Notification

×

Iklan

Iklan

Dinilai Berpotensi Pemborosan, Praktisi Hukum akan Gugat Aplikasi IKM RSUD Atam

Kamis, 24 Juli 2025 | Juli 24, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-24T09:15:37Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Ajie Lingga, S.H., CGAP, praktisi hukum dan pengamat kebijakan publik (Foto/dok. pribadi)

Tamiang-News.com, KARANG BARU
– Rencana peluncuran aplikasi Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) oleh manajemen RSUD Muda Sedia Aceh Tamiang menuai kritik keras dari kalangan praktisi hukum dan pengamat kebijakan publik.


Ajie Lingga, S.H., CGAP, menyebut peluncuran aplikasi tersebut sebagai langkah yang bermuatan reaktif, tidak prioritas, dan berpotensi pemborosan anggaran daerah. Terlebih, rencana ini diumumkan pasca viral sidak Wakil Bupati Aceh Tamiang yang menemukan tidak adanya dokter saat jam pelayanan.


“Kenapa baru sekarang muncul ide aplikasi setelah RSUD disorot habis-habisan oleh masyarakat? Ini bukan langkah pembenahan, tapi saya duga cara mengalihkan perhatian publik dari kegagalan manajemen atas viral nya sidak wabup beberapa waktu lalu” tegas Ajie Lingga.


Ia menyoroti bahwa pengawasan terhadap pelayanan publik seharusnya dilakukan secara berkelanjutan, sistematis, dan hemat anggaran, bukan dengan menciptakan alat yang justru membuka celah belanja proyek baru.


“Ini era efisiensi. Negara sedang mendorong penghematan anggaran lewat Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Jika RSUD malah ingin bikin aplikasi yang pasti berbiaya, itu patut diduga sebagai pemborosan. Apalagi fungsinya bisa digantikan secara sederhana dengan membuka kanal pengaduan gratis melalui WhatsApp resmi,” lanjutnya.


Ajie menyebut, logika efisiensi publik mengutamakan output dan kebermanfaatan, bukan sekadar digitalisasi yang reaktif. Menurutnya, solusi pengawasan pelayanan cukup dilakukan dengan menempatkan nomor pengaduan besar-besar di ruang tunggu pasien, membuka feedback langsung, dan menindaklanjuti dengan serius.


Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa pembuatan aplikasi yang bersumber dari anggaran negara tanpa urgensi dan dampak langsung terhadap pelayanan dapat menjadi pintu masuk bagi penyelidikan hukum dan gugatan warga negara.


“Saya tegaskan di sini: jika aplikasi tersebut tetap dipaksakan dan membebani keuangan negara, maka kami sebagai warga negara siap melaporkan dan menggugat secara hukum. Karena ini menyangkut prinsip akuntabilitas dan efisiensi penggunaan uang rakyat,” ujar Ajie Lingga.


Ia juga mempertanyakan konsistensi Direktur RSUD yang menyebut rumah sakit dipenuhi titipan kepentingan, namun tetap ingin melahirkan program baru tanpa menyelesaikan masalah mendasar seperti kedisiplinan tenaga medis dan lemahnya sistem kontrol internal.


“Yang dibutuhkan RSUD saat ini bukan kosmetik digital. Tapi perombakan manajemen, pembenahan kultur, dan disiplin struktural. Bukan lempar wacana aplikasi ketika kepercayaan publik sedang krisis,” tutup Ajie.[]

×
Berita Terbaru Update