![]() |
Muhammad Al Ghifari (Foto/dok. pribadi) |
Pajak daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang penting bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk mendorong penerimaan pajak dan mengurangi beban administrasi akibat piutang pajak, Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merencanakan kebijakan pemutihan pajak tahun 2025. Pemutihan pajak (tax amnesty) biasanya dilakukan dengan cara penghapusan denda atau bunga atas tunggakan pajak untuk periode tertentu, agar wajib pajak yang menunggak dapat melunasi kewajiban pokoknya tanpa beban tambahan.
Namun, kebijakan pemutihan pajak ini sering kali menimbulkan polemik dari pandangan asas keadilan. Wajib pajak yang taat membayar setiap tahun dapat merasa kebijakan ini tidak adil, karena justru “menguntungkan” para penunggak pajak. Apakah kebijakan pemutihan pajak daerah tahun 2025 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ,Sesuai kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Memenuhi asas keadilan, khususnya bagi wajib pajak yang taat membayar pajak setiap tahun?
Berdasarkan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, daerah berwenang mengatur dan mengurus kepentingannya melalui peraturan daerah. UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) memberikan dasar bagi pemerintah daerah untuk melakukan kebijakan keringanan pajak, termasuk pemutihan denda atau bunga pajak daerah, melalui Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Kebijakan ini harus dituangkan secara jelas dalam bentuk Perda/Perkada dan tetap mematuhi Prinsip Legalitas, Transparansi, Akuntabilitas.
Dalam asas keadilan, terdapat prinsip equal treatment (perlakuan yang sama) dan reward and punishment. Pemutihan pajak dapat dipandang sebagai bentuk “pengampunan” bagi penunggak pajak, sehingga bagi wajib pajak yang taat (membayar pajak tepat waktu setiap tahun), hal ini menimbulkan rasa ketidakadilan atau ketidaksetaraan.Oleh karena itu, kebijakan pemutihan perlu disertai langkah-langkah yang memastikan penghargaan atau kompensasi bagi wajib pajak yang taat, misalnya Pengurangan tarif pajak periode berikutnya Penghargaan atau insentif administrasi Pengakuan publik atas kepatuhan mereka.
Kebijakan pemutihan pajak daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2025 ini sah secara hukum sepanjang Dilaksanakan melalui Perda/Perkada yang sesuai prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan Tidak melampaui kewenangan dan tidak bertentangan dengan UU HKPD.
Namun, kebijakan ini perlu diimbangi dengan langkah-langkah penghormatan dan perlindungan kepentingan wajib pajak yang taat. Tanpa kompensasi atau perlakuan khusus bagi wajib pajak yang selalu patuh, kebijakan ini berpotensi, Menimbulkan rasa ketidakadilan, Menciptakan moral hazard (rasa enggan membayar pajak di masa mendatang karena berharap akan ada pemutihan kembali).
Saran dari saya, Penyusunan Perda/Perkada tentang pemutihan pajak harus dilakukan dengan partisipasi publik (dengar pendapat) agar aspirasi wajib pajak taat turut dipertimbangkan. Pemda harus mempertimbangkan pemberian insentif/kompensasi kepada wajib pajak yang membayar pajak secara tertib setiap tahun, misalnya melalui diskon pajak tahun berikutnya. Sosialisasi yang transparan agar pemutihan pajak dipahami sebagai kebijakan sementara, bukan kebiasaan rutin yang melemahkan kepatuhan pajak di masa depan. Evaluasi berkala agar kebijakan ini tidak menimbulkan potensi kebocoran pendapatan daerah dan tidak menurunkan semangat kepatuhan pajak.
Demikian legal opini ini disusun sebagai pertimbangan hukum dan rekomendasi kebijakan bagi Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam pelaksanaan pemutihan pajak daerah tahun 2025. Semoga bermanfaat.[]
Penulis :
Muhammad Al Ghifari, Mahasiswa Hukum Universitas Bangka Belitung