Notification

×

Iklan

Iklan

Sudah Saatnya Indonesia Fokus Pada Peningkatan Kualitas, Tidak Hanya Sekadar Kuantitas

Jumat, 10 Desember 2021 | Desember 10, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-12-10T10:37:23Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Ega Juanda Pratama Prodi Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Semester 5, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

TamiangNews.com --- Indonesia mulai berinvestasi dalam pendidikan dasar pada pertengahan 1970-an, menggunakan dana yang didapat dari eksposr minyak untuk membangun minimal satu sekolah dasar di lebih dari 60 ribu desa. Pada tahun 1988, semua kecuali 0,4 persen anak usia sekolah terdaftar atau bahkan telah lulus dari pendidikan dasar. Saat ini, sekitar seperlima dari total belanja publik dialokasikan untuk pendidikan.


Sebuah teka-teki yang mungkin dihadapi pemerintah adalah apakah akan menghabiskan sumber daya untuk menjangkau sangat sedikit anak yang belum memiliki akses ke pendidikan dasar, atau untuk menginvestasikan sumber daya tersebut di pendidikan menengah dan tinggi . 


Melakukan yang pertama akan memastikan pendidikan dasar universal, tetapi biaya marjinal per siswa kemungkinan akan sangat tinggi. Ukuran terakhir kemungkinan akan mencapai nilai yang lebih besar untuk biaya, tetapi tidak universal. 


Kekhwatiran soal kualitas

Dua tes prestasi internasional utama—Program untuk Penilian Pelajar Internasional (PISA) tahun 2018 survei menilai bahwa Indonesia mendapatkan skor sebesar 371 untuk literatur, 379 untuk matematika, serta 396 untuk kemampuan sains. Hal ini menyebabkan Indonesia berada pada peringkat 10 besar terbawah. 


Untuk pengukuran The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2015 lalu yang dipublikasikan bulan Desember 2016 menunjukkan prestasi matematika Indonesia menempati peringkat 46 dari 51 negara. Lebih mengkhawatirkan lagi, kualitas pendidikan di Indonesia tetap rendah selama belasan tahun terakhir. Hasil TIMSS sejak 1999 secara konsisten munjukkan hal ini.


Jadi, sementara anak-anak Indonesia menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah ketimbang bermain, tidak ada peningkatan pembelajaran pula yang turut terlihat di sana. Hal yang mengkhawayirkan adalah kenyataan  bahwa kesenjangan pengetahuan matematika antara anak dengan latar belakang ekonomi pendidikan yang berbeda tetap lebar meskipun kesenjangan pencapaian pendidikannya menyempit secara signifikan.


Hal ini mencirikan bahwa anak-anak dari keluarga yang tidak mampu akan cenderung mengenyam pendidikan dengan kualitas didik yang lebih rendah. Padahal, seharusnya pendidikan memberikan fasilitas yang sama rata, memberikan kesemaptan untuk berkembang dengan cara dan kebijakan yang sama, dan hal seperti ini dilakukan dengan kegiatan-kegiatan seperti program sertifikasi guru dalam periode tersebut.


Menghargai orang-orang yang berprestasi

Masalah terakhir yang perlu ditangani adalah memelihara bakat. Perdebatan seputar pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh masalah seperti putus sekolah, gagal dalam ujian nasional dan rendahnya keterampilan siswa. Sementara semua masalah ini relevan dan perlu ditangani, ada sekelompok kecil siswa berprestasi sangat tinggi yang sebagian besar diabaikan. 


Mereka adalah siswa yang memenangkan penghargaan internasional, individu yang apabila diapresiasi dengan sebagaimana selayaknya dapatkan akan terus memberikan kontribusi penting dalam berbagai bidang sosial, ekonomi, dan juga akademik. Beberapa bisa menghasilkan inovasi teknologi dan menjadi pemimpin masa depan negara. Pada titik ini, sangat sedikit apresiasi yang diberikan untuk memastikan bahwa anak-anak tersebut dapat memaksimalkan potesi mereka.


Jika pemerintah akan terus abai soal fenomena ini, mengabaikan bakat-bakat yang ada dari para generasi muda dengan cara tidak menyokongnya sama-sekali, di akhir waktu negara akan kehilangan kesempatan emas untuk melangkah lebih maju. Indonesia perlu menjawab tantangan-tantangan tersebut jika ingin meningkatkan daya saing globalnya dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.


Mengingat jeda yang panjang antara kebijakan dan intervensi lain serta hasil yang dapat mereka capai, semakin cepat tantangan yang ini mulai ditangani, maka output-ya akan semakin baik pula. 


Ega Juanda Pratama Mahasiswa Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES)***

×
Berita Terbaru Update