Notification

×

Iklan

Iklan

Hashtag #Kabur aja dulu refleksi Krisis Identitas Nasional di Era digital

Minggu, 04 Mei 2025 | Mei 04, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-04T02:24:01Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/ILUSTRASI

Tagar “#Kabur aja dulu” yang mulai ramai diperbincangkan sejak Februari 2025. Hastag ini sebagai bentuk keresahan dan kekecewaan warga indonesia terhadap sistem pemerintahan yang dinilai semakin tidak terstruktur dan sulit dipahami oleh masyarakat. Kesenjangan antara harapan dan kenyataan di dunia kerja menjadi pemicu utama, di mana banyak orang merasa kesulitan mendapat pekerjaan yang layak dengan upah yang memadai meskipun sudah berpendidikan tinggi.

 

Ketidakadilan pemerintah terhadap masayarakat kecil, serta penegak hukum yang dianggap kurang tegas terhadap  pelaku korupsi membuat masyarakat merasa kehilangan rasa aman dan kembali dikecewakan oleh sistem yang ada. Karena itu lah, hastag ini dijadikan sebagai alat untuk melampiaskan rasa lelah dan ingin mencari identitas baru yang lebih menjamin di tempat lain.

 

Di era digital yang semakin maju, ruang online telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Kehidupan digital telah mengubah cara manusia dalam berinteraksi, mendapat informasi, mencari hiburan bahkan membentuk pandangan terhadap diri mereka sendiri. Semuanya tidak lagi hanya terjadi mealalui interaksi langsung antar individu. Dalam hal ini lah kemunculan hastag #Kabur aja dulu mulai saling berkaitan dengan masyarakat yang hidup di era digital ini.

 

Ruang online menjadi wadah yang tepat bagi inidividu untuk menyuarakan keresahan dan kekecewaan terhadap realitas yang dihadapinya. Bagi generasi muda, hastag ini bukan hanya sekedar ajakan untuk berlibur, melainkan menjadi simbol keinginan sejenak melarikan diri dari tekanan dan ketidakpastian yang meraka rasakan, terutama terkait isu pemerintahan dan tantangan dunia kerja yang semakin kompleks di era digital ini.

 

Konsep krisis identitas nasional merujuk pada kondisi ketika rasa kebersamaan, nilai-nilai luhur, dan pemahaman mendasar tentang jati diri bangsa mengalami pergeseran, keraguan, atau bahkan pelemahan di kalangan masyarakat. Di era digital yang semakin berkembang ini, informasi global yang tidak terbatas mempercepat krisis identitas nasional menyebar secara cepat karena mudahnya informasi dari seluruh dunia masuk dan berinteraksi dengan negara lain yang menyebabkan batasan antara budaya kita dengan budaya lain menjadi tidak jelas.

 

Dalam konteks inilah, tagar #KaburAjaDulu dapat di interpretasikan sebagai gejala atau respons terhadap ketidak pastian dan tekanan identitas yang mungkin dirasakan. Keinginan untuk “melarikan diri” secara simbolis bisajadi menerminkan upaya mencari ruang aman atau identitas alternatif ditengan kompleksitas dan tantangan identitas nasional di era digital.

 

Kabur dalam konteks digital disini bukanlah pelarian fisik, melainkan pelarian simbolis dari tekanan identitas offline. Tekanan ini muncul dari ekspektasi tentang bagaimana seharusnya menjadi orang indonesia di tengah gempuran budaya lokal dan gelobal. Mereka juga merasa frustrasi dengan isu-isu nasional yang membuat mereka kecewa dan ketidakpercayaan dengan identitas nasional mereka. Selain itu,mereka juga merasa lelah dengan keharusan untuk terus menerus menunjukan rasa nasionalisme di media sosial.

 

Sehingga mereka meluapkannya ke ruang online melalui hastag #KaburAjaDulu. Mereka tidak benar-benar kabur dari kewarganegaraan, tetapi lebih kepada upaya mencari ruang aman di mana mereka bisa jadi diri sendiri tanpa harus selalu memikirkan atau terbebani oleh identitas nasional yang sedang mereka pertanyakan.

 

Manifestasi dari “kabur” sebagai pelarian simbolis dari tekanan identitas offline di ruang digital dapat terlihat dalam beberapa prilaku. Salah satunya adalah ekspresi kekecewaan terhadap isu-isu nasional seringkali dilampiaskan melalui sindiran atau ironi yang dibagikan dengan hastag #KaburAjaDulu yang menjadi sinyal ketidak puasan tanpa harus berhadapan langsung dengan negara.

 

Mengurai fenomena viral #KaburAjaDulu sebagai cerminan potensi krisis  identitas nasional di era digital menjadi sangat penting. Memahami akar keresahan di balik tagar ini , dapat memberikan wawasan berharga mengenai bagaimana generasi muda memaknai kebangsaan dan jati diri mereka di tengah arus globalisasi digital yang tidah dapat dihindari. Dari sini, kita bisa mencari cara yang pas untuk membuat rasa cinta dan bangga terhadap Indonesia tetap kuat dan relavan untuk generasi yang hidup di era globalisasi digital ini.

 

Dampak dari tagar ini, membuat rasa cinta tanah air dan rasa bangga menjadi warga  indonesia semakin terkikis. Akibatnya mereka akan lebih menyukai budaya luar dan gaya hidup dari negara lain yang mereka lihat di ruang online. Selain itu, kepercayaan mereka terhadap bangsa akan berkurang dan lebih berfokus kepada identitas individual atau kelompok kecil di dunia maya. Tetapi di sisi lain, tagar ini juga bisa merupakan ekspresi kekcewaan sesaat dan bukan berarti akan hilangnya tanah air secara permanen.

 

Bisa jadi makna “KaburAjaDulu” dalam tagar ini mungkin memiliki harapan untuk kembali dengan membawa pengalaman dan pengetahuan yang dapat dikontribusikan pada kemajuan Indonesia di masa depan. Tagar ini juga bisa menjadi kritik kepada pemerintah dan masyarakat untuk mendorong mereka memperbaiki sistem menuju indonesia yang lebih maju.

 

Jadi dapat disimpulkan bahwa tagar #Kabur aja dulu ini bukan sekedar ajakan untuk berlibur melainkan merupaan sebuah manifestasi keresahan dan kekecewaan mendalam terutama kalangan generasi muda Indonesia, terhadap sistem pemerintaha, tantangan dunia kerja dan ketidakadilan. Fenomena ini mencerminkan potensi krisis identitas nasional di era digital yang memiliki beragam informasi global sehingga dapat memunculkan perbandingan dengan negara lain dan memicu keraguan dan pelemahan rasa kebersamaan serta nilai-nilai luhur bangsa.

 

Menganalisis akar keresahan di balik tagar ini menjadi sangat penting untuk memahami bagaimana generasi muda memaknai kebangsaan di era globalisasi digital. Meskipun berpotensi mengikis rasa cinta tanah air dan kepercayaan terhadap bangsa, tagar ini juga dapat dilihat sebagai ekspresi kekecewaan sesaat atau bahkan kritik konstruktif yang mendorong refleksi dan perbaikan demi masa depan Indonesia yang lebih baik dan relevan bagi generasi digital.[]

 

Penulis:

Ai Naul Mardiyyah, Mahasiswa STAI Al-Anwar Sarang Rembang dan berdomisili di Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Sarang

×
Berita Terbaru Update