Notification

×

Iklan

Iklan

Reformasi Pajak Era Menkeu Purbaya: Menjaga APBN Tetap Sehat dengan Kepastian Hukum

Sabtu, 11 Oktober 2025 | Oktober 11, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-11T15:15:19Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik


Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Namun, keberhasilan menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap sehat tidak semata ditentukan oleh besarnya penerimaan pajak, melainkan juga oleh kepastian hukum dan integritas sistem perpajakan.

 

Selama menjabat, Sri Mulyani mendorong berbagai terobosan seperti Core Tax Administration System (CTAS), sebuah sistem administrasi pajak digital yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Inisiatif ini terbukti mampu menopang stabilitas fiskal bahkan saat pandemi melanda, meskipun rasio pajak Indonesia masih belum mencapai titik ideal.

 

Kini estafet reformasi berada di tangan Purbaya. Kepemimpinannya dihadapkan pada tantangan ekonomi yang lebih kompleks, mulai dari perlambatan ekonomi global, ancaman krisis iklim, hingga akselerasi digital yang menuntut adaptasi cepat. Dalam situasi ini, kesinambungan dan penguatan reformasi perpajakan menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan memperkuat fondasi APBN dalam jangka panjang.

 

Salah satu tantangan terbesar dalam sistem perpajakan Indonesia adalah rendahnya kepastian hukum dan belum optimalnya penegakan peraturan. Kondisi ini memperbesar peluang penghindaran pajak dan berkontribusi pada menurunnya kepercayaan publik terhadap otoritas pajak. Dengan adanya integrasi data lintas lembaga, termasuk dari sektor keuangan digital, pemerintah sebenarnya memiliki peluang besar untuk meningkatkan akurasi data wajib pajak sekaligus menegakkan asas keadilan fiskal secara lebih efektif.

 

Penting untuk disadari bahwa reformasi perpajakan tidak boleh hanya dipahami sebagai upaya menambah beban pajak masyarakat. Sebaliknya, reformasi harus diarahkan untuk menciptakan sistem yang lebih proporsional, adil, dan mendukung kepatuhan sukarela. Digitalisasi layanan, pemberian insentif yang tepat, serta pengawasan berbasis data akan memperkuat sistem yang lebih efisien dan dipercaya publik.

 

Lebih jauh lagi, Indonesia perlu bergerak menuju kemandirian fiskal melalui inovasi kebijakan seperti pajak berbasis lingkungan. Saat ini, pemanfaatan instrumen seperti pajak karbon masih belum optimal, meskipun sudah memiliki dasar hukum dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Jika Menteri Keuangan Purbaya mampu merealisasikan kebijakan ini, maka akan terbuka peluang untuk mendorong transisi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan, sembari menambah penerimaan negara tanpa menambah beban langsung kepada masyarakat.

 

Namun, perluasan basis pajak tetap menjadi syarat utama untuk mencapai kemandirian fiskal. Tanpa menggarap sektor-sektor potensial seperti ekonomi digital, UMKM informal, dan optimalisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ketergantungan pada utang akan terus meningkat. Kondisi ini tidak hanya melemahkan posisi APBN, tetapi juga berisiko membebani generasi mendatang.

 

Dapat disimpulkan bahwa Reformasi perpajakan bukan hanya soal target fiskal, tetapi mencerminkan komitmen negara dalam menegakkan keadilan dan kepastian hukum. Pemerintahan saat ini memiliki peluang strategis untuk melanjutkan fondasi yang telah dibangun dengan mengedepankan transparansi, inovasi digital, dan keberpihakan pada keadilan sosial. Bila konsistensi ini terjaga, maka APBN yang sehat dan berkelanjutan bukan sekadar harapan, tetapi keniscayaan.[]

 

Penulis :

Zhang Dhiva Ariesta Zuyyina, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang

×
Berita Terbaru Update