![]() |
Foto/Ilustrasi |
Dalam percakapan global tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Islam kerap disalahpahami sebagai agama yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan, keadilan, dan kesetaraan. Padahal, jauh sebelum deklarasi HAM modern lahir, Islam telah menanamkan nilai-nilai tersebut dalam Al-Qur’an, hadis, dan praktik kehidupan Rasulullah ﷺ. Konsep HAM dalam Islam tidak hanya berdimensi sosial, tetapi juga spiritual dan moral, yang mengakar pada prinsip tauhid dimana manusia memiliki tanggungjawab sebagai ‘ibadullahi (hamba Allah) dan tanggung jawab sebagai khalifah (pemimpin) di bumi.
HAM dalam Islam sebagai Warisan Wahyu dan Maqashid as-Syari’ah
Islam mengakui hak-hak dasar manusia sebagai bagian dari kemuliaan penciptaannya. Dalam QS. Al-Isra: 70, Allah berfirman bahwasanya,
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ ۖ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, Kami angkut mereka di darat dan di laut, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas banyak makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Ayat ini menegaskan bahwa Allah ﷻ memuliakan semua manusia, bukan hanya yang Muslim saja dengan anugerah berupa kehormatan sebagai ciptaan-Nya, rezeki dari sumber yang baik, keunggulan rasional dan spiritualitas atas makhluk lainnya. Ayat ini menjadi landasan spiritual dalam Islam untuk hak asasi manusia, karena menunjukkan bahwa manusia secara kodrati mulia dan memiliki hak-hak dasar sejak penciptaan, memiliki martabat kemanusiaan yang tidak boleh direndahkan.
Dalam islam, nilai-nilai ini ditegaskan dalam konsep Maqashid as-Syari’ah yang secara prinsip merupakan fondasi dari hak-hak asasi manusia dalam Islam. Tujuan syariat adalah untuk menjaga dan melindungi enam hal esensial dalam kehidupan manusia, yaitu:
1. Hifdz Ad-diin (perlindungan terhadap agama)
Islam menjamin kebebasan beragama dan menolak pemakasaan dalam keyakinan bagi manusia, Allah ﷻ berfirman,
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ
Artinya: "Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat." (Q.S Al-Baqarah: 256)
Ayat ini merupakan fondasi kebebasan beragama dalam Islam. Artinya, seseorang tidak boleh dipaksa memeluk agama Islam, dan keyakinan harus lahir dari hati dan kesadaran, bukan tekanan.
2. Hifdz An-Nafs (perlindungan terhadap nyawa)
Hak untuk hidup adalah hak utama. Islam sangat tegas melarang pembunuhan tanpa adanya hak. Allah menegaskan dalam firman-Nya,
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا ۖ
Artinya: "Barang siapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia …." (Q.S Al-Maidah: 32) Ayat ini menekankan bahwa nyawa manusia adalah sangat suci dan berharga. Ini menjadi landasan utama dalam Islam untuk hak hidup, yang merupakan hak paling dasar dalam HAM modern.
3. Hifdz Al-Maal (perlindungan terhadap harta)
Islam menjamin hak kepemilikan pribadi dan menentang segala bentuk perampasan, pencurian, dan korupsi. Islam sangat menjaga hak kepemilikan harta setiap individu. Harta yang diperoleh dengan cara halal wajib dihormati, tidak boleh dirampas, dicuri, disalahgunakan, atau dimonopoli. Dalam konteks HAM modern, hak atas kepemilikan adalah hak ekonomi dasar. Islam mendukung ini, bahkan memperluasnya dengan kewajiban sosial atas harta demi kemaslahatan umum.
4. Hifdz Al-‘Aql (perlindungan terhadap akal)
Islam sangat menjunjung tinggi akal sebagai anugerah terbesar manusia. Semua kewajiban agama hanya berlaku bagi orang yang berakal. Dalam HAM, hak atas pendidikan, informasi, dan kesehatan mental sangat penting. Islam tidak hanya mendukung, tapi menganggapnya sebagai pondasi seluruh amal dan tanggung jawab manusia.
5. Hifdz An-Nasl (perlindungan terhadap keturunan atau nasab)
Syariat menjaga keberlangsungan dan kehormatan garis keturunan manusia melalui pernikahan yang sah dan pengasuhan yang baik. HAM modern juga membela hak anak untuk dilahirkan, diasuh, dididik, dan tidak dieksploitasi. Islam sangat sejalan, bahkan lebih dulu menekankan hak anak sejak dalam kandungan, dan memberikan perlindungan moral yang sering kali tidak dibahas dalam HAM sekuler.
6. Hifdz Al-‘Irdh (perlindungan terhadap martabat)
Ḥifẓ al-‘Irḍh adalah salah satu tujuan syariat Islam yang berarti menjaga kehormatan, harga diri, dan nama baik seseorang, baik laki-laki maupun perempuan. Ḥifẓ al-‘Irḍh adalah bentuk nyata bahwa Islam menjaga harga diri manusia bukan hanya dari sisi fisik, tapi juga dari sisi moral dan sosial.
Konsep ḥifdẓ al-‘irḍ dalam Islam sangat sejalan dengan prinsip perlindungan martabat dalam HAM modern. Bahkan bisa dikatakan, Islam telah mendahului HAM dalam menegaskan pentingnya menjaga harga diri, privasi, dan kehormatan manusia, namun dengan fondasi spiritual dan tanggung jawab moral yang lebih dalam. Jika HAM modern menekankan martabat sebagai hak legal, maka Islam mengajarkan bahwa martabat adalah bagian dari taklif syar’i, yaitu kewajiban kita terhadap sesama manusia dan terhadap Allah.
Konsep maqashid as-syari’ah dalam Islam sangat sejalan dengan prinsip-prinsip HAM modern, namun dengan pendekatan yang lebih spiritual dan bertanggung jawab secara moral. Ini menunjukkan bahwa Islam bukan hanya membela HAM, tapi juga mengarahkan manusia untuk menjaga hak-haknya dengan adab dan keseimbangan.
Titik Temu dan Perbedaan Islam dengan HAM Modern
Konsep HAM modern yang diatur dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada tahun 1948 mengandung prinsip-prinsip umum yang ternyata banyak memiliki titik temu dengan nilai-nilai islam dalam hal keadilan, perlindungan hidup, kebebasan beragama, dan kehormatan manusia. Namun, ada perbedaan konseptual antara Islam dan HAM Modern adalah:
a. Dalam sumber hak, HAM dalam Islam bersumber dari wahyu ilahi, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah ﷺ. Sedangkan HAM modern bersumber dari akal manusia dan konsensus sosial (kontrak sosial).
b. Dalam hak dan tanggung jawab, HAM dalam Islam hak selalu disertai dengan tanggung jawab kepada Allah, diri sendiri, dan masyarakat. Adapun HAM modern lebih fokus pada kebebasan dan hak individu tanpa menekankan tanggung jawab moral.
c. Dalam hal kebebasan, HAM dalam Islam dibatasi oleh nilai-nilai syariat dan kemaslahatan umat, agar tidak merusak tatanan moral dan sosial. Sedangkan HAM modern Kebebasan relatif mutlak, termasuk dalam berpendapat, berekspresi, hingga memilih orientasi hidup.
d. Dalam dimensi spiritual, HAM dalam Islam setiap hak dilihat sebagai amanah dari Allah dan bagian dari ibadah. Adapun HAM Modern tidak mempertimbangkan aspek ruhani atau tanggung jawab akhirat.
Seperti dijelaskan oleh Muhammad Hashim Kamali dalam bukunya "Freedom of Expression in Islam", Islam menjamin hak menyampaikan pendapat, tetapi dibatasi oleh tanggung jawab moral dan akhlak. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak anti-HAM, tetapi menawarkan pendekatan yang lebih komprehensif dan berimbang. Keduanya bisa berdialog, tetapi memahami perbedaan ini penting agar kita tidak serta-merta mengadopsi atau menolak, melainkan mengkritisi dengan bijak dan penuh hikmah.
Isu Kontemporer HAM dalam Islam dan Relevansinya
Di tengah dinamika global yang terus berubah, prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia sering kali dihadapkan pada tantangan nyata yang kompleks. Tidak terkecuali dalam konteks dunia Islam, di mana penerapan nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan perlindungan martabat manusia menghadapi berbagai persoalan sosial, politik, dan budaya. Meskipun Islam secara prinsip telah mengatur perlindungan hak-hak dasar melalui maqashid as-syari’ah, realitas di lapangan menunjukkan masih adanya pelanggaran terhadap nilai-nilai tersebut, baik oleh sistem pemerintahan, budaya patriarki, maupun ketimpangan sosial. Dalam konteks global saat ini, isu HAM dalam Islam sering diangkat terkait:
a. Hak perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan
Perempuan di beberapa negara Muslim dibatasi haknya dalam pendidikan dan pekerjaan, Padahal Islam sendiri tidak pernah melarang perempuan untuk belajar, bekerja, atau berkontribusi di masyarakat, selama dalam koridor adab dan tanggung jawab syar'i. Seperti kasus Taliban di Afghanistan melarang perempuan mengakses universitas dan sektor publik sejak 2021. Hal Ini mengundang kritik keras, baik dari dunia internasional maupun para ulama Muslim sendiri, karena bertentangan dengan semangat Islam yang mendorong ilmu dan kontribusi sosial perempuan.
b. Toleransi terhadap pemeluk agama lain
Terjadi diskriminasi dan pelarangan terhadap rumah ibadah atau ibadah umat non-Muslim di berbagai wilayah. Seperti di negara India banyak Komunitas Muslim yang mengalami diskriminasi dan penolakan dalam pembangunan masjid dan akses pendidikan, bahkan kekerasan antar kelompok agama meningkat. Padahal umat Islam di sana menjunjung tinggi semangat damai dan inklusif.
Dari penjelasan di atas, kita mengetahui bahwa HAM bukanlah konsep asing dalam Islam. Sejak wahyu pertama diturunkan, Islam telah menyerukan penghormatan terhadap martabat manusia, keadilan sosial, dan perlindungan hak-hak dasar. Tantangan kita hari ini adalah mengangkat kembali nilai-nilai tersebut ke permukaan, bukan hanya sebagai warisan teks, tetapi sebagai praktik nyata dalam kehidupan Masyarakat. Mari kita tunjukkan bahwa Islam bukan musuh HAM, melainkan sumber yang kaya akan inspirasi kemanusiaan.[]
Penulis :
Salsabila Marista Septina Fauziyah, Mahasiswi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta