Notification

×

Iklan

Iklan

Kalau Kamu Merasa Tidak Bahagia dan Hampa, Mungkin Kamu Belum Nerapin Hal-Hal Ajaib Ini

Minggu, 22 Juni 2025 | Juni 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-22T10:46:03Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Pradipta Aditya

Pernah nggak sih kamu merasa stuck dan hampa, padahal sudah berusaha keras? Seolah orang lain sudah sukses, tapi kamu merasa tertinggal. Kamu ngerasa seperti terus berlari mengejar sesuatu, tapi nggak pernah sampai. Di sekitarmu, orang-orang terlihat selalu lebih sukses, sementara kamu masih di tempat yang sama, merasa stuck, lelah, dan kosong.

 

Lalu kamu mulai bertanya dalam hati, “Aku ini kenapa, sih? Kok kayaknya semua orang lebih bahagia dari aku?”

 

Ketika kamu membuka media sosial dan berharap mendapatkan hiburan, tapi yang kamu dapatkan justru deretan pencapaian orang lain yang membuat kamu semakin merasa tertinggal.

 

Akhirnya, kamu ikut-ikutan tren agar tidak merasa tertinggal. Terkadang kamu juga memposting kegiatanmu hanya untuk berburu like dan followers, karena kamu merasa itu adalah sebab kebahagianmu, maka kamu mulai hidup untuk menciptakan citra bukan untuk mencintai proses.

 

Kamu juga pernah nggak sih, lihat temanmu sukses di satu hal terus kamu buru-buru ikut-ikutan?

 

Karena bingung, kamu coba berbagai hal mengikuti teman-teman, berharap salah satunya membawa kebahagiaan. Tapi setelah mencoba semua, kamu malah makin bingung, tambah tertekan, tambah stres, burnout, dan merasa semakin jauh dari diri sendiri.

 

Kamu terlalu sering meniru jalan hidup orang lain, tapi sayangnya kebahagiaan nggak akan kamu temukan dari meng-copy-paste hidup orang lain.

 

Mungkin tanpa kamu sadari, selama ini kamu terjebak dalam tiga hal yang membuat kamu terus merasa nggak bahagia dan hampa meskipun kamu sudah berusaha keras.

 

1. Terjebak dalam Flexing dan bergantung dengan validasi eksternal

Flexing adalah memamerkan pencapaian di media sosial demi validasi. Hal ini memberi kepuasan sesaat, tapi membuat kita bergantung pada pengakuan orang lain. Semakin banyak likes, komentar positif, dan followers, maka seseorang semakin terlihat berhasil di mata publik. Seolah-olah keberhasilan yang diunggah di media sosial mempresentasikan pencapaian aktual di kehidupan nyata.

 

Flexing memberikan kepuasan sesaat dari pengakuan orang lain sebagai bukti bahwa hidup kita berharga. Tapi jika terus bergantung pada validasi eksternal, kita akan mudah kehilangan arah, tidak menghargai diri sendiri, dan mulai hidup hanya untuk tampil sempurna di layar, bukan untuk bertumbuh sebagai manusia seutuhnya.

 

2. Kamu digerakkan oleh FOMO

FOMO adalah singkatan dari “Fear of Missing Out”, mengacu pada perasaan cemas atau takut tertinggal hal yang sedang ramai dibicarakan orang-orang seperti tren, aktivitas, berita, dan lainnya. FOMO membuat kamu merasa harus selalu up-to-date.

 

Hubungan FOMO dengan kebahagian sangatlah kompleks. FOMO bisa mendorong kamu berkembang, tapi jika berlebihan justru menimbulkan kecemasan berlebihan dan rasa tertinggal. Pada akhirnya, hidup yang kamu jalani bukanlah hidup yang benar-benar kamu pilih dan itu sebabnya kebahagiaan pun terasa jauh dari jangkauan.

 

3. Burnout sampai kehilangan purpose hidupmu

Burnout terjadi saat lelah emosional dan kehilangan arah, sering terjadi karena tekanan sosial dan ekspektasi diri. Rasanya seperti bangun tidur tapi nggak punya energi untuk memulai hari, jadi kamu menjalani hari seperti robot kerja, tugas, scroll medsos, tidur, and repeat. Semua terasa datar, kosong, dan nggak bermakna. Burnout bisa diakibatkan karena overwork atau kamu terlalu lama berselancar di media sosial dan meneguk konten-konten flexing yang penuh pencitraan.

 

Pada titik ini kamu bukan hanya lelah, tapi juga kehilangan makna hidup. Kamu lupa tujuan hidupmu sendiri, lupa apa yang sebenarnya kamu inginkan, dan lupa siapa dirimu.

 

Ketika kemu kehilangan arah hidup, sebanyak apapun pencapaian dunia yang kamu dapatkan hidupmu akan tetap terasa hampa. Karena pada akhirnya, manusia tidak hanya butuh sibuk, tetapi juga butuh makna.

 

Inilah Cara Ajaib Untuk Bahagia

 

Seorang psikolog asal Amerika Serikat, Abraham Maslow, mengutarakan bahwa kamu akan benar-benar bahagia jika kamu mampu menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri, bukan meniru orang lain atau hidup dalam tekanan sosial. Kebahagiaan tertinggi bukan berasal dari pujian orang, tapi dari perasaan bahwa hidup kita bermakna dan otentik. Diringkas dalam perkataanya:

 

What a man can be, he must be. This need we call self-actualization.”

Yang artinya:

Apa pun potensi terbaik yang dimiliki seseorang, ia harus mencapainya. Kebutuhan ini disebut aktualisasi diri.

 

Selaras dengan etika Islam, bahwa kebahagiaan tidak diukur dari sebanyak apa kita terlihat hebat, tetapi dilihat dari seberapa dekat kita dengan Yang Maha Dekat. Karena hati manusia akan benar-benar tentram dan bahagia ketika dekat dengan Penciptanya, Allah berfirman dalam Q.S. Ar-Ra’d [13]:28:

 

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

 

“Ketahuilah, dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”

 

So, what should you do to find happiness and a meaningful life?

1. Ganti Flexing dengan rasa Syukur

Flexing yang terus-menerus bisa membuat hati kita haus pengakuan. Hal tersebut lama-kelamaan akan membuat kebahagiaanmu tergantung pada validasi orang lain, sehingga kamu lupa caranya menikmati hidup dengan jujur.

 

Ada cara yang lebih sederhana untuk bahagia, yaitu dengan bersyukur. Islam mengajarkanmu bahwa nilai diri tidak ditentukan oleh komentar manusia, tapi oleh seberapa besar ridhomu dalam menjalani hidup dan bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Bersyukur bukan hanya membuatmu merasa cukup, tappi kamu juga akan merasa tenang.

 

Dengan Syukur, kamu nggak lagi berlomba-lomba untuk tampil menjadi yang paling hebat, tetapi berlomba-lomba menjadi yang paling dekat dengan Yang Maha Melihat.

 

Keberkahan sejati bukan datang dari decak kagum orang lain, tetapi dari ridha Allah atas usahamu yang tulus. Ingat, mereka yang paling tenang bukan yang punya segalanya, tetapi yang bisa melihat makna dari hal-hal kecil yang telah diberikan Allah.

 

2. Ganti FOMO dengan ridho

FOMO membuat kita hidup dalam ketergesaan, takut ketinggalan sesuatu yang sebenarnya bukan prioritasmu dan nggak penting-penting amat. Akibatnya, kamu terus membandingkan dirimu dengan orang lain seolah-olah hidup ini adalah perlombaan. Kamu melupakan bahwa setiap orang itu memiliki timeline-nya masing-masing.

 

Nggak masalah kalau kamu belum punya barang branded. Nggak papa kalau kamu nggak tahu kabar selebriti terbaru atau drama terbaru.

Nggak usah minder kalau teman-temanmu udah kerja naik motor, sementara kamu masih setia naik KRL. Nggak uasah minder dengan gajimu yang masih kecil. Nggak papa banget kalau kamu belum lulus di usia 23, belum nikah di usia 25, atau belum punya rumah di usia 27.

It's okay hooney.

 

Kamu ga perlu cemas, karena setiap orang punya waktu terbaiknya masing-masing, hidup ini bukan perlombaan, No! Enggak sama sekali. Kamu hanya perlu menjadi lebih baik dari versi dirimu yang dahulu.  

And remember, Allah never compares your journey to anyone else's. Allah tidak pernah membandingkan perjalananmu dengan orang lain, Dia hanya ingin tahu apakah kamu bersabar di fase sulitmu dan bersyukur saat diberi nikmat.

 

Daripada sibuk merasa tertinggal, belajar Ridha. Ridha bukan berarti pasrah tanpa usaha, tapi tetap melanjutkan prosesmu dengan legowo dan percaya bahwa waktu terbaik itu bukan “sekarang seperti mereka”, tapi nanti ketika Allah bilang,”ini waktumu”.

 

3. Ganti burnout menjadi koneksi spiritual

Kelelahan yang kamu rasakan mungkin bukan hanya karena terlalu banyak aktivitas. Tapi karena kamu jarang menyambung ulang rohanimu dengan Allah. Kamu sibuk seharian bekerja atau sekolah, tapi kamu lupa untuk membaca Al-Qur’an walaupun sedikit, kamu lupa dzikir pagi-petang, atau bahkan subuhmu kesiangan dan dzuhurmu tergesa-gesa.

 

Jiwa manusia butuh ketenangan, bukan hanya kesibukan. Mungkin itulah alasan kenapa kamu merasa hampa meskipun aktivitasmu begitu padat. Kelelahan yang kamu rasakan bukan lelah fisik, tetapi lelah jiwa. Hatimu haus makna dan arah yang jelas dalam hidup.

 

Kalau kamu merasa burnout, capek, solusi terbaik bukan hanya healing ke tempat yang tenang, tetapi kamu juga perlu men-charge ulang ruhanimu.

 

Bukan harus langsung jadi alim atau rutin tahajud setiap malam, kamu bisa mulai dari hal-hal kecil yang membawa ketenangan jiwa seperti menjaga salat tepat waktu, menjauhi dosa-dosa kecil, meluangkan lima menit setiap hari untuk membaca Al-Qur’an, atau sekadar berdzikir sebelum tidur.

 

Di saat yang sama, kamu juga perlu mengevaluasi tujuan awalmu selama ini. Apakah kamu masih berada di jalan yang sama, atau sudah terlalu jauh terseret ekspektasi orang lain?

 

Pada akhirnya, bahagia bukan tentang siapa yang paling cepat sukses, paling banyak followers, paling update atau paling kelihatan keren di media sosial. Lebih dari itu, bahagia adalah tentang merasa cukup dalam hati, meski dunia di luar tak selalu berjalan sesuai rencana. Kalau hari ini kamu merasa lelah, kosong, dan tertinggal, mungkin itu bukan karena kamu gagal. Tapi karena Allah sedang menginginkan kamu untuk berhenti sejenak, menginginkan kamu untuk kembali. Bukan kembali pulang ke rumah atau ke rencana awal, tapi kembali kepada-Nya yang selalu menunggumu pulang. Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah pernah berkata dalam kitab al-Fawaa’id:

 

"Di dalam hati ada kekosongan yang tidak bisa diisi kecuali dengan mengingat Allah. Jika seseorang mengisinya dengan selain Allah, ia tidak akan pernah puas."[]

 

Penulis :

Wahidah Nurul Hidayah, Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Yogyakarta

×
Berita Terbaru Update