TamiangNews.com, BANDA ACEH -- Personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh berhasil menangkap seorang pembeli sekaligus penjual satwa lindung dengan inisial A (53), di rumahnya di Desa Batu Hitam, Kecamatan Tapak Tuan, Aceh Selatan, Rabu (12/7). Saat ini A ditahan di Mapolda Aceh untuk penyelidikan lebih lanjut.
Dir Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Drs Armensyah Thay dalam konferensi pers, Kamis (20/7), mengatakan penangkapan itu dilakukan setelah mendapatkan informasi dari masyarakat terkait adanya aktivitas jual beli satwa lindung di Aceh Selatan. “Setelah dilakukan pengecekan ternyata memang pelaku melakukan usaha tersebut,” katanya.
Dari informasi tersebut, penyidik langsung melakukan penyamaran sebagai pembeli dan memesan sisik tringgiling dan jenis satwa lain kepada pelaku. Pada Rabu (12/7) sekitar pukul 11.00 WIB, penyidik mendatangi rumah pelaku.
“Setelah tiba di rumah pelaku, personil langsung melakukan penangkapan serta mengamankan barang bukti,” jelas Armensyah.
Dari hasil penangkapan itu, tambahnya, penyidik berhasil menyita sisik tringgiling sebanyak 4 kg, lidah tringgiling sebanyak 29 biji, sebuah tanduk rusa yang masih melekat di kepala rusa yang sudah diawet (opsetan), dua ekor janin rusa yang telah diawetkan, sebuah cula badak, dua buah timbangan warna merah, dan sebuah timbangan warna kuning.
Armensyah yang didampingi AKBP Sulaiman YS, Bidang Humas Polda Aceh, AKBP Erwan, Kasubdit IV/TIPIDlD TER, dan Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo menjelaskan, bahwa pelaku mendapatkan tringgiling dengan cara membeli dari masyarakat. Biasanya masyarakat yang mendapatkan tringgiling akan menghubungi pelaku.
Jika tringgiling sudah mati maka pelaku tinggal mengambil kulit serta lidahnya. Apabila tringgiling masih hidup, maka pelaku harus membunuhnya untuk mengambil lidah dan sisik.
Sedangkan dagingnya dimakan pelaku. Setelah itu, lidah dan sisik tringgiling dijemur oleh pelaku, sebelum kemudian dijual. Harga jual sisik tringgiling mulai Rp 2 juta hingga Rp 4 juta per kg.
Sedangkan cula badak dan tanduk rusa, menurut Armensyah, bukan milik pelaku, tetapi miliki orang lain. Pelaku hanya diminta bantu untuk menjual cula badak dan tanduk rusa kepada orang lain.
“Sedangkan rusa dan cula badak milik pelaku lainnya, sedangkan pelaku A hanya selaku pembantu untuk penjualan,” tukasnya.
Kasubdit IV/TIPIDlD TER, AKBP Erwan menambahkan, hasil pemeriksaan awal diketahui kegiatan jual beli satwa lindung sudah dilakukan pelaku hampir setahun. Ia mengatakan, saat ini pihaknya terus melakukan pengembangan karena ada beberapa nama yang akan ditindaklanjuti.
Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo menjelaskan, tringgiling jadi buruan karena biasanya akan dijadikan sebagai bahan baku sabu-sabu, selain juga untuk obat-obatan.
Menurutnya, pasar tersebar yang menampung tringgiling adalah Cina. “Makanya pasar terbesar itu adalah Cina,” tandasnya.
Sementara itu, akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) jounto Pasal 21 ayat (2) Huruf A, B, dan D, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 jounto Pasal 55, 56 KUHP.
Pelaku diancam dengan ancaman 5 tahun penjara. Penangkapan ini merupakan kasus pertama sepanjang 2017 terkait penjualan satwa lindung yang berhasil ditindak.
Kepala BKSD Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, saat ini terdapat 27 mamalia yang dilindungi oleh undang-undang ada di alam Aceh.
Di antara mamalia yang dilindungi tersebut seperti gajah sumatera, orangutan sumatera, badak sumatera, harimau sumatera, beruang madu, macan dahan, kuau, berbagai jenis burung, rusa, dan lainnya.
“Kalau di Aceh, satwa yang sering diburu seperti harimau, gajah, orangutan, rangkong gading, dan rusa. Rusa yang banyak sekali diburu,” katanya saat konferensi pers penangkapan pelaku penjual sekaligus pembeli tringgiling dengan inisial A (53), warga Desa Batu Hitam, Kecamatan Tapak Tuan, Aceh Selatan, di ruang Ditreskrimsus Polda Aceh.
Agar satwa lindung tersebut tidak diburu oleh masyarakat, Sapto mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan sosilisasi terkait hewan mana saja yang tidak boleh diburu dan harus dilindungi.
“Media juga berperan untuk memberitahu kepada masyarakat binatang mana saja yang dilindungi sehingga tidak bisa diperjual belikan,” ujarnya.
Kasubdit IV/TIPIDlD TER, AKBP Erwan menekankan, pihaknya telah mengintruksikan ke setiap tingkatan untuk menindak setiap warga yang kedapatan memburu satwa lindung.
Bahkan, pihaknya telah membuat SMS Center dengan nomor 08116771010, agar masyarakat mudah melaporkan segala bentuk kejahatan lingkungan hidup. [] tribunnews.com, foto : ilustrasi
Dir Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Drs Armensyah Thay dalam konferensi pers, Kamis (20/7), mengatakan penangkapan itu dilakukan setelah mendapatkan informasi dari masyarakat terkait adanya aktivitas jual beli satwa lindung di Aceh Selatan. “Setelah dilakukan pengecekan ternyata memang pelaku melakukan usaha tersebut,” katanya.
Dari informasi tersebut, penyidik langsung melakukan penyamaran sebagai pembeli dan memesan sisik tringgiling dan jenis satwa lain kepada pelaku. Pada Rabu (12/7) sekitar pukul 11.00 WIB, penyidik mendatangi rumah pelaku.
“Setelah tiba di rumah pelaku, personil langsung melakukan penangkapan serta mengamankan barang bukti,” jelas Armensyah.
Dari hasil penangkapan itu, tambahnya, penyidik berhasil menyita sisik tringgiling sebanyak 4 kg, lidah tringgiling sebanyak 29 biji, sebuah tanduk rusa yang masih melekat di kepala rusa yang sudah diawet (opsetan), dua ekor janin rusa yang telah diawetkan, sebuah cula badak, dua buah timbangan warna merah, dan sebuah timbangan warna kuning.
Armensyah yang didampingi AKBP Sulaiman YS, Bidang Humas Polda Aceh, AKBP Erwan, Kasubdit IV/TIPIDlD TER, dan Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo menjelaskan, bahwa pelaku mendapatkan tringgiling dengan cara membeli dari masyarakat. Biasanya masyarakat yang mendapatkan tringgiling akan menghubungi pelaku.
Jika tringgiling sudah mati maka pelaku tinggal mengambil kulit serta lidahnya. Apabila tringgiling masih hidup, maka pelaku harus membunuhnya untuk mengambil lidah dan sisik.
Sedangkan dagingnya dimakan pelaku. Setelah itu, lidah dan sisik tringgiling dijemur oleh pelaku, sebelum kemudian dijual. Harga jual sisik tringgiling mulai Rp 2 juta hingga Rp 4 juta per kg.
Sedangkan cula badak dan tanduk rusa, menurut Armensyah, bukan milik pelaku, tetapi miliki orang lain. Pelaku hanya diminta bantu untuk menjual cula badak dan tanduk rusa kepada orang lain.
“Sedangkan rusa dan cula badak milik pelaku lainnya, sedangkan pelaku A hanya selaku pembantu untuk penjualan,” tukasnya.
Kasubdit IV/TIPIDlD TER, AKBP Erwan menambahkan, hasil pemeriksaan awal diketahui kegiatan jual beli satwa lindung sudah dilakukan pelaku hampir setahun. Ia mengatakan, saat ini pihaknya terus melakukan pengembangan karena ada beberapa nama yang akan ditindaklanjuti.
Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo menjelaskan, tringgiling jadi buruan karena biasanya akan dijadikan sebagai bahan baku sabu-sabu, selain juga untuk obat-obatan.
Menurutnya, pasar tersebar yang menampung tringgiling adalah Cina. “Makanya pasar terbesar itu adalah Cina,” tandasnya.
Sementara itu, akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) jounto Pasal 21 ayat (2) Huruf A, B, dan D, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 jounto Pasal 55, 56 KUHP.
Pelaku diancam dengan ancaman 5 tahun penjara. Penangkapan ini merupakan kasus pertama sepanjang 2017 terkait penjualan satwa lindung yang berhasil ditindak.
Kepala BKSD Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, saat ini terdapat 27 mamalia yang dilindungi oleh undang-undang ada di alam Aceh.
Di antara mamalia yang dilindungi tersebut seperti gajah sumatera, orangutan sumatera, badak sumatera, harimau sumatera, beruang madu, macan dahan, kuau, berbagai jenis burung, rusa, dan lainnya.
“Kalau di Aceh, satwa yang sering diburu seperti harimau, gajah, orangutan, rangkong gading, dan rusa. Rusa yang banyak sekali diburu,” katanya saat konferensi pers penangkapan pelaku penjual sekaligus pembeli tringgiling dengan inisial A (53), warga Desa Batu Hitam, Kecamatan Tapak Tuan, Aceh Selatan, di ruang Ditreskrimsus Polda Aceh.
Agar satwa lindung tersebut tidak diburu oleh masyarakat, Sapto mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan sosilisasi terkait hewan mana saja yang tidak boleh diburu dan harus dilindungi.
“Media juga berperan untuk memberitahu kepada masyarakat binatang mana saja yang dilindungi sehingga tidak bisa diperjual belikan,” ujarnya.
Kasubdit IV/TIPIDlD TER, AKBP Erwan menekankan, pihaknya telah mengintruksikan ke setiap tingkatan untuk menindak setiap warga yang kedapatan memburu satwa lindung.
Bahkan, pihaknya telah membuat SMS Center dengan nomor 08116771010, agar masyarakat mudah melaporkan segala bentuk kejahatan lingkungan hidup. [] tribunnews.com, foto : ilustrasi