Notification

×

Iklan

Iklan

Kritik Sosial di Balik Bendera One Piece

Minggu, 03 Agustus 2025 | Agustus 03, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-03T12:24:02Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik


Oleh : Anjaz Saputra

Mahasiswa Ekonomi Syariah Universitas Pamulang

 

Menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, muncul pemandangan yang tak lazim di berbagai penjuru negeri. Bendera hitam dengan lambang tengkorak bertopi Jerami Jolly Roger milik kelompok Topi Jerami dari anime One Piece berkibar di rumah-rumah, di truk-truk yang melaju di jalanan, bahkan berdampingan dengan bendera Merah Putih. Fenomena ini mendadak viral, bukan hanya karena tampilannya yang unik, tetapi karena pesan tersirat yang menyertainya: kritik sosial dari masyarakat yang mulai merasa jenuh.

 

Sekilas, bendera One Piece mungkin hanya terlihat sebagai ekspresi kegemaran terhadap budaya pop Jepang. Namun di balik lambang bajak laut tersebut, tersembunyi pesan protes yang kuat. Tokoh Luffy dan kelompoknya bukanlah bajak laut sembarangan mereka adalah lambang perlawanan terhadap tirani, ketidakadilan, dan kekuasaan yang sewenang-wenang. Bisa jadi, masyarakat yang kini ikut mengibarkan bendera Jolly Roger merasa senasib: tengah menghadapi ketimpangan sistemik dan mendambakan pemimpin yang benar-benar berpihak kepada rakyat.

 

Fenomena ini tentu tidak muncul tanpa sebab. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak warga yang merasa suara mereka diabaikan. Ketimpangan ekonomi, korupsi yang tak kunjung lenyap, kebijakan yang dianggap tak memihak rakyat kecil, hingga rasa kecewa terhadap elit politik semuanya berkontribusi pada tumbuhnya ketidakpercayaan. Maka ketika simbol dari sebuah cerita fiksi dikibarkan secara nyata, itu bukan sekadar lelucon, melainkan ekspresi keputusasaan yang mendalam.

 

Tanggapan terhadap tren ini pun beragam. Ada yang menganggapnya sekadar euforia menjelang 17 Agustus. Namun tidak sedikit yang melihatnya sebagai bentuk protes diam-diam yang cerdas. Lewat simbol yang tidak frontal dan dianggap aman, masyarakat menyuarakan keresahan mereka. Mereka tidak melakukan demonstrasi di jalan, tapi melalui kibaran bendera hitam, mereka menyampaikan harapan akan hadirnya sosok seperti Luffy di dunia nyata yang berani melawan ketidakadilan dan melindungi kaum lemah.

 

Para pengamat politik turut menyoroti fenomena ini. Menurut mereka, pengibaran bendera One Piece bukan sekadar soal animasi atau komunitas penggemar, tapi bentuk komunikasi politik generasi muda. Di era visual dan digital seperti sekarang, ekspresi tak melulu berupa orasi atau aksi massa. Sebuah bendera bisa menjadi simbol yang lebih lantang daripada seribu kata.

 

Namun, tak semua pihak memandang ini secara positif. Beberapa anggota dewan dan tokoh publik menilai bahwa pengibaran bendera non-negara, apalagi jika sejajar atau lebih tinggi dari Merah Putih, bisa menimbulkan salah kaprah tentang nasionalisme dan aturan hukum. Bahkan, ada yang mengaitkannya dengan potensi tindakan makar, meskipun belum ada bukti nyata ke arah itu.

 

Karena itu, penting bagi kita untuk memahami konteks yang melatarbelakangi. Tidak semua bentuk protes berarti ancaman. Kadang justru muncul karena rasa cinta terhadap tanah air dan keinginan untuk melihat perubahan yang lebih baik dan adil. Seperti halnya Luffy yang mencintai krunya dan berani melawan sistem yang busuk, rakyat Indonesia pun mendambakan perubahan melalui cara yang damai, simbolik, dan penuh makna.

 

Kini, bendera One Piece yang berkibar di berbagai tempat bukan sekadar ikon anime. Ia telah menjadi simbol harapan, suara hati, dan bentuk kritik sosial. Kita mungkin tersenyum melihatnya berkibar di truk atau warung pinggir jalan, tetapi di balik senyum itu, tersembunyi jeritan hati yang menginginkan perubahan.

 

Dan mungkin, di tengah semarak perayaan kemerdekaan tahun ini, Jolly Roger hadir sebagai pengingat bahwa kemerdekaan sejati belum sepenuhnya tercapai, selama masih ada rakyat yang merasa belum merdeka dari ketidakadilan.[]

×
Berita Terbaru Update