![]() |
Foto/Ilustrasi |
Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia yang mengandung nilai-nilai fundamental sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Setiap sila dalam Pancasila memiliki makna dan nilai-nilai luhur, seperti religiusitas, moralitas, kebangsaan, demokrasi, dan keadilan sosial, yang relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, di era globalisasi, tantangan terhadap eksistensi nilai-nilai Pancasila semakin besar akibat masuknya budaya asing yang berpotensi mengikis jati diri bangsa.
Oleh karena itu, penanaman dan penguatan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan dan peran aktif masyarakat, khususnya generasi muda, menjadi sangat penting. Generasi muda diharapkan mampu menjadi agen perubahan yang menjaga relevansi Pancasila di tengah arus global dengan mengembangkan karakter kebangsaan dan semangat nasionalisme. Dengan memanfaatkan peluang globalisasi seperti kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi, nilai-nilai Pancasila dapat terus disosialisasikan dan diinternalisasi sebagai landasan moral dalam membangun masa depan bangsa.
Sebagai dasar utama bagi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila tidak lahir semata dari pemikiran individu atau kelompok tertentu seperti ideologi lain di dunia. Nilai-nilainya bersumber dari adat istiadat, budaya, dan keyakinan religius yang telah hidup dalam masyarakat Indonesia jauh sebelum negara ini terbentuk. Oleh karena itu, unsur-unsur pembentuk Pancasila berasal dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, menjadikannya sebagai sumber utama (kausa materialis) Pancasila (Adilla, et al., 2024).
Dengan latar belakang tersebut, Pancasila merefleksikan nilai-nilai, cita-cita, keyakinan, serta pandangan hidup yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan sosial, kebangsaan, dan kenegaraan. Arus globalisasi telah membawa berbagai perubahan dalam tatanan dunia, termasuk memengaruhi kondisi Indonesia. Salah satu dampak yang dirasakan adalah menurunnya semangat nasionalisme di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, Pancasila harus berperan sebagai penyaring terhadap pengaruh globalisasi yang bisa mengganggu tatanan sosial. Dengan menjadikan Pancasila sebagai acuan, masyarakat Indonesia dapat memperkuat kembali semangat kebangsaannya (Adilla, et al., 2024).
Dalam konteks globalisasi yang terus berkembang, Pancasila menghadapi tantangan serius yang berpotensi menggerus identitas bangsa. Meskipun Indonesia menjalin relasi internasional, menjaga jati diri nasional tetap menjadi prioritas. Selain itu globalisasi bukan hanya menghadirkan tantangan, tetapi juga membuka peluang untuk memahami kehidupan masyarakat di berbagai penjuru dunia. Dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat dan negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk di Indonesia. Pengaruh globalisasi membawa dampak positif maupun negatif dalam berbagai aspek kehidupan, seperti sosial, politik, ekonomi, dan budaya, yang semuanya turut memengaruhi tingkat nasionalisme. Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kuat atau lemahnya rasa nasionalisme dari rakyatnya (Adilla, et al., 2024).
Makna Dan Nilai-Nilai Yang Terkandung dalam Pancasila
Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia yang menjadi landasan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila dirumuskan sebagai pedoman dalam bertingkah laku, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara. Nilai-nilai tersebut mencerminkan makna dari setiap sila Pancasila serta hal-hal penting yang bermanfaat bagi manusia untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai Pancasila bersifat intrinsik, memiliki kebenaran yang dapat dibuktikan secara objektif, serta mengandung kebenaran yang bersifat universal dan mutlak (Ardhani, Utaminingsih, Ardana, & Fitriono, 2022).
Adapun makna serta nilai-nilai yang terdapat dalam setiap sila Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Ketuhanan (Religiusitas)
Sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung nilai bahwa setiap warga negara Indonesia berhak menganut, memeluk, dan menjalankan ibadah sesuai agamanya tanpa paksaan maupun diskriminasi. Nilai ini mencerminkan pengakuan bahwa bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan sebagai pencipta alam semesta, sehingga Indonesia adalah bangsa religius, bukan ateis. Negara menjamin kebebasan beragama dan beribadah bagi seluruh rakyatnya.
2. Kemanusiaan (Moralitas)
Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, mengandung makna bahwa setiap individu harus bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral yang bersumber dari hati nurani. Setiap manusia memiliki potensi untuk menjadi pribadi yang beradab. Masyarakat yang berperadaban tinggi lebih terbuka terhadap kebenaran, menjunjung hukum, serta menjalani kehidupan yang teratur. Kesadaran ini mendorong terciptanya kehidupan yang damai, harmonis, dan toleran demi kebahagiaan bersama.
3. Persatuan Indonesia (Kebangsaan)
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mencerminkan semangat menyatukan keberagaman suku, budaya, dan kelompok dalam satu kesatuan bangsa. Persatuan ini terbentuk melalui sejarah panjang perjuangan bangsa dan bertujuan untuk memperkuat identitas nasional di tengah perbedaan. Nilai ini menekankan pentingnya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengakui keberagaman sebagai kekayaan bangsa, serta mendorong seluruh warga negara untuk mencintai tanah air dan siap berkorban demi kepentingan bersama.
4. Permusyawaratan dan Perwakilan
Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, menegaskan bahwa manusia sebagai makhluk sosial harus hidup saling menghargai dan bekerja sama demi kepentingan bersama. Prinsip kerakyatan mendorong bangsa Indonesia untuk tetap bijak, mampu mengendalikan diri, dan terbuka terhadap perubahan, meskipun menghadapi tantangan besar. Hikmat kebijaksanaan mencerminkan pemikiran yang matang dan tidak terjebak pada kepentingan sempit kelompok tertentu. Penyelenggaraan negara didasarkan pada sistem demokrasi, melalui musyawarah dan perwakilan, demi menjamin kesejahteraan rakyat. Keputusan yang diambil melalui musyawarah harus dijalankan dengan niat baik dan penuh tanggung jawab.
5. Keadilan Sosial
Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengandung nilai keadilan yang menekankan pada ketidakberpihakan, keseimbangan, dan pemerataan dalam berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah menciptakan masyarakat yang bersatu dan memberi kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk berkembang sesuai potensinya. Segala upaya diarahkan untuk mengoptimalkan potensi rakyat, membentuk karakter yang baik, dan meningkatkan kualitas hidup demi tercapainya kesejahteraan secara merata.
Tantangan Pancasila di Era Globalisasi
Globalisasi merupakan sebuah hal yang tidak bisa dihindari oleh seluruh masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia. Perkembangan globalisasi telah membawa perubahan signifikan dalam tatanan dunia, yang juga berdampak pada perubahan sosial dan budaya di berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satu tantangan nasional terbesar yang dihadapi saat ini adalah memudarnya nilai-nilai kebangsaan. Hal ini terjadi seiring dengan masuknya budaya asing, terutama budaya Barat, ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam menghadapi arus globalisasi ini, penting untuk kembali meneguhkan peran Pancasila sebagai dasar pembelajaran dan pedoman hidup, khususnya bagi generasi muda melalui jalur pendidikan formal—mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi. Penanaman nilai-nilai Pancasila menjadi sangat penting untuk membentuk karakter generasi penerus yang kelak akan menjadi pemimpin dalam pembangunan bangsa.
Jika tidak ada upaya yang serius untuk meneguhkan kembali peran Pancasila serta membangun sistem penyaring yang jelas guna memilah budaya yang selaras dengan nilai-nilai bangsa, maka nilai-nilai kebangsaan akan semakin tergerus oleh derasnya arus globalisasi. Oleh sebab itu, sangat penting untuk terus menegaskan Pancasila sebagai landasan utama dalam bersikap, berpikir, dan bertindak, sekaligus sebagai sumber inspirasi, motivasi, serta tolok ukur kebenaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Anggraini, Fathari, Anngara, & Al Amin, 2020).
Peluang Penguatan Pancasila di Era Globalisasi
Penguatan Pancasila di era globalisasi memiliki peluang besar, meskipun juga diiringi tantangan yang signifikan. Di tengah arus globalisasi yang membawa nilai-nilai universal, modernisasi, dan digitalisasi, Pancasila tetap relevan sebagai dasar negara dan panduan moral kehidupan berbangsa dan bernegara (Artanti, Utami, Rizki, Zaskiah, & Mahpudin, 2025).
Berikut adalah beberapa peluang penguatan Pancasila di era globalisasi:
1. Kemudahan Akses Informasi: Perkembangan era digital memungkinkan penyebaran informasi tentang nilai-nilai Pancasila menjadi lebih cepat dan luas, sehingga masyarakat dapat lebih mudah mengenal dan memahami prinsip-prinsip dasar Pancasila.
2. Keterbukaan terhadap Budaya Global: Hubungan antarbangsa yang semakin erat memberikan kesempatan untuk memperkaya pemahaman terhadap Pancasila melalui interaksi lintas budaya, yang dapat membantu menyesuaikannya dengan dinamika zaman modern.
3. Peningkatan Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Pendidikan formal maupun kampanye sosial dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya Pancasila sebagai pedoman moral dan etika dalam kehidupan berbangsa.
4. Peran Aktif Komunitas: Warga masyarakat dapat berinisiatif membentuk kelompok atau komunitas yang mengedepankan praktik nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, seperti membangun semangat toleransi, gotong royong, dan keadilan sosial.
Peran Generasi Muda dalam Menjaga Relevansi Pancasila
Di era modern saat ini, generasi muda memiliki peran yang sangat penting sebagai garda terdepan dalam menjaga dan membangun bangsa. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa pemuda merupakan penerus estafet kepemimpinan dan pembangunan nasional. Peran aktif generasi muda sangat berpengaruh dalam menentukan arah masa depan bangsa.
Melalui keterlibatan mereka, para pemuda mampu memberikan kontribusi positif, baik dalam bentuk gagasan-gagasan segar, inovasi, maupun partisipasi langsung dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satu bentuk kontribusi nyata yang dapat dilakukan adalah ikut serta dalam upaya bela negara, yaitu dengan mencintai tanah air, menjaga persatuan, dan menolak segala bentuk ancaman yang merusak keutuhan bangsa.
Tidak hanya itu, generasi muda juga memiliki peran strategis dalam menyuarakan nilai-nilai Pancasila, membela keadilan sosial, serta menjadi agen perubahan di tengah tantangan globalisasi. Oleh karena itu, sangat penting bagi generasi muda untuk mengembangkan potensi diri, memperkuat karakter kebangsaan, dan menanamkan semangat nasionalisme agar mampu memberikan kontribusi maksimal demi terwujudnya kedaulatan dan kejayaan bangsa Indonesia (Ardiansyah, et al., 2024).
Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar negara dan panduan hidup bangsa Indonesia memiliki makna yang mendalam dan nilai-nilai luhur yang relevan sepanjang masa. Setiap sila dalam Pancasila mencerminkan prinsip-prinsip fundamental dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, seperti religiusitas, moralitas, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial. Dalam menghadapi era globalisasi yang membawa arus budaya dan nilai-nilai baru dari luar, Pancasila menghadapi tantangan berupa memudarnya semangat kebangsaan serta melemahnya identitas nasional.
Namun demikian, globalisasi juga memberikan peluang besar untuk memperkuat eksistensi Pancasila melalui pemanfaatan teknologi, peningkatan kualitas pendidikan, serta keterlibatan aktif masyarakat dan komunitas dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila. Generasi muda memiliki peran sentral sebagai garda terdepan dalam menjaga relevansi dan implementasi Pancasila. Dengan semangat nasionalisme, keterbukaan berpikir, dan kesadaran kritis, mereka dapat menjadi agen perubahan yang mampu membawa bangsa Indonesia menuju masa depan yang berdaulat, adil, dan bermartabat. Oleh karena itu, peneguhan nilai-nilai Pancasila harus terus dilakukan agar tetap menjadi fondasi kokoh dalam menghadapi dinamika zaman.[]
Penulis :
Habib Muhammad Al-Fajri, mahasiswa Program Studi Ekonomi Syari’ah, Fakultas Agam Islam, Universitas Pamulang