Notification

×

Iklan

Iklan

Menjaga Keuangan Tetap Halal di Era Digital: Menghindari Jeratan Pinjol

Jumat, 27 Juni 2025 | Juni 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-27T11:19:41Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Niswatul Fadhillah Pulungan (Foto/dok. pribadi)

Menjauh dari Riba di Zaman Serba Digital, Digitalisasi telah menghadirkan banyak kemudahan dalam kehidupan manusia, termasuk dalam urusan keuangan. Salah satu wujud paling nyata adalah menjamurnya layanan pinjaman online (pinjol) yang menawarkan proses cepat tanpa jaminan. Di tengah kebutuhan masyarakat terhadap akses dana yang mudah, layanan ini menjadi solusi instan. Namun, di balik kemudahannya, pinjol juga menyimpan bahaya besar: praktik bunga pinjaman yang berlebihan, yang dalam Islam dikenal sebagai riba.

 

Dalam Islam, riba bukan hanya persoalan hukum muamalah, tetapi juga persoalan moral dan spiritual. Al-Qur’an secara tegas mengharamkan riba karena merusak keadilan dan menciptakan ketimpangan sosial. Oleh karena itu, umat Islam perlu bersikap bijak dalam menyikapi perkembangan teknologi finansial, terutama yang menyangkut utang-piutang.

 

Di Antara Kemajuan Teknologi dan Bahaya Laten Riba, Fenomena pinjol layaknya dua sisi mata uang: menawarkan kemudahan, tapi berpotensi memerangkap penggunanya dalam lingkaran utang yang tidak sehat. Beberapa layanan pinjol konvensional menerapkan bunga tinggi, denda keterlambatan yang berlipat, dan cara penagihan yang tidak manusiawi semua ini bertentangan dengan nilai-nilai syariah.

 

Di sinilah pentingnya pemahaman terhadap Fiqh Muamalah, yaitu cabang ilmu fikih yang mengatur interaksi ekonomi umat Islam. Fiqh ini menjadi landasan penting untuk menjaga agar setiap transaksi tetap dalam koridor halal, adil, dan berkah.

 

Tinjauan Fiqh dan Alternatif Syariah, Prinsip Dasar Fiqh Muamalah


Fiqh Muamalah menekankan lima prinsip utama dalam transaksi keuangan, berikut adalah yang pertama dengan Larangan Riba, Tambahan dalam utang yang tidak berdasarkan akad yang sah. Dan yang kedua Dengan Larangan Gharar, Ketidakjelasan dalam akad atau syarat transaksi. Dan yang ketiga Dengan Larangan Maisir, Unsur spekulatif dan perjudian. Dan Yang keempat Dengan Keadilan dan Transparansi, Semua pihak mengetahui dan menyetujui isi perjanjian. Dan yang terakhir dengan Kebolehan Akad, Selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.                                                                                                                                

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an:

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

(QS. Al-Baqarah: 275)

 

Realita Praktik Pinjol Konvensional, Mayoritas layanan pinjol konvensional tidak memenuhi prinsip-prinsip di atas. Beberapa praktik yang bermasalah antara lain, dengan Suku bunga tinggi dan tidak transparan, bisa mencapai ratusan persen dalam setahun, juga dengan Denda keterlambatan yang menumpuk, memperparah kondisi ekonomi peminjam, dan dengan Penagihan yang merendahkan martabat, seperti intimidasi, ancaman, hingga penyebaran data pribadi.

 

Praktik seperti ini mengandung unsur riba, gharar, dan dharar, yang semuanya dilarang dalam Islam. Lebih dari sekadar transaksi, ini adalah bentuk kezaliman yang berdampak sosial luas.

 

Solusi Syariah, Pinjaman Tanpa Riba dan Fintech Halal, Islam tidak menutup mata terhadap kebutuhan umat terhadap dana segar. Justru Islam mendorong tolong-menolong dan keadilan dalam urusan keuangan. Beberapa solusi yang ditawarkan Islam antara lain, Qardh Hasan (Pinjaman Kebajikan): Pinjaman tanpa bunga, dengan niat membantu sesama tanpa mengambil keuntungan duniawi. Dan Juga dengan Fintech Syariah, Layanan digital keuangan yang berbasis akad-akad syariah seperti, Murabahah (jual beli margin), Mudharabah (bagi hasil), Musyarakah (modal bersama) dan Ijarah (sewa).

 

Beberapa platform fintech syariah seperti ALAMI, Ammana, Dana Syariah, dan Investree Syariah telah diawasi oleh OJK dan Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) untuk menjamin kesesuaian syariah.

 

Langkah Praktis Menghindari Riba di Era Digital, Agar tetap selamat dari jeratan riba di zaman sekarang, umat Islam dapat menempuh langkah-langkah berikut, Hindari pinjol berbunga, meski tampak mudah dan cepat, Gunakan fintech syariah yang sudah terdaftar di OJK dan mendapat pengawasan DSN-MUI, Perkuat literasi keuangan syariah, melalui kajian, pelatihan, atau komunitas Muslim, Bangun solidaritas ekonomi umat, seperti koperasi syariah, kas RT berbasis syariah, atau lembaga simpan pinjam halal dan Konsultasikan pada ahli fikih atau ustadz, sebelum mengambil keputusan keuangan penting.

 

Menggabungkan Teknologi dan Nilai Islam, Kehadiran teknologi finansial adalah keniscayaan. Namun sebagai umat Islam, kita memiliki tanggung jawab moral untuk tetap menjaga nilai-nilai syariah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk keuangan. Islam bukan anti-kemajuan, tapi menekankan agar kemajuan membawa manfaat tanpa menabrak batas halal dan haram.

 

Riba bukan sekadar kesalahan transaksi, tetapi termasuk dalam dosa besar yang berdampak buruk pada individu dan masyarakat. Oleh karena itu, sudah saatnya kita membangun ekosistem keuangan yang tidak hanya canggih, tapi juga halal, berkeadilan, dan memberdayakan.

 

Mari kita jadikan setiap rupiah yang kita pinjam, belanjakan, dan investasikan sebagai bagian dari ibadah yang diberkahi, bukan sumber penyesalan.                                                       

“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah: 275).[]

 

Penulis :

Niswatul Fadhillah Pulungan, Mahasiswi Ekonomi Syariah, Universitas Pamulang 

×
Berita Terbaru Update