Notification

×

Iklan

Iklan

Permohonan Dispensasi Terkait Urgensi Pernikahan Dini dalam Perspektif Hukum Acara Peradilan Agama

Minggu, 19 Mei 2024 | Mei 19, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-05-19T08:25:30Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto : ILUSTRASI

Pernikahan dini menimbulkan permasalahan dikalangan pakar hukum, baik dari segi pandangan mengenai kompilasi hukum Islam maupun dalam Undang-Undang Perkawinan. Mengenai batasan usia perkawinan, dalam Undang-Undang Perkawinan mengacu pada pasal 7 ayat 1 tahun 1974 yang kemudian di revisi dan menjadi Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 tahun 2019. Permasalahan pada perkawinan anak adalah terkait dengan adanya perbedaan pandangan substansi aturan tentang perkawinan anak baik dalam perspektif fikih atau hukum Islam dan hukum positif. 


Pada perbedaanya sumber dari kedua hukum tersebut tentu berbeda. Hukum positif seperti undnag-undang perkawinan bersumber dari hukum materiil yaitu faktor yang membantu pembentukan hukum atau tempat dimana material hukum itu diambil seperti norma, tradisi dan kebiasaan. Kemudian hukum Islam bersumber dari al-Qur’an dan hadits yang kemudian ditafsirkan oleh beberapa ulama yang sudah terkaji ilmunya dalam mementukan suatu hukum.Pada hukum positif batas usia ditetapkan dengan menyebutkan angka yang berarti jelas batasan dari usia tersebut.


Padahal Negara sudah mengatur secara terbatas tentang perkawinan untuk mengatur rakyatnya agar tidak mendapat persoalan hukum dan persoalan lainnya dikemudian hari dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan serta Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan khusus kepada aparatur Pegawai Negeri sipil telah dikeluarkan PP Nomor 10 Tahun 1980 jo PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. 


Lebih khusus tentang permohonan dispensasi nikah dapat dilihat pada penjelasan pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, penjelasan dimana menguraikan tentang jenis kewenangan mengadili oleh Pengadilan Agama diantaranya adalah permohonan dispensasi nikah.


Dispensasi pernikahan adalah izin kawin yang diberikan oleh pengadilan kepada calon suami atau istri yang belum mencapai usia minimal pernikahan yang ditentukan, yaitu 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk Wanita, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Peran Hakim dalam kasus Dispensasi nikah sangatlah penting, karena puncak dari penyelesaian kasus tersebut yang berupa ketetapan semuanya ada ditangan Hakim. Lantas dalam memberi ketetapan tersebut pasti ada dasar pertimbangan demi kemaslahatan bersama. 


Membahas mengenai alasan pemohon untuk melangsungkan dispensasi pernikahan dini sangatlah beragam, alasan yang paling sering ialah karena terjadi kecelakaan sosial yang berimbas hamil diluar nikah, ada juga yang beralasan dikarenakan kedua calon sedang tidak dalam masa Pendidikan, sudah berpenghasilan dan sudah menjalani hubungan yang cukup lama yang kemudian dikembangkan untuk menghindari kemaksiatan. Alasan lain ialah karena salah satu atau kedua calon berstatus yatim/piatu dan/atau yatim piatu sehingga demi kelanjutan hidup yang lebih baik maka dari pihak keluarga calon mempelai menganjurkan untuk dilangsungkan perkawinan.


Subjek hukum perkara permohonan dispensasi nikah adalah orang tua wali, mengapa demikian bukankah yang akan menikah adalah calon pengantin? Hal ini karena bertentangan dengan ketentuan baku bahwa yang dapat dianggap cakap sebagai subjek hukum dalam perkara perdata di Pengadilan adalah orang yang sudah berumur 21 tahun atau pernah menikah, sedangkan dalam kasus dimaksud karena calon pengantinnya masih di bawah ketentuan umur yang dibenarkan menurut undang-undang. Pertimbangan hukum oleh hakim Pengadilan Agama dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah adalah jika pemohon mengajukan dispensasi nikah karena hamil diluar nikah maka lebih punya peluang dikabulkannya permohonan tersebut oleh Hakim karena sifatnya mendesak.


Namun itu bukan merupakan solusi yang menjadi jalan pintas bagi calon yang ingin melangsungkan pernikahan dini bukan dari hamil diluar nikah. Jangan sampai dengan jalan ini menghalalkan segala cara untuk mendapatkan ijin untuk melangsungkan pernikahan dini. Pertimbangan hukum oleh hakim bagi calon yang hamil diluar nikah ialah lebih dititik beratkan pada perlindungan terhadap anak yang akan dilahirkan, calon bayi yang akan dilahirkan mempunyai hak hidup dan hak mendapat perlindungan hukum. Kemudian kepada calon yang bukan dari hamil diluar nikah, lebih dilihat dari kemanfaatan dan kemudharatan dari pernikahan itu sendiri.


Sebelum mengajukan permohonan dispensasi nikah, yang harus diketahui bagi calon pemohon ialah, pemohon atau kuasanya datang ke Kelurahan untuk meminta surat keterangan dari lurah, pemohon atau kuasanya datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat keterangan dari Kelurahan untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah. Selanjutnya pada prosedur mengajukan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama ialah, pemohon atau kuasanya mengajukan permohonan tersebut ke panitera Pengadilan Agama secara lisan dan tertulis, kemudian panitera atas nama Pengadilan Agama menerbitkan suatu catatan yang disebut catatan permohonan yang selanjutnya dibubuhkan cap jempol dan tanda tangan pemohon. 


Surat permohonan tersebut diserahkan kepada Panitera Muda di bidang permohonan mengenai pemeriksaan valid atau tidaknya data tersebut, setelah data tersebut dinyatakan valid selanjutnya pemohon membayar voorschot biaya perkara dan memperoleh kwitansi dari bendahara Pengadilan, setelah permohonan terdaftar di Kepaniteraan maka panitera secepatnya menyampaikan berkas permohonan kepada Ketua Pengadilan, selanjutnya Ketua Pengadilan menunjuk majelis hakim untuk menghakimi dan mengadili perkara tersebut, dan terakhir ketua majelis hakim membuat surat penetapan hari sidang yang kemudian panitera membuat surat panggilan untuk pemohon hadir dalam sidang tersebut sesuai jadwal yang sudah ditentukan. 


Penting untuk diingat bahwa dispensasi pernikahan bukan solusi utama untuk mengatasi pernikahan dini. Upaya pencegahan pernikahan dini melalui edukasi dan pemberdayaan masyarakat, serta penegakan hukum yang tegas, tetap menjadi kunci utama untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak di Indonesia.[]


Pengirim :

Pakih Rizki Romadhoni, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, email : pakihrizkir@gmail.com


×
Berita Terbaru Update