Notification

×

Iklan

Iklan

Etika Islam sebagai Fondasi Kehidupan Sosial Pada Masa Globalisasi

Senin, 16 Juni 2025 | Juni 16, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-16T02:19:00Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi (dok. pribadi)

Perkembangan globalisasi membawa berbagai peluang besar bagi umat manusia. Kemudahan dalam mengakses informasi, pertukaran budaya yang lebih terbuka, serta tingginya interaksi sosial menjadi ciri khas zaman ini. Namun, di balik kemajuan tersebut, banyak bermunculan berbagai tantangan besar dalam aspek moral dan etika dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu contoh dari rusaknya aspek moral yakni hedonisme. Hedonisme adalah gaya hidup berfoya-foya dan konsumtif. Selain gaya hidup hedonisme pornografi dan perzinahan juga sangat marak tersebar begitupun dengan cyberbullying, dan fitnah melalui media sosial yang melanggar nilai-nilai Islam seperti menjaga aurat dan kehormatan.

 

Dengan latar belakang tersebut, Islam yang di kenal sebagai agama yang kaya akan nilai dan etika. Telah mengajarkan secara nyata fondasi yang kuat bagi kehidupan sehari-hari, baik dari aspek keluarga, keagamaan dan khususnya dalam hal ini dalam kehidupan bersosial. Dengan adanya fondasi yang kuat, sangat di harapkan dapat menciptakan kehidupan sosial yang harmonis lagi beradab.

 

Etika dalam Islam dikenal dengan istilah akhlaq, yang berarti sifat atau perangai yang melekat pada diri seseorang dan tercermin dalam perbuatannya. Sumber etika Islam berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam ajaran agama Islam aklaq telah di bahas secara menyeluruh sehingga meliputi berbagai aspek. Akhlaq dalam Islam mencakup akhlaq terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan juga lingkungan baik terhadap hewan maupun tumbuhan.

 

Beberapa contoh etika yang di ajarakan dalam Al-Qur’an dan Sunnah seperti kejujuran (sidq), tanggung jawab (amanah), kasih sayang (rahmah), keadilan (‘adl), serta saling membantu dalam hal kebaikan (ta‘awun). Etika ini tidak terbatas hanya pada aspek keagamaan semata, tetapi juga menjadi pedoman dalam menjalin hubungan antarmanusia, menjaga alam, dan memperlakukan makhluk lainnya dengan baik

 

Islam juga menjelaskan perkara etika terhadap diri sendiri meliputi menjaga kebersihan, kesehatan, dan menuntut ilmu, sementara etika dalam keluarga mencakup berbakti kepada orang tua, menghormati pasangan, dan mendidik anak dengan kasih sayang. Terhadap masyarakat, Islam mengajarkan kejujuran, tolong-menolong, dan menghindari ghibah atau fitnah. Bahkan, Islam juga mengatur etika terhadap guru, lingkungan, dan pemimpin, menunjukkan bahwa akhlak mulia adalah pondasi kehidupan yang harmonis.

 

Namun, di era globalisasi, banyak nilai-nilai etika Islam yang tergerus, seperti yang telah disebutkan tadi. Padahal, Islam menawarkan solusi dengan mengajarkan keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menekankan pentingnya niat yang ikhlas dalam setiap tindakan. Dengan kembali mempelajari dan menerapkan akhlak Islami, umat Muslim dapat membentengi diri dari kerusakan moral dan menciptakan kehidupan yang lebih baik, baik secara individu maupun sosial. Islam bukan hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga memberikan panduan lengkap untuk berperilaku mulia dalam segala aspek kehidupan.

 

Globalisasi telah mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat, termasuk pola pikir dan gaya hidup. Arus informasi yang sangat cepat membuat masyarakat mudah terpengaruh oleh berita palsu, budaya serba instan, dan pola hidup individualistik. Norma sosial yang dahulu dijunjung tinggi perlahan tergantikan oleh nilai-nilai baru yang belum tentu sesuai dengan etika moral. Akibatnya, berbagai persoalan sosial pun bermunculan, seperti rendahnya rasa empati, meningkatnya ujaran kebencian di media sosial, hingga melemahnya sikap toleransi antarindividu.

 

Nilai-nilai dalam etika Islam menawarkan solusi konkret atas berbagai tantangan moral yang dihadapi masyarakat saat ini. Ajaran untuk menjaga ucapan, menghormati sesama, dan bersikap adil sangat relevan dalam konteks kehidupan digital masa kini. Dalam penggunaan media sosial, etika islam yang harus menjadi  prinsip  salahsatunya adalah tabayyun.  

 

Tabayyun adalah verifikasi informasi sangat penting agar masyarakat tidak mudah termakan berita palsu. Dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang anjuran untuk bertabayyun

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا

Artinya: "Wahai orang beriman, Jika orang fasik datang membawa berita, telitilah kebenarannya." (QS. Al-Hujurat: 6)

 

Ayat ini mengajarkan kewaspadaan intelektual: jangan jadikan gawai (gadget) sebagai alat penyebar fitnah, tapi jadikan ia sarana penebar maslahat. Verifikasi sebelum membagikan informasi adalah bentuk penjagaan untuk mencegah kesalah pahaman antar sesama.

 

Nilai-nilai Islam tetap dapat diterapkan dalam berbagai konteks global. Dalam dunia pendidikan, penanaman akhlak sejak dini menjadi bekal penting untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia. Di ruang publik, semangat kasih sayang dan toleransi dapat menjadi tameng untuk menangkal paham-paham ekstrem. Etika Islam tidak hanya sebagai ajaran spiritual, tapi juga menjadi sistem nilai yang mampu memperkuat solidaritas sosial di tengah derasnya arus perubahan zaman.

 

Di tengah dunia yang terus berubah dengan cepat, etika Islam dapat menjadi penunjuk arah bagi manusia agar tidak tersesat dalam arus modernitas. Stabilitas dan keharmonisan dalam kehidupan sosial sangat tergantung pada sejauh mana masyarakat memegang nilai-nilai etika. Oleh sebab itu, menjadikan etika Islam sebagai pilar utama dalam kehidupan sosial bukan sekadar pilihan, melainkan sebuah kebutuhan mendesak. Setiap Muslim hendaknya tidak hanya memahami nilai-nilai ini secara teoritis, tetapi juga mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.[]

 

Penulis:

Afifa Qonita, Mahasiswi Prodi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta

×
Berita Terbaru Update