![]() |
Waliyatul Islamiya (Foto/dok. pribadi) |
Masyarakat Madura dikenal sebagai kelompok etnis yang memiliki karakteristik khas dalam hal kekompakan sosial dan etos kerja tinggi. Hal ini menarik untuk dikaji dari sudut pandang Aksiologi, yaitu salah satu cabang filsafat yang membahas tentang nilai, baik itu nilai moral maupun nilai estetika. Kekompakan dan etos kerja masyarakat Madura bukan hanya sebagai perilaku sosial, tetapi juga sebagai refleksi nilai-nilai yang diatur secara kolektif dan diwariskan ke generasi dimasa mendatang.
Kekompakan masyarakat Madura tercermin dalam semangat gotong royong yang masih terpelihara dengan sangat baik, terutama di desa-desa. Mereka terbiasa bekerja sama dalam menyelesaikan sebuah masalah, saling bantu-membantu dalam kegiatan sosial seperti membangun rumah, panen padi, pernikahan, hingga acara keagamaan. Itulah yang menumbuhkan rasa persaudaraan dan kasih sayang di lingkungan masyarakat Madura.
Tradisi “toron” atau pulang kampung saat hari besar keagamaan juga menjadi simbol solidaritas keluarga dan komunitas. Yang berada di desa menyambut dan mempersiapkan keperluan yang dibutuhkan, dan yang pulang menyiapkan oleh-oleh untuk dibagikan kepada keluarga, saudara dan kerabat. Masih banyak tradisi unik selain “toron” yang masih lestari di lingkungan masyarakat madura, salah satunya “ter-ater” yang biasa dilakukan ketika tanggal mulia dalam islam, seperti hari raya, tanggal 1 dan 27 ramadhan, dan bulan tertentu lainnya. setiap rumah membuat masakan atau jajanan dan diantarkan pada rumah-rumah yang ada disekitarnya. Tradisi ini membuat tali silaturrahmi antara yang satu dan yang lainnya menjadi semakin erat. Dalam struktur masyarakat Madura, kekompakan dijaga melalui sistem kekeluargaan dan nilai-nilai seperti tengka (tatakrama), ghirah (semangat), dan abhâsanah (saling menghargai). Kekompakan ini tidak hanya menciptakan harmoni, tetapi juga memperkuat rasa tanggung jawab antar warga.
Saling membantu sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat madura. Jika salah satu memiliki hajatan atau kesusahan, maka yang lain akan datang untuk membantu. Mengapa demikian? Ya karna hal itu sudah turun temurun dilakukan oleh masyarakat Madura. Juga mereka menganggap bahwa kita harus saling membantu, karena jika kita sedang kesusahan siapa yang akan membantu kalau bukan mereka.
Pembangunan infrastruktur di Madura, seperti pembangunan jalan, jembatan, atau lainnya, sering kali melibatkan partisipasi masyarakat. Misalnya, di beberapa daerah di Madura, proyek-proyek pembangunan seringkali dikerjakan melalui sistem gotong royong atau dengan melibatkan kontribusi tenaga kerja masyarakat setempat. Hal ini memungkinkan tercapainya hasil yang maksimal meskipun sumber daya terbatas. Kolaborasi ini mencerminkan bagaimana prinsip gotong royong diterapkan dalam proyek pembangunan untuk memajukan kesejahteraan bersama.
Etos Kerja Masyarakat Madura
Etos kerja masyarakat Madura jangan diremehkan, terutama di sektor informal seperti pertanian, perikanan, perdagangan, hingga jasa. Banyak masyarakat Madura yang merantau ke kota-kota besar di Indonesia, bahkan ke luar negeri, untuk mencari nafkah dengan kerja keras dan tekad kuat. Ciri khas masyarakat Madura, mereka terbiasa mengandalkan kemampuan sendiri dan tidak mudah bergantung pada orang lain, dikenal menepati janji dan menjaga kehormatan dalam pekerjaan dan jika mereka menghadapi tantangan, mereka tetap bertahan dan fokus pada tujuan. Nilai-nilai ini ditanamkan sejak dini dalam keluarga, sering kali diwariskan dari orang tua kepada anak-anak mereka sebagai bagian dari pendidikan karakter.
Pulau Madura yang secara geografis kurang subur dan terbatas akan sumber daya alam memaksa masyarakatnya untuk kreatif dan tangguh sejak dini. Kehidupan yang keras melatih mereka untuk tidak mudah mengeluh, serta menjadikan kerja sebagai satu-satunya jalan untuk bertahan hidup dan mencapai kemajuan. Semangat merantau juga menjadi salah satu khas masyarakat Madura. Mereka tidak segan meninggalkan kampung halaman demi mengadu nasib di tempat baru. Dalam perantauan, orang Madura biasanya menempati sektor-sektor informal seperti pedagang kaki lima, tukang sate, sopir, kuli bangunan, hingga pemilik usaha kecil. Merantau bukan sekadar pilihan hidup, melainkan bagian dari strategi bertahan dan berkembang.
Kejujuran menjadi nilai utama dalam kultur kerja orang Madura. Mereka sangat menjunjung tinggi amanah dalam pekerjaan dan dikenal sebagai individu yang setia terhadap komitmen. Banyak pengusaha dan pemilik toko dari berbagai daerah mempercayakan usaha mereka kepada tenaga kerja asal Madura karena dianggap loyal dan dapat diandalkan. Meskipun hidup dalam tekanan ekonomi, masyarakat Madura memelihara nilai gotong royong. Dalam dunia kerja, mereka cenderung membentuk komunitas yang saling membantu, terutama dalam merantau. Ketika salah satu ada yang berhasil, maka pasti akan berusaha membantu saudara atau teman sekampung untuk ikut bekerja atau membuka peluang usaha bersama-sama.
Kekompakan Sosial dalam Perspektif Aksiologi
Kekompakan masyarakat Madura berpijak pada nilai moral seperti loyalitas, kesetiaan terhadap keluarga, dan prinsip “sabbanah pote tolang, ajâ’ pote mata” (lebih baik mati tulang daripada mati mata/malu). Nilai ini menunjukkan komitmen tinggi terhadap kehormatan keluarga dan komunitas. Gotong royong dan saling bantu dalam tradisi seperti rokat tase’ atau acara pernikahan mencerminkan solidaritas tinggi yang dibangun atas dasar kewajiban moral.
Kekompakan memiliki nilai fungsional dalam menghadapi tekanan ekonomi dan sosial. Dalam konteks perantauan, jaringan sosial Madura menjadi alat bantu penting untuk adaptasi dan bertahan hidup. Dukungan komunitas mempercepat proses integrasi dan meningkatkan peluang ekonomi bagi anggotanya.
Etos Kerja Masyarakat Madura dalam Perspektif Aksiologi
Etos kerja yang kuat bukan sekadar dorongan ekonomi, tetapi juga refleksi dari tanggung jawab moral terhadap keluarga. Masyarakat Madura memandang kerja sebagai cara menjaga kehormatan dan harga diri. Hal ini menjelaskan mengapa banyak orang Madura bersedia bekerja keras, bahkan dalam pekerjaan berat dan berisiko, demi keluarganya.
Etos kerja juga mengandung nilai kegunaan yang tinggi. Semangat bekerja keras ditopang oleh kesadaran bahwa keberhasilan ekonomi adalah jalan menuju stabilitas dan mobilitas sosial. Banyak perantau Madura yang berhasil menjadi pedagang sukses karena ketekunan, keberanian mengambil risiko, dan kerja keras.
Dalam konteks ini, etos kerja juga menjadi sumber identitas dan kebanggaan. Orang Madura seringkali bangga dengan kemampuannya bekerja keras, mandiri, dan tidak bergantung pada orang lain. Kebanggaan ini memberi nuansa estetika rasa keindahan dalam pencapaian, yang memberi makna lebih dalam terhadap kerja itu sendiri.
Ditinjau dari perspektif aksiologi, kekompakan dan etos kerja masyarakat Madura tidak hanya merupakan fenomena sosial biasa, tetapi juga representasi nilai-nilai mendalam yang mengatur cara mereka berinteraksi dan bertahan dalam hidup. Nilai etika, pragmatis, dan estetika hadir secara bersamaan dalam tindakan mereka sehari-hari. Memahami hal ini memberi kita pandangan yang lebih humanistik dan filosofis dalam melihat budaya kerja dan sosial masyarakat lokal. Kekompakan dan etos kerja masyarakat Madura, yang berakar pada nilai-nilai agama dan budaya, memberikan kontribusi positif bagi kesejahteraan individu dan masyarakat, serta menjadi modal penting dalam pembangunan daerah.[]
Penulis :
Waliyatul Islamiya, Mahasiswi STIT Al Ibrohimy Galis Bangkalan