![]() |
Foto/Ilustrasi |
Sebagai mahasiswi yang tumbuh di era digital, saya menyadari bahwa cara kita memahami dan mengakses ilmu agama telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Dakwah Islam saat ini tidak hanya dilakukan di masjid atau majelis taklim, tetapi juga merambah media sosial seperti YouTube, Instagram, Facebook, dan TikTok. Dalam tulisan ini, saya mencoba mengulas tantangan sekaligus peluang yang dihadapi dakwah Islam di ruang digital.
Artikel ini mengacu pada dua sumber ilmiah yang membahas dakwah digital dari sisi praktis dan etis, yaitu studi kasus dakwah Ustadz Hanan Attaki serta analisis etika dakwah digital. Berdasarkan pendekatan deskriptif-kualitatif, diketahui bahwa meskipun dakwah digital membuka akses yang luas bagi masyarakat, tetap ada tantangan besar yang perlu dihadapi, seperti penyebaran hoaks, konten provokatif, dan minimnya kesadaran etika dalam komunikasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya nyata berupa peningkatan literasi digital, kerja sama dengan kreator konten, dan penyusunan panduan etika dakwah yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Dakwah merupakan sarana utama untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. Dalam konteks digital saat ini, penyampaian dakwah telah bergeser dari bentuk konvensional ke bentuk digital melalui media sosial dan platform daring lainnya. Transformasi ini membuka akses yang lebih luas namun juga membawa tantangan baru yang kompleks. Seiring meningkatnya penggunaan internet di kalangan generasi muda, pesan-pesan keagamaan harus bersaing di tengah arus konten viral yang cenderung mengutamakan sensasionalisme daripada substansi.
Firman Maulidna dkk. (2025) menyatakan bahwa media digital memberikan peluang yang luar biasa bagi dakwah Islam, namun risiko penyebaran informasi tidak valid dan provokatif juga meningkat seiring dengan itu.
Tantangan Dakwah Digital
1. Penyebaran Informasi yang Tidak Terverifikasi
Sering kali kita menjumpai konten agama yang tidak jelas sumbernya. Banyak unggahan yang mengklaim berasal dari Al-Qur’an atau hadis, tetapi ternyata hanya kutipan yang dimodifikasi. Ini sangat berbahaya karena bisa menyesatkan dan menimbulkan salah paham di tengah masyarakat. Dalam kajiannya, Firman Maulidna menyebut hoaks sebagai tantangan terbesar dalam dakwah digital.
2. Konten Provokatif dan Polarisasi Sosial
Algoritma media sosial cenderung mengangkat konten yang emosional atau kontroversial. Akibatnya, konten dakwah yang edukatif dan sejuk sering tenggelam di antara isu-isu panas yang sensasional. Seperti yang dialami Ustadz Hanan Attaki, meskipun ceramahnya penuh pesan damai, ia tetap dikritik oleh beberapa kelompok karena gaya penyampaiannya yang dianggap terlalu "gaul" atau tidak konvensional.
3. Minimnya Etika Komunikasi Digital
Penggunaan media sosial tanpa pemahaman etika Islam dapat menimbulkan kesalahpahaman dan konflik. Tanpa kontrol terhadap cara penyampaian, pesan dakwah bisa menjadi alat provokasi atau bahkan memicu ujaran kebencian antarumat.
Peluang Dakwah Digital
1. Jangkauan Luas dan Efektif
Dakwah digital mampu menjangkau audiens lintas negara dan generasi. Dalam studi tentang Hanan Attaki, disebutkan bahwa ceramah-ceramahnya dapat dinikmati oleh Muslim dari berbagai latar belakang dengan mudah melalui smartphone.
2. Interaksi Dua Arah yang Konstruktif
Berbeda dengan ceramah konvensional, media sosial memungkinkan dialog langsung antara dai dan jamaah. Hal ini menciptakan ruang dakwah yang lebih demokratis dan inklusif.
3. Kreativitas dalam Menyampaikan Pesan
Dakwah digital memungkinkan penyampaian pesan dengan cara yang kreatif, seperti animasi islami, podcast, hingga video singkat dengan backsound kekinian. Ustadz Hanan Attaki adalah contoh yang berhasil menggunakan pendekatan visual dan bahasa gaul untuk menarik perhatian anak muda.
Strategi Dakwah Efektif di Era Digital
1. Peningkatan Literasi Digital bagi Para Da'i
Para dai perlu memahami karakteristik media digital, algoritma sosial, dan segmentasi audiens. Literasi ini penting agar mereka tidak hanya menjadi komunikator yang baik, tetapi juga produsen konten yang bertanggung jawab.
2. Kolaborasi dengan Kreator dan Ahli Komunikasi
Menggandeng konten kreator dan pakar komunikasi akan membantu memperluas jangkauan dan memperbaiki kualitas penyampaian dakwah. Pendekatan ini juga membantu dai untuk tetap relevan di tengah persaingan konten digital yang masif.
3. Penerapan Etika Dakwah Digital
Etika dakwah digital sangat penting untuk menjaga kredibilitas Islam. Prinsip seperti kejujuran (sidiq), amanah, sabar, serta tidak menimbulkan perpecahan perlu menjadi pedoman utama dalam setiap konten yang disebarluaskan.
4. Pembuatan Pedoman Resmi Dakwah Digital oleh Lembaga Islam
Lembaga keislaman dan pemerintah perlu menyusun panduan etika dan teknis bagi pelaku dakwah digital. Ini penting untuk menjaga kualitas isi, menghindari radikalisme, dan menjaga harmoni umat.
Dakwah digital adalah keniscayaan di era saat ini. Generasi saat ini yang lahir dan tumbuh di tengah teknologi lebih mudah menerima pesan agama yang disampaikan secara kreatif dan komunikatif. Namun, peluang besar ini juga harus diimbangi dengan kesadaran akan etika dan tanggung jawab. Berdasarkan kajian yang saya pelajari, dapat disimpulkan bahwa dakwah di media sosial harus dijalankan dengan cerdas, beretika, dan adaptif agar pesan Islam tetap menyentuh hati umat di tengah derasnya arus viral.[]
Penulis :
Dinah Mahmudah ’Alimah, Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta