Notification

×

Iklan

Iklan

Bangun Kawasan Pariwisata, Pemerintah Utang World Bank Rp 2,6 Triliun

Minggu, 23 Oktober 2016 | Oktober 23, 2016 WIB | 0 Views Last Updated 2017-10-29T09:20:34Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik
TamiangNews.com, JAKARTA -- Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan berdasarkan hasil rapat terbatas, pemerintah memutuskan fokus pada pembangunan infrastruktur dan sarana penunjang di tiga dari 10 Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata. Pembangunan itu pun dengan bantuan pinjaman dari World Bank (Bank Dunia) senilai US$ 200 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun.

"Pariwisata, kita punya target 20 juta wisatawan masuk sampai dengan 2019. (dipenuhi) dengan cara entu memperbaiki, merehabilitasi, dan membangun destinasi-destinasi baru. Yang kita laksanakan sekarang ialah memperbaiki destinasi utama dulu yang sudah berkembang untuk lebih dikembangkan," kata JK, Jumat (21/10).

Ketiga destinasi wisata tersebut adalah Danau Toba di Sumatera Utara, Borobudur di Jawa Tengah, dan Mandalika di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dengan kata lain, tersebar mulai dari barat hingga timur Indonesia.

JK mengungkapkan pembangunan infrastruktur yang dikejar adalah Bandara, akses jalan, ketersediaan air dan listrik. Serta, perbaikan kawasan wisatanya dengan mengedepankan selera wisatawan.

"Kita fokus tiga itu selesai sehingga kita menciptakan another Bali. Jadi, fokus bukan hanya Bali, tetapi ada Borobudur. Kemudian dari Borobudur orang ke semarang. Di barat, kemudian orang dari Toba bisa ke Bukittinggi dan sebagainya. Karena sekarang ini kita butuh suara konsumen, maka kita pakai konsultan yang mengerti kebutuhan konsumen, World Bank. Sekaligus World Bank tentu membantu pinjaman untuk membangun infrastrukturnya," papar JK.

Ditemui usai rapat terbatas di Kantor Wapres, Jakarta, Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan fokus pada pembangunan infrastruktur di tiga kawasan wisata khusus pariwisata. Meakipun, sebelumnya pemerintah menetapkan ada 10 kawasan ekonomi khusus pariwisata yang menjadi perhatian utama.

Hanya saja, Luhut mengungkapkan untuk merealisasikannya dibutuhkan kerjasama sejumlah kementerian. Di antaranya, Kementerian Pariwisata, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Untuk itu, Luhut mengharapkan masterplan sudah selesai digarap awal bulan Nopember. Dengan fokus pada pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing kementerian.

Dengan bantuan pinjaman dari Bank Dunia, lanjutnya, pemerintah berharap pembangunan kawasan pariwisata di Danau Toba bisa rampung pada kuartal kedua atau ketiga 2019.

Sementara itu, wisata Candi Borobudur akan dibuat terintegrasi dengan Candi Mendut, Candi Prambanan, Keraton Yogyakarta, dan Solo. Sedangkan wisata Mandalika, sesuai konsep awal yang disesuaikan dengan dominasi investor Timur Tengah. Itu semua sebagaimana arahan dari Wapres JK.

"Anggarannya World Bank akan memberi bantuan yang cukup besar. Kita berharap mulai 2018 dananya sudah didapat tapi 2017 dananya sudah ada sebagian yang masuk, untuk prastudi dan sebagainya," ungkap Luhut, Jumat (21/10).

Terkait pinjaman dana dari Bank Dunia, Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan bahwa dana sebesar US$ 200 juta tersebut akan terbagi dua tahap. Pertama, dana persiapan proposal atau proposal preparation fund (PPF) akan dicairkan pada Januari 2017. Kedua, penandatanganan kontrak pinjaman utuh dilakukan pada Juni 2017.

Hanya saja, Arief mengungkapkan belum ditentukan perihal skema pinjaman tersebut, termasuk perihal tingkat bunga. Sebab, baru akan dinegosiasikan pada April 2017.

Dana pinjaman tersebut, bisa dikatakan termasuk jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan rencana pembiayaan pemerintah semula, yaitu merehabilitasi 10 destinasi prioritas dalam paket dengan kebutuhan investasi mencapai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 260 triliun.

Meskipun, ketika itu disepakati skema bahwa dana yang disiapkan pemerintah hanya 50 persennya atau sekitar US$ 10 milliar dalam bentuk pembangunan infrastruktur dasar, seperti jalan, tol, bandara, pelabuhan, rel kereta api, dan sebagainya. Sedangkan, sisanya dipenuhi oleh investasi swasta.

Itupun terkendala karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya mampu memenuhi kebutuhan infrastruktur untuk pariwisata Rp 6 triliun per tahun atau Rp 30 triliun dalam lima tahun. Dengan kata lain, hanya 30% dari kebutuhan. [] SP
×
Berita Terbaru Update