Fadilah Balfas (Foto/dok. pribadi)
Mahasiswa merupakan kelompok strategis dalam masyarakat yang memiliki peran penting dalam membentuk arah peradaban. Sebagai generasi muda yang sedang menimba ilmu, mahasiswa memiliki semangat perubahan, daya kritis, dan potensi besar untuk membangun masa depan umat.
Dalam konteks Islam, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk unggul secara akademik, tetapi juga untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia, memahami ajaran agama, dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang muamalah.
Muamalah adalah bagian dari ajaran Islam yang mengatur hubungan sosial dan ekonomi antarindividu. Prinsip-prinsip muamalah seperti kejujuran, keadilan, amanah, dan larangan riba merupakan nilai-nilai fundamental yang harus ditanamkan dalam kehidupan mahasiswa Muslim.
Di era modern saat ini, banyak godaan yang menjerumuskan kaum muda pada praktik ekonomi yang tidak sesuai syariah, seperti pinjaman online berbunga tinggi, transaksi tidak transparan, atau kerja sampingan yang merugikan pihak lain. Mahasiswa sebagai pemuda Islam harus mampu menjadi penyeimbang sekaligus penolak arus terhadap praktik-praktik semacam itu.
Dalam lingkungan kampus, mahasiswa Muslim dapat menerapkan nilai muamalah dengan cara yang sederhana namun bermakna. Misalnya, saat menjalankan bisnis kecil-kecilan di kampus, mahasiswa dapat menjunjung tinggi prinsip kejujuran dalam menetapkan harga dan tidak menipu konsumen.
Ketika terlibat dalam organisasi atau kepanitiaan, mahasiswa dapat membangun sistem kerja yang adil, transparan dalam pengelolaan dana, serta menghindari perilaku koruptif sekecil apa pun.
Lebih dari itu, mahasiswa sebagai pemuda Islam juga memiliki tanggung jawab dakwah, yakni menyampaikan nilai-nilai Islam kepada teman-temannya. Dalam hal ini, muamalah menjadi materi dakwah yang sangat relevan, karena berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari.
Dengan memberikan contoh dalam perilaku, mahasiswa Muslim bisa menjadi agen perubahan yang menyebarkan etika bisnis Islami, keadilan sosial, dan kepedulian terhadap sesama.
Islam tidak memisahkan antara ibadah ritual dan ibadah sosial. Oleh karena itu, ketika mahasiswa mampu menyeimbangkan antara belajar, beribadah, dan bermuamalah secara syar’i, maka ia sedang menapaki jalan menjadi pemimpin masa depan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga bersih dalam akhlak dan bijak dalam bermuamalah.
Dengan potensi yang dimiliki, mahasiswa Muslim harus menyadari bahwa mereka bukan sekadar pemuda biasa, tapi harapan umat. Maka, sudah sepatutnya mereka mempelajari fikih muamalah dan menjadikannya sebagai pedoman hidup untuk membangun kehidupan pribadi yang sehat secara finansial, serta masyarakat yang adil dan beradab dalam naungan syariat Islam.[]
Penulis :
Fadilah Balfas, Mahasiswa Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Tazkia, Bogor