![]() |
Foto/Ilustrasi |
Pernahkah kamu menyadari betapa mudahnya kini mengakses kajian tafsir Al-Qur’an? Tak hanya lewat buku, kini tafsir Al-Qur’an hadir dalam format audiovisual yang menarik, menjadi alternatif dakwah yang efektif di era milenial. Sebagai alternatif dakwah, beberapa dekade ini tafsir audiovisual telah membuming, sering tanpa sengaja kita jumpai dalam beranda Youtube, Facebook, Tik-Tok, Instagram, berbagai video kajian yang berisi tafsir Al-Qur’an dan juga kreasi tafsir yang menggunakan ilustrasi gambar dan suara, inilah yang disebut sebagai tafsir audiovisual.
Misalnya saja dalam kanal-kanal Youtube Quraish Shihab, Adi Hidayat Official, Yufid. TV, Alila Hijabku dan masih banyak chanel-chanel Youtube yang lainnya. Untuk itu akan diulas terkait nilai tafsir audiovisual, dan sedikit kritik terhadap tafsir audiovisual.
Chanel-Chanel yang menampilkan tafsir audiovisual merupakan bentuk inovasi dalam dunia tafsir yang kian banyak diminati masyarakat. Tampilan tafsir audiovisual yang menarik dan unik dengan diiringi musik ataupun lagu-lagu islami menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk menikmatinya. Maka tidak heran jika masyarkat begitu antusias menyimak dan memberi tanggapan serta saran pada pembahasan isi tafsir audiovisual melalui platform kolom komentar yang tersedia.
Kemudian bisa kita lihat bagaimana para konten kreator mengkreasi video-video yang ada tersebut. Konten kreator memainkan peran penting dalam penyebaran tafsir audiovisual ini. Mereka seringkali menyunting video kajian menjadi potongan-potongan pendek yang lebih mudah dipahami dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat konten lebih menarik dan mudah diakses, meskipun terkadang berpotensi menimbulkan misinterpretasi.
Selain antusias-antusias yang telah disebutkan, ada juga kalangan akademisi yang giat meneliti tafsir audiovisual. Berbagai karya ilmiah hasil penelitian tafsir audiovisul dapat kita temukan pada weeb google scholer. Setelah mengamati berbagai artikel yang saya temukan di google scholer kebanyakan kasus penelitiannya berkaitan dengan perbedaan penyampaian tafsir salah satu surat dalam Al-Qur’an dengan tafsirnya yang tertulis dalam kitab tafsir.
Selain itu penelitian juga difokuskan pada aspek konten tafsir yang berkaitan dengan metode tafsir, pendekatan tafsir, bahasa tafsir, sifat mufasir, sumber rujukan dan genre tafsir. Begitu juga aspek media yang berkaitan dengan produsen, dan penampilan visual (Nafiatuzzahro, 2018). Ada pula yang mengulas motif masyarakat yang menyimak konten tafsir audiovisual, yang berkeinginan menjadi pribadi yang lebih baik dan terpola (Ilma, 2024). Ada juga yang mengulas kelayakan dan efektivitas tafsir audiovisual. Satu diantara yang belum banyak dikaji adalah siapa mufasir sebenarnya dibalik konten tafsir audiovisual tersebut?
Pertanyaan ini krusial karena konten kreator memiliki peran besar dalam penyuntingan dan penyajian video. Apakah mereka juga berperan sebagai mufasir? Orang yang memberikan pembahasan ataukah para konten kreator yang kadang memotong video-video penafsiran dengan mengambil sebagian kecil video yang dianggap relevan, mudah diterima dan dipahami masyrakat.
Apabila melihat syarat-syarat seorang mufasir, yang diantaranya harus sehat aqidah, terbebas dari hawa nafsu, dan menguasai bahasa Arab dan Ilmu-ilmu cabang maka hemat penulis para konten kreator belum bisa disebut sebagai mufasir. Para konten kreator belum tentu memiliki kreadibilitas sebagai mufasir yang sebenarnya, sebab belum tentu para konten kreator tersebut sehat dalam aqidah, terbebas dari hawa nafsu, dan menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu cabang.
Karena itu, kendati video yang diunggah tersebut kebanyakan sesuai dengan kondisi real masyarakat karena telah disetting sedemikian rupa, masih banyak pula video yang akhirnya menimbulkan kesalahpahaman masyarakat.
Meski video-video pendek seringkali memotivasi dan mudah dipahami, potensi misinterpretasi tetap ada. Informasi yang tidak lengkap dan pemahaman yang parsial dapat menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, penting untuk tetap kritis dan bijak dalam mengonsumsi konten tafsir audiovisual.
Kesimpulannya mufasir sebenarnya bukanlah para konten kreator, melainkan orang yang menyampaikan tafsir dengan penafsirannya sendiri contohnya M. Quraish Shihab dkk dan penulis kitab tafsir asli yang kemudian teks tafsir disampaikan secara oral oleh para ustad/ ustadzah, dan kiyai. Maka konten kreator hanya bertindak sebagai pengkreasi video penafsiran agar dapat memberi daya tarik kepada khalayak ramai dalam mengakses tafsir Al-Qur’an. Akan tetapi masyaraka harus tetap cermat dan mencari sumber yang telah kredebel agar tidak menyesatkan pemahaman.[]
Penulis :
Suyanti, mahasiswa IAIN Ponorogo, domisili Asrama Literasi Baitul Hikmah Jalan Sidorejo RT.04 RW.01 Dukuh Kanten, Kec. Babadan, Kabupaten Ponorogo, email : ssuyanti579@gmail.com