TamiangNews.com, KUALASIMPANG - Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Juanda yang melakukan pertemuan dengan sejumlah petani di Kecamatan Seuruway, mengungkapkan bahwa banyak petani di daerah itu yang masih harus berebut air dengan pateni lainnya, demi mengairi sawah mereka. Hal ini sering menimbulkan cek-cok dan berpotensi menimbulkan konflik antarpetani.
Menurut Juanda, masalah ketersediaan air sawah ini sudah menjadi masalah tahunan bagi petani di Aceh Tamiang.
Kondisi ini disebabkan fasilitas pengairan sawah baik dari irigasi maupun sumur bor yang dibangun pemerintah, belum memadai untuk mengairi sawah warga.
“Jika air persawahan lancar, petani di sini tidak mengharapkan bantuan lain dari pemerintah, seperti pupuk dan alat pertanian.
Karena masalah terbesar kami adalah soal pengairan untuk sawah,” kata Datok Penghulu (kepala desa) Kampong Lubuk Damar, M Nurdin, kepada Juanda, saat pertemuan tersebut, tiga hari lalu.
Menurutnya, keberadaan sumur pancang (bor) yang dibuat pemerintah, belum menuntaskan persoalan pengairian sawah karena unitnya tidak mencukupi mengairi persawahan yang ada. Sementara, air dari sumur bor yang ada, airnya juga tidak stabil dan kini banyak yang tidak berfungsi.
“Dampaknya, hampir setiap turun ke sawah, terjadi percekcokan antara sesama petani, karena memperebutkan air untuk dialiri ke sawah masing-masing,” kata Juanda mengutip laporan petani di Kecamatan Seuruway.
Selain itu, kekurangan mesin pompa air juga menjadi salah satu penyebab sulitnya mendapatkan air untuk mengairi sawah. Khususnya bagi petani di Dusun Bangun Rejo Kampong Sungai Kuruk Satu, Kecamatan Sereuway.
Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Juanda menawarkan solusi atas persoalan ini, dengan mengajukan teknis penyelesaian pengairan sawah berdasarkan lokasi lahan.
Menurutnya, dengan melokalisir masalah air, bisa menjadi solusi cepat bagi petani di kabupaten itu untuk saat ini. Caranya, dengan mengidentifikasi lokasi persawahan mana saja yang kesulitan air.
“Untuk jangka pendek, pemerintah bisa mengupayakan pembangunan sumur bor berkapasitas besar, untuk mengatasi persoalan minimnya air persawahan, sehingga petani tak perlu berebut air untuk sawah mereka,” sarannya.
Sumber : Serambinews
Menurut Juanda, masalah ketersediaan air sawah ini sudah menjadi masalah tahunan bagi petani di Aceh Tamiang.
Kondisi ini disebabkan fasilitas pengairan sawah baik dari irigasi maupun sumur bor yang dibangun pemerintah, belum memadai untuk mengairi sawah warga.
“Jika air persawahan lancar, petani di sini tidak mengharapkan bantuan lain dari pemerintah, seperti pupuk dan alat pertanian.
Karena masalah terbesar kami adalah soal pengairan untuk sawah,” kata Datok Penghulu (kepala desa) Kampong Lubuk Damar, M Nurdin, kepada Juanda, saat pertemuan tersebut, tiga hari lalu.
Menurutnya, keberadaan sumur pancang (bor) yang dibuat pemerintah, belum menuntaskan persoalan pengairian sawah karena unitnya tidak mencukupi mengairi persawahan yang ada. Sementara, air dari sumur bor yang ada, airnya juga tidak stabil dan kini banyak yang tidak berfungsi.
“Dampaknya, hampir setiap turun ke sawah, terjadi percekcokan antara sesama petani, karena memperebutkan air untuk dialiri ke sawah masing-masing,” kata Juanda mengutip laporan petani di Kecamatan Seuruway.
Selain itu, kekurangan mesin pompa air juga menjadi salah satu penyebab sulitnya mendapatkan air untuk mengairi sawah. Khususnya bagi petani di Dusun Bangun Rejo Kampong Sungai Kuruk Satu, Kecamatan Sereuway.
Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Juanda menawarkan solusi atas persoalan ini, dengan mengajukan teknis penyelesaian pengairan sawah berdasarkan lokasi lahan.
Menurutnya, dengan melokalisir masalah air, bisa menjadi solusi cepat bagi petani di kabupaten itu untuk saat ini. Caranya, dengan mengidentifikasi lokasi persawahan mana saja yang kesulitan air.
“Untuk jangka pendek, pemerintah bisa mengupayakan pembangunan sumur bor berkapasitas besar, untuk mengatasi persoalan minimnya air persawahan, sehingga petani tak perlu berebut air untuk sawah mereka,” sarannya.
Sumber : Serambinews