Foto/Ilustrasi
Perkembangan teknologi digital membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di sektor keuangan. Hadirnya layanan keuangan berbasis digital atau financial technology (fintech) telah membuka peluang baru bagi masyarakat, khususnya mahasiswa, untuk mengakses produk dan layanan keuangan dengan lebih mudah, cepat, dan efisien.
Namun, kemudahan akses ini tidak serta merta menjamin mahasiswa memiliki perilaku keuangan yang sehat. Tingkat literasi keuangan yang rendah serta kurangnya pemahaman mengenai pengelolaan risiko dapat menyebabkan mahasiswa terjebak pada penggunaan layanan keuangan yang tidak bijak, seperti utang konsumtif, pinjaman online ilegal, atau investasi bodong.
Di sisi lain, modal sosial yang dimiliki mahasiswa seperti jejaring pertemanan, komunitas kampus, hingga organisasi mahasiswa dapat menjadi faktor penting dalam mendukung perilaku keuangan yang lebih inklusif. Dengan adanya kombinasi literasi keuangan yang baik, pemanfaatan teknologi finansial, dan penguatan modal sosial, inklusi keuangan di kalangan mahasiswa diharapkan dapat meningkat secara signifikan.
Literasi Keuangan sebagai Pondasi
Literasi keuangan adalah kemampuan seseorang dalam memahami, mengelola, dan mengambil keputusan terkait keuangan pribadi secara bijak. Bagi mahasiswa, literasi keuangan bukan hanya sekadar keterampilan tambahan, tetapi merupakan pondasi penting yang akan membentuk kebiasaan finansial jangka panjang.
Sayangnya, survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022 menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai sekitar 49,68%, sementara inklusi keuangan berada di angka 85,10%. Artinya, masih banyak masyarakat termasuk mahasiswa yang sudah mengakses layanan keuangan tetapi belum memiliki pemahaman yang cukup. Ketidakseimbangan ini berisiko menimbulkan masalah, misalnya penggunaan kartu kredit tanpa perhitungan, konsumsi berlebihan dari paylater, hingga gagal bayar pinjaman online.
Meningkatkan literasi keuangan mahasiswa dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti kuliah umum, seminar literasi keuangan, pelatihan investasi dasar, atau program edukasi keuangan yang digagas oleh kampus bekerja sama dengan lembaga keuangan. Dengan literasi yang baik, mahasiswa akan lebih kritis dalam memanfaatkan layanan keuangan serta mampu membuat perencanaan keuangan pribadi yang sehat, mulai dari pengaturan anggaran bulanan hingga menabung dan berinvestasi.
Teknologi Finansial sebagai Akselerator
Perkembangan financial technology menjadi faktor pendorong percepatan inklusi keuangan di kalangan mahasiswa. Layanan dompet digital, mobile banking, peer-to-peer lending, hingga investasi berbasis aplikasi (seperti reksadana atau saham online) kini sangat akrab digunakan oleh generasi muda.
Bagi mahasiswa, fintech memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) Akses lebih mudah, tidak perlu datang ke bank untuk membuka rekening atau berinvestasi; 2) Transaksi cepat, pembayaran, transfer, dan pembelian dapat dilakukan hanya dengan ponsel; dan 3) Fitur edukatif, beberapa aplikasi investasi menyediakan simulasi atau edukasi keuangan yang membantu pengguna pemula.
Namun, penggunaan fintech juga membawa risiko, terutama terkait keamanan data pribadi dan penyalahgunaan layanan kredit instan. Oleh karena itu, literasi keuangan harus berjalan beriringan dengan pemanfaatan fintech agar mahasiswa tidak hanya menjadi pengguna aktif, tetapi juga pengguna yang cerdas dan bertanggung jawab.
Modal Sosial sebagai Penguat
Selain literasi keuangan dan teknologi finansial, modal sosial juga memiliki peranan penting dalam mendorong inklusi keuangan mahasiswa. Modal sosial dapat dipahami sebagai jaringan hubungan sosial, norma, dan kepercayaan yang ada dalam suatu komunitas. Di lingkungan mahasiswa, hal ini tercermin dalam kegiatan organisasi, kelompok belajar, komunitas investasi, hingga forum diskusi informal.
Modal sosial memberikan tiga keuntungan utama dalam konteks keuangan: 1) Pertukaran informasi, mahasiswa dapat saling berbagi pengalaman tentang cara mengelola keuangan atau memilih aplikasi keuangan yang aman; 2) Dukungan sosial, lingkungan yang sehat dapat mendorong mahasiswa untuk lebih disiplin menabung, berinvestasi, atau menghindari perilaku konsumtif; dan 3) Peningkatan kepercayaan, adanya rasa saling percaya dalam komunitas membuat mahasiswa lebih berani mencoba layanan keuangan formal ketimbang terjebak pada layanan ilegal.
Dengan memanfaatkan modal sosial, mahasiswa dapat saling mendukung dalam meningkatkan inklusi keuangan. Misalnya, melalui komunitas kampus yang rutin mengadakan diskusi literasi keuangan atau kelompok investasi mahasiswa yang mempraktikkan langsung pengelolaan portofolio sederhana.
Sinergi Tiga Faktor: Literasi, Teknologi, dan Modal Sosial
Literasi keuangan, teknologi finansial, dan modal sosial merupakan tiga aspek yang saling melengkapi. Literasi memberikan pemahaman, teknologi memberikan akses, sementara modal sosial memberikan dukungan. Jika ketiganya berjalan seimbang, maka inklusi keuangan mahasiswa dapat ditingkatkan dengan cara yang sehat dan berkelanjutan.
Sebagai contoh, mahasiswa yang memiliki pemahaman literasi keuangan akan lebih bijak menggunakan aplikasi fintech untuk menabung atau berinvestasi. Ia juga akan lebih berhati-hati terhadap risiko penipuan. Sementara itu, dukungan komunitas atau modal sosial dapat memperkuat motivasi mahasiswa untuk terus konsisten dalam mengelola keuangan.
Inklusi keuangan di kalangan mahasiswa tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan teknologi finansial, tetapi juga oleh kesiapan individu dan lingkungan sosialnya. Literasi keuangan berperan sebagai pondasi yang membekali mahasiswa dengan kemampuan mengelola keuangan secara bijak. Teknologi finansial menjadi sarana yang mempermudah akses layanan keuangan, sementara modal sosial berfungsi sebagai penguat melalui jaringan, dukungan, dan kepercayaan.
Dengan sinergi ketiganya, mahasiswa dapat menjadi generasi yang tidak hanya melek keuangan, tetapi juga mampu memanfaatkan layanan keuangan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kemandirian ekonomi di masa depan. Upaya ini pada akhirnya mendukung tujuan besar pemerintah Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang lebih inklusif secara keuangan sekaligus berdaya saing di era digital.[]
Penulis :
Zakiya Nur Qolbi, mahasiswa IAI SEBI Depok