Foto : ILUSTRASI |
Dunia ibarat sebongkah batu es yang diletakkan di bawah terik matahari. Ia akan terus meleleh sampai akhirnya hilang tak berbekas. Sedangkan akhirat bagaikan batu permata yang tak tak akan hilang ditelan masa. Oleh karenanya jangan sampai seorang muslim menjadikan dunia tujuannya, akan tetapi hendaknya akhirat adalah tujuannya. Dan hal tersebut bisa kita raih dengan adanya sifat qana’ah dan zuhud pada jiwa seorang muslim.
Qana’ah dan zuhud merupakan akhlak terpuji dalam Islam. Qana’ah dan zuhud sebagai bagian dari akhlak terpuji karena mempunyai pengertian sebagai sikap yang kurang mementingkan persoalan keduniawian atau tidak mau terikat dengan dunia.
Orang yang qana’ah dan zuhud maksudnya dia mampu mengendalikan kehidupannya dari pengaruh dan kepentingan dunia dengan mengutamakan kepentingan akhiratnya untuk bekal hidup masa selanjutnya. Ia akan sibuk diliputi oleh perbuatan-perbuatan yang cenderung mengarahkan dirinya semakin dekat dengan kehidupan dan kebahagiaan akhirat.
Banyak sekali sahabat-sahabat yang berlaku zuhud dalam kehidupannya. Sebagai contoh misalnya Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu yang sangat konsisten membedakan mana kepentingan dunia dan akhirat, sehingga ia hidup dalam kesederhanaan dalam urusan dunia dan giat meningkatkan ibadah yang berkaitan dengan masa depan akhiratnya.
Pengertian Qana’ah dan Zuhud
Qana'ah ialah merasa cukup. Orang yang mempunyai sifat qana'ah adalah orang yang menerima apa saja yang telah di anugerahi oleh Allah ta’ala kepadanya. Ia tidak akan tergiur oleh kemewahan atau kekayaan yang dimiliki orang lain, karena dirinya sudah merasa cukup. Sifat qana'ah membebaskan pelakunya dari cerkam kecemasan dan memberikan kenyamanan psikologis ketika menghadapi dunia.
Berdasarkan uraian diatas, qana'ah adalah merasa ridha atas ketentuan Allah, dapat menerima diri mereka sendiri, serta memiliki rasa ikhlas dalam menghadapi kenyataan maupun kondisi hidup mereka sebagaimana adanya baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Individu yang memiliki sifat qana'ah tetap berikhtiar agar individu tetap bekerja serta berusaha semaksimal mungkin. Allah tetap menyuruh untuk kita percaya akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan kita.
Zuhud secara etimologis, berasal dari kata zahada maknanya raqab‘anshay’ wa tarakahu, artinya tidak tertarik pada sesuatu hal dan meninggalkannya. Zahada fi aldunya, berarti mengosongkan diri dari dunia. Orang yang melakukan perbuatan zuhud disebut zahid, zuhhad, atau zahidun, zahidah. Bentuk pluralnya zuhdan, yang bermakna kecil atau sedikit.
Pengertian zuhud secara umum ialah sikap menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Seorang yang zuhud seharusnya hatinya tidak terbelenggu atau hatinya tidak terikat oleh hal-hal yang bersifat duniawi dan tidak menjadikannya sebagai tujuan. Hanya sarana untuk mencapai derajat ketakwaan yang merupakan bekal untuk akhirat.
Dalil Berkaitan Qana'ah dan Zuhud
Terdapat beberapa dalil dari Al qur’an dan As-sunnah yang menjelaskan tentang qana’ah dan zuhud, diantaranya:
* Dalam surat Ibrahim: 7
{وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ}
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim:7)
Dalam ayat tersebut menjelaskan tentang pentingnya bersyukur dan betapa meruginya orang yang mengingkari nikmat-Nya. Oleh karena itu, qana’ah adalah karakter yang urgen sekali untuk diaplikasikan di tengah maraknya kehidupan zaman sekarang.
* Dalam hadits disebutkan
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ وَاقِدٍ الْقُرَشِيُّ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مَيْسَرَةَ بْنِ حَلْبَسٍ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ الزَّهَادَةُ فِي الدُّنْيَا بِتَحْرِيمِ الْحَلَالِ وَلَا فِي إِضَاعَةِ الْمَالِ وَلَكِنْ الزَّهَادَةُ فِي الدُّنْيَا أَنْ لَا تَكُونَ بِمَا فِي يَدَيْكَ أَوْثَقَ مِنْكَ بِمَا فِي يَدِ اللَّهِ وَأَنْ تَكُونَ فِي ثَوَابِ الْمُصِيبَةِ إِذَا أُصِبْتَ بِهَا أَرْغَبَ مِنْكَ فِيهَا لَوْ أَنَّهَا أُبْقِيَتْ لَكَ
Artinya: (Ibn Majah berkata): Hisyam bin 'Ammar telah menceritakan kepada kami (katanya), 'Amru bin Waqid al-Qurasyi telah menceritakan kepada kami (katanya), Yunus bin Maisarah bin Halbas telah menceritakan kepada kami, dari Abi Idris al-Khaulani, dari Abi Zar al-Ghifari, ia berkata: Rasulullah sallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: "Bukanlah dinamakan zuhud dengan mengharamkan yang halal, dan tidak pula dengan tidak memiliki harta. Akan tetapi zuhud di dunia itu adalah kamu tidak menjadikan apa yang menjadi milikmu lebih berharga daripada apa yang dimiliki Allah, serta balasan dari musibah yang menimpamu lebih kamu harapkan daripada musibah itu sendiri, walaupun musibah itu senantiasa menimpamu. (HR. Ibn Majah)
Seringkali disalahpahami bahwa zuhud semata-mata dengan meninggalkan kenikmatan dunia sehingga harus melakukan hidup miskin, fakir, tidak punya apa-apa dan seterusnya. Hadis di atas membatasi seorang Muslim bahwa meninggalkan dunia maksudnya bukan tidak mau lagi mencampuri urusan kehidupan dunia, namun lebih dipahami sebagai bentuk keterikatan hati yang dapat melupakan (melenakan) manusia dengan kenikmatan dunia yang sementara ini, sehingga lupa terhadap tujuan kebahagiaan akhirat yang ingin diraihnya. Hadis ini mengajarkan tata cara (praktik) melakukan zuhud yakni dengan sikap tidak terlalu berharap kepada dunia (tark al-raghabah fīha). Jadi Zuhud di dunia ini bukanlah dengan mengharamkan diri dari hal-hal yang dihalalkan seperti makan tidak makan daging, atau memberikan seluruh harta yang dimiliki sehingga tidak ada lagi yang tersisa. Akan tetapi zuhud yang sebenarnya adalah sikap hati yang tidak terlalu bergantung (berharap) kepada harta sehingga antara ada dan tidak adanya (misalnya hilang) itu sama saja. Zuhud itu juga senantiasa mendambakan balasan dari musibah yang dialami, walaupun dalam kondisi selalu mendapat musibah.
Hadits di atas mengisyaratkan bahwa bukan harta (dan dunia) tidak penting dalam kehidupan. Tentu saja dunia ini penting untuk menunjang kehidupan manusia, namun dunia (dan isinya) tidak membuat manusia bergantung kepadanya. Dunia hanya dijadikan sarana untuk taat kepada Allah. Dunia tidak dikejar dan diburu-buru sehingga merasa tidak puas atau merasa sedih karena tidak mendapatkannya. Dunia hanya jembatan bagi seorang untuk mencari keridhaan Allah.
Sikap Seorang Muslim Terhadap Qana'ah dan Zuhud
Berhias diri dengan sifat qana’ah adalah salah satu hal penting bagi penuntut ilmu, yaitu merasa puas dengan apa yang telah di berikan Allah kepadanya, tidak menuntut agar sama dengan orang orang kaya dan mewah, sehingga tidak memaksakan diri dengan untuk membiayai beban makanan, minuman, pakaian dan tempat tidur, lalu pundaknya dipenuhi dengan beban hutang, itu keliru. Yang benar adalah wajib atasmu bersikap qana’ah, karena ia adalah bekal seorang muslim.
Lalu, seorang muslim harus bersikap zuhud, karena sikap zuhud menyelamatkan manusia dari penyakit dan risiko dunia. Hendaknya dia tidak menginginkan dengan hatinya, kecuali sekedar yang di butuhkan tubuh saja. Dan sikap zuhud merupakan kedudukan tinggi.
Dengan sikap zuhud seorang muslim memandang dunia ini sebagai sarana ibadah untuk mendapatkan keridhaan Allah ta’ala. Bukan sebagai tujuan hidup. Dunia dipandang sebagai suatu yang fana. Cinta yang berlebih-lebihan terhadapnya akan melahirkan sifat- sifat mazmumah (tercela). Sikap zuhud seperti ini telah dicontohkan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya.
Hikman dari Qana'ah dan Zuhud
Hikmah menjadi qana’ah adalah jiwa menjadi tentram dan tenang, mendatangkan etis kerja dan usaha, optimis, percaya diri dan tidak ragu, juga hidup secara sederhana.
Dengan zuhud, dunia tidak menjadi godaan, akhirat akan menjadi tujuan dan cita-cita tertinggi. Zuhud mampu melahirkan sifat tawadhu’tidak merasa bangga atas kemewahan dunia yang telah ada di tangan dan tidak merasa sedih hanya karena hilangnya kemewahan itu dan tangannya, la tetap bekerja dan berusaha, namun tidak pernah terlena dengan duniawi dan tidak pernah menguasai kecenderungan kalbunya apalagi ingkar kepada Allah.
Demikian pembahasan qana’ah dan zuhud semoga bermanfaat dan Allah jadikan kita seorang hamba yang berhias dengan dua sifat mulia ini.[]
Pengirim :
Aski Fadhila Salsabilla, Khairunnisa Alya br Solin dan Nurul Fathonah (Mahasiswi STIT Madani Yogyakarta)