebih dari sekadar materi, etika Islam bisa hadir bukan hanya sebagai pelengkap, tapi sebagai jawaban.

 

Krisis moral modern bukan sekadar masalah sosial, tetapi tanda adanya kekosongan spiritual dan arah hidup. Etika Islam, dengan keutuhan ajarannya yang mencakup iman, akhlak, dan amal, menjadi tawaran yang bukan saja relevan, tetapi juga mendesak untuk dihadirkan. Maka, kini saatnya kita tidak hanya mempertanyakan apakah etika Islam masih relevan, tetapi bagaimana kita bisa menghidupkannya kembali di rumah, di sekolah, di media, dan dalam ruang-ruang publik lainnya.[]

 

Penulis :

Karisma Ayuningtyas, mahasiswi Prodi PAI STITMA Yogyakarta

×
Berita Terbaru Update