Notification

×

Iklan

Iklan

Gen Z Lebih Tinggi Tingkat Strestnya Dibanding Generasi Lain

Sabtu, 28 Juni 2025 | Juni 28, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-28T01:31:00Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi

Apa Penyebabnya?

 

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai penelitian menunjukkan bahwa Gen Z generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya seperti Milenial, Gen X, dan Baby Boomer. Fenomena ini menjadi sorotan penting dalam dunia kesehatan mental dan sosial karena mencerminkan adanya perubahan mendasar dalam cara generasi muda menghadapi tekanan hidup, pekerjaan, dan ekspektasi sosial.

 

Salah satu penyebab utama meningkatnya stres di kalangan Gen Z adalah paparan terhadap media sosial. Tidak seperti generasi sebelumnya, Gen Z tumbuh dalam era digital yang penuh dengan informasi instan, ekspektasi sosial yang tidak realistis, dan budaya perbandingan yang terus-menerus. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter sering kali menjadi sumber tekanan tersendiri. Mereka tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga menjadi panggung di mana identitas diri dipertontonkan dan dinilai. Hal ini menciptakan beban psikologis yang besar, terutama bagi remaja dan dewasa muda yang masih mencari jati diri.

 

Selain faktor sosial, tantangan ekonomi juga menjadi pemicu stres. Gen Z tumbuh dalam ketidakpastian ekonomi global mulai dari krisis keuangan, pandemi COVID-19, hingga ancaman resesi. Mereka menyaksikan bagaimana lulusan perguruan tinggi kesulitan mendapatkan pekerjaan tetap, harga rumah yang tak terjangkau, serta beban utang pendidikan yang menumpuk. Semua ini menciptakan rasa cemas terhadap masa depan yang tidak jelas. Banyak dari mereka merasa bahwa harapan untuk mencapai "kehidupan mapan" seperti generasi orang tua mereka kini menjadi sesuatu yang semakin sulit diraih.

 

Menariknya, meskipun Gen Z lebih rentan terhadap stres, mereka juga lebih terbuka dalam membicarakan isu kesehatan mental. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung menghindari topik ini, Gen Z justru menjadikan kesehatan mental sebagai bagian penting dari kehidupan. Mereka lebih mungkin untuk mencari bantuan profesional, atau berbicara terbuka tentang perasaan mereka di media sosial. Ini adalah tanda positif bahwa kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental meningkat, meskipun tingkat tekanan yang mereka hadapi juga bertambah.

 

Tekanan akademik juga menjadi beban besar bagi Gen Z. Persaingan masuk universitas yang semakin ketat, tuntutan nilai yang tinggi, serta ekspektasi dari orang tua dan lingkungan sosial membuat mereka merasa harus selalu tampil sempurna.

 

Hal ini diperburuk dengan sistem pendidikan yang seringkali menekankan prestasi akademik di atas kesejahteraan emosional siswa. Tidak sedikit siswa yang mengalami burnout sejak usia belia karena merasa terjebak dalam perlombaan yang tak ada habisnya.

 

Gen Z juga hidup dalam era perubahan sosial yang sangat cepat. Isu-isu seperti perubahan iklim, keadilan sosial, kesetaraan gender, dan hak minoritas menjadi bagian dari diskusi sehari-hari mereka. Keterlibatan dalam isu-isu ini menunjukkan tingginya tingkat empati sosial, tetapi juga membawa beban emosional tambahan. Mereka tidak hanya memikirkan masalah pribadi, tetapi juga memikul kekhawatiran akan nasib dunia secara kolektif.

 

Tingkat stres yang tinggi di kalangan Gen Z bukanlah semata-mata karena mereka “lebih lemah” dibandingkan generasi sebelumnya. Justru sebaliknya, mereka menghadapi dunia yang jauh lebih kompleks dan penuh tekanan dari berbagai sisi. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak keluarga, sekolah, tempat kerja, dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental generasi ini. Meningkatkan literasi emosional, menyediakan akses terhadap layanan psikologis, dan mengurangi stigma terhadap masalah mental adalah langkah awal yang penting.

 

Hanya dengan dukungan yang menyeluruh, Gen Z bisa tumbuh menjadi generasi yang sehat secara mental dan mampu menghadapi tantangan zaman dengan ketangguhan.[]

 

Penulis :

Muhamad Herdian, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang

×
Berita Terbaru Update